Lihat saja artikel yang ditulis bapak Fery, hampir semua isinya selalu berdasarkan kejadian yang teraktual. Misalkan artikelnya ditayangkan tanggal 18 Desember maka kemungkinan kejadian aslinya terjadi pada tanggal 16, 17, atau bahkan di hari yang sama (18 Desember).
Begitu pula dengan pak Hensa, artikel bola yang beliau tayangkan pasti mengacu pada pertandingan yang terjadi pada malam sebelum artikel tersebut ditayangkan.
Oleh sebab itu, sebelum memutuskan menulis secara short term, ada baiknya memastikan terlebih dahulu apakah topik yang kita angkat akan sesuai bila dikemas secara short term atau tidak.
2. Pembaca Stagnan
Karateristik dari artikel yang bertipe short term adalah jumlah pembaca yang meningkat pesat di awal, namun akan stagnan setelah beberapa hari. Hal tersebut sangat masuk akal, sebab artikel short term akan lebih cepat basi, karena perubahan yang dinamis.
Kita ambil contoh, pak Hensa menulis artikel mengenai Manchester United yang ditahan imbang Leicester City 2-2 pada 26 Desember 2020. Bila di-publish pada tanggal yang sama atau selambatnya pada 27 Desember 2020 di pagi hari, artikel tersebut berkemungkinan besar akan banjir pembaca. Bisa kita bilang, 150 lebih pembaca sudah di tangan.
Namun, memasuki tanggal 31 Desember 2020 apakah artikel tersebut masih akan digilai orang-orang? Kemungkinan tidak, karena di tanggal tersebut Manchester United sudah bertanding lagi dengan Wolverhampton, dan pak Hensa tentu sudah menyiapkan artikel baru lagi yang berisikan tentang hasil dari pertandingan tersebut.
Jadi, apakah artikel tentang MU vs Leicester yang ditulis pak Hensa akan hilang begitu saja? Tidak juga. Artikel tersebut masih dapat berguna untuk keperluan research orang-orang yang ingin mengupas lebih dalam mengenai MU atau pun Leicester.
3. Dibutuhkan Pengetahuan Khusus Sebelum Menulis
Karena sifatnya yang menuntut penulis menulis artikel dalam waktu yang singkat, penulis jelas harus "one step ahead" dari segi pengetahuan, sebelum menuliskan artikel yang bertipe short term.
Kita ambil contoh Kompasianer Elang Salamina misalnya yang juga rajin menulis artikel politik. Misal beliau ingin menulis artikel dengan mengangkat topik Bu Risma yang masuk kabinet Menteri Jokowi.
Penulis pasti (harusnya) punya pengetahuan terlebih dahulu mengenai latar belakang Bu Risma, prestasinya, serta kekurangan apa dari Menteri sebelumnya yang dapat diisi oleh Bu Risma.
Tanpa pengetahuan dasar seperti itu, sulit rasanya menulis tentang dijadikannya Bu Risma sebagai Menteri Sosial. Kalau pun tetap memaksakan menulis mengenai topik tersebut, pasti bahasannya tak akan dalam dan sulit mendapat label "Pilihan" dari admin, yang akhirnya berpengaruh pada rendahnya jumlah pembaca.