Keseriusan mandiri pangan bukan hanya menjadi isapan jempol belaka ternyata. Baguslah kalau begitu, para pejabat negara, ASN, penduduk lokal IKN  maklum saja bahwa IKN tidak sama dengan ibu kota di Putrajaya, yang hanya dihuni oleh pejabat dan ASN saja kemudian jadi kota hantu karena semua pada pulang setelah bekerja  pun pegawai konstruksi yang jumlahnya ribuan sedang proses membangun mega proyek ini. Tidak usah gusar untuk memikirkan pangan pada waktu sekarang, namun itu urusan nanti. Wah!, setidaknya pernyataan tersebut kurang lazim didengar apabila kita kalkulasikan bahwa pekerja konstruksi saja sudah tidak karuan jumlah suplainya; apalagi tahu sendiri bukan, porsi tukang tak ada yang bukit, semuanya bentuk miniatur "nasi menggungung". Belum lagi nantinya, pejabat dan ASN akan segera berpindah ruang kerja dalam waktu dekat ini. Bisa kita bayangkan, supplay chain akan bergeser secara tajam ke kawasan IKN, jelaslah bahwa harga juga akan menjadi tolak ukur selanjutnya. Pejabat, ASN, dan pegawai konstruksi jelas ditanggung oleh pemerintah. Hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, mengingat bahwa iklim investasi IKN juga masih belum sesuai schedule. Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim), perlu anggaran Rp466 triliun. Hanya 20 persen dananya berasal dari APBN. Sementara itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah  melapor bahwa serapan APBN untuk proyek IKN mencapai Rp80 triliun. Artinya, masih tersisa sekitar Rp13 triliun (31 Juli 2024). Investor asing maupun domestik sepertinya masih belum terlalu percaya dengan proyek ini. Mengapa?
Yang menjadi pertanyaan "remeh" saya adalah; mengapa pengerjaan Kawasan IKN tidak dikerjakan secara paralel, namun masih fokus pada wilayah 1 yaitu (KIKN), sedangkan Kawasan 2 dan 3 yaitu; Kawasan Pengembangan lbu Kota Nusantara (KPIKN) dan Perairan Pesisir IKN belum dimasksimalkan pengerjaannya?. Padahal seluruh kawasan berpotensi membawa iklim pembangunan yang lebih efektif nan efisien.
Ahmad Afif, Peneliti ekonomi pangan dan Analis swasembada pangan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H