Meski ada wacana Hybrid Learning atau sistem pembelajaran kombinasi antara sistem tatap muka dan sistem virtual, tak bisa dipungkiri bahwa di akhir tahun 2020 ini sistem pembelajaran masih sepenuhnya secara online/virtual.
Sistem pembelajaran tersebut juga tak pelak membuat beberapa tugas mata kuliah yang seharusnya dilaksanakan secara tatap muka, kini juga wajib beradaptasi dengan dilakukan secara virtual. Salah satunya adalah ujian akhir semester saya, yang awalnya diminta membuat event secara offline kini harus diubah menjadi online.
Namun, perubahan tersebut juga memberikan dampak positif kepada saya, salah satunya adalah memberikan saya pengalaman pertama sebagai Master of Ceremony (MC) online. Ya, kemarin (12 Desember 2020) saya dipercaya untuk menjadi MC secara virtual dalam webinar yang berjudul "How to be Super Parents".
Meski sudah memiliki beberapa kali pengalaman menjadi MC sungguhan (offline), namun tetap ada rasa gugup dan cemas sebelum acara dimulai. Takut apakah semuanya akan berjalan maksimal atau tidak, apalagi nilai akhir yang dipertaruhkan.
Untungnya, acara tersebut berjalan lancar dan sukses. Nah, dari pengalaman pertama menjadi MC online tersebut, ada beberapa hal yang cukup berbeda ketika nge-MC secara langsung. Berikut saya bagikan masing-masing 4 kelebihan serta kekurangannya.
Kelebihan:
1. Tidak Terlalu Nervous
Untuk teman-teman yang suka nervous saat menjadi MC sungguhan di atas panggung, nah kalian bisa sedikit lega kalau ingin mencoba menjadi MC online. Karena jujur, rasa nervous yang saya rasakan ketika menjadi MC secara offline, tidak saya rasakan ketika memandu acara secara online kemarin.
Tapi tentunya persiapan yang matang juga diperlukan, agar kita paham struktur acara yang harus kita pimpin. Jadi, kesalahan-kesalahan yang memerlukan improvisasi dan berpotensi membuat kita menjadi gelagapan, dapat diminimalisasi.
Selain itu, untuk yang sering gugup karena dihadapkan dengan ratusan pasang mata sekaligus, nah opsi MC online bisa jadi pilihan. Hal itu karena kita bisa mengatur sendiri display penonton, apakah kita mau melihat 2 penonton, 4 penonton, atau 16 penonton, semua bisa diatur ketika kita menjadi MC online.
Hal itu jelas akan mengurangi rasa nervous kita secara signifikan, meski ada sisi negatifnya yang akan saya bahas di poin "kekurangan" di bawah.
2. Walaupun Script Reading, Tidak Akan Terlalu Terlihat
Nah, biasanya nervous juga bisa disebabkan karena MC lupa atau tidak begitu menguasai suatu topik. Hal ini lazim terjadi pada pelajar/mahasiswa yang masih berstatus sebagai MC pemula.
Namun, ketika menjadi MC secara online, kita bisa sedikit lebih tenang. Hal itu karena saat kita sedang memandu acara, Script kita atau yang saya sebut Que Card versi panjang, tidak akan terlihat oleh penonton.
Maka dari itu, tinggal pintar-pintar saja memainkan eye contact dan bagaimana caranya agar saat kita berbicara, tidak terlihat seperti membaca. Hal itu sudah saya praktikkan kemarin, dan terbukti hampir tidak ada yang menyadari kalau saya membaca script ketika mengumumkan poin tertentu.
3. Time Management Bisa Lebih Teratur
Sebagai MC pemula juga, sudah banyak saya temui kasus ketika saat event offline berlangsung, banyak acara yang berlangsung tidak sesuai rundown yang sudah dibuat oleh EO (Event Organizer). Entah acaranya terlalu lama selesai atau bisa juga terlalu cepat selesai, tapi yang paling lazim adalah acara yang selesainya "ngaret".
Nah, persoalan perihal time management tersebut dapat lebih gampang terselesaikan bila kita menjadi MC secara online. Hal itu dikarenakan kita dapat memantau sendiri jam asli yang sedang berjalan secara terus rutin dan membandingkannya dengan jam di rundown.
Hal tersebut jelas tidak bisa dilakukan ketika sedang berada di atas panggung, namun sangat memungkinkan ketika kita berada di balik laptop. Maka dari itu, acara yang kita pandu dapat selesai tepat waktu sesuai dengan yang tertera di rundown.
4. Lebih Santai Dari Aspek Appearance dan Body Language
Bagi MC pemula seperti saya yang tak punya setelan yang begitu waw atau bagus-bagus amat, menjadi MC online ini jauh lebih enak ketimbang menjadi MC secara langsung. Hal itu karena saya tak perlu repot-repot menata penampilan saya hingga ujung kaki.
Saya tinggal menata rambut dan memilih baju yang proper, celananya mah bebas, tidak perlu memakai sepatu lagi, toh yang terlihat hanya dari rambut hingga dada saja.
Menjadi MC online juga secara tidak langsung memudahkan kita dari segi body language. Buat teman-teman yang tidak terbiasa memainkan gesture tangan, atau masih canggung berjalan ke sana ke mari di atas stage, maka akan sangat pas bila ingin mencoba menjadi MC online sebelum secara langsung terjun ke atas panggung.
Kekurangan:
1. Rentan Miskomunikasi dengan Event Organizer
Nah, menjadi MC online juga ternyata rentan akan masalah nih, Kompasianer. Salah satu masalah yang saya alami adalah miskomunikasi dengan event organizer. Ya, karena MC dan EO tidak berada dalam satu ruangan yang sama, praktis komunikasi antar keduanya berpotensi terhambat.
Dengan hanya berkomunikasi melalui fitur chat, ada beberapa kesalahan yang saya lakukan karena tidak sempat membaca chat. Seperti mengakhiri satu sesi terlalu cepat, kesalahan mendeskripsikan sesuatu, dan sedikitnya ruang improvisasi apabila ada sesuatu di luar kendali, misal penanya yang berbicara terlalu lama.
Namun untungnya beberapa "keadaan di luar kendali" tersebut merupakan kesalahan minor dan tak terlalu berpengaruh untuk keberlangsungan acara. Itu pun menjadi pelajaran bagi saya agar hal serupa tak terulang di kemudian hari.
2. Kurangnya/Sulitnya Interaksi dengan Peserta
Ya, kekurangan yang paling kentara dari memandu acara secara online tentu adalah kurangnya/sulitnya berinteraksi dengan peserta. Hal ini pun sudah saya rasakan sendiri terutama saat sesi "Tagline" dan sesi Q and A (tanya jawab).
Saat sesi tagline, dimana saya meminta kepada peserta agar menyalakan kameranya dan menirukan gerakan serta kata-kata saya, partisipasi peserta bisa dibilang cukup pasif. Terlihat hanya 8 hingga 12 orang yang menyalakan kamera dari hampir 80 peserta yang mengikuti webinar, itu pun tidak semuanya mengikuti gerakan tagline.
Sementara di sesi tanya jawab, kesulitannya adalah dimana saat ada penanya yang berbicara terlalu lama, padahal pertanyaannya hanya bisa disampaikan dalam 2 hingga 3 kalimat saja. Saya pribadi secara kesulitan memotong atau meminta yang bersangkutan untuk langsung ke intinya saja, karena saya takut terkesan lancang dan tidak sopan.
Mungkin saran saya untuk teman-teman yang akan menjadi MC online, bisa didiskusikan dahulu apakah sesi "tagline" harus ada atau tidak, karena saya pribadi merasa adanya sesi "tagline" kurang relevan untuk webinar yang partisipannya remaja atau orang dewasa.
3. Kehilangan "Benefit" Selama Menjadi MC Offline
Saya ingat ketika saya menjadi MC offline atau secara langsung, semua sudah tersedia ketika hari H acara. Mulai dari sound system, microphone, que card, hingga semua persoalan teknis tak perlu dipusingkan. Saya hanya perlu naik keatas panggung, lalu menghibur penonton dan memandu acara hingga berakhir.
Nah dengan menjadi MC online, "benefit" diatas tersebut seakan sirna. Ya, saya harus menulis sendiri que card yang akan saya bacakan, hingga menyiapkan dan memastikan microphone serta hal-hal teknis lainnya sendiri.
Jujur salah satu yang saya takutkan adalah apabila mircophone saya bermasalah dan suara saya menjadi berisik atau malah tidak terdengar sama sekali. Karena seperti yang kita tahu, persoalan demikian seringkali terjadi saat kita berkomunikasi secara online. Tapi untungnya, permasalahan ini tidak terjadi kepada saya saat saya memandu webinar "How to be Super Parents" kemarin.
4. Persoalan Koneksi Internet dan Seputar Teknologi Lainnya
Selain problem mengenai mircophone, sudah jelas koneksi internet adalah salah satu tantangan bagi seorang MC online. Ya, seorang MC online jelas dituntut memiliki koneksi internet yang mumpuni agar webinar dapat berjalan lancar.
Saking was-was nya dengan Wifi di rumah saya yang dipakai oleh ibu, paman, sepupu, hingga kakek dan nenek, saya pun memutuskan membeli kuota tambahan dan melangsungkan webinar dengan memakai kuota pribadi. Tidak apa deh berkorban 50 ribuan, daripada nilai akhir saya yang jadi masalah hahaha.
Selain masalah seputar koneksi internet, permasalahan MC online, terutama yang gaptek (gagap teknologi) seperti saya adalah harus beradaptasi lagi dengan teknologi di zoom maupun google meet. Seperti memakai virtual background, memaksimalkan fitur tanya jawab, serta beberapa fitur lainnya yang masih belum saya mengerti.Â
Belum lagi ada persoalan lighting yang harus juga diperhatikan oleh seorang MC online. Namun, tentu ini menjadi momentum yang tepat untuk saya belajar agar kedepannya sudah dapat beradaptasi secara maksimal ketika diminta menjadi MC online lagi.
***
Sekian kelebihan dan kekurangan menjadi MC online yang bisa saya bagikan, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H