Yang menjadi pertanyaan "remeh" saya adalah; mengapa pengerjaan Kawasan IKN tidak dikerjakan secara paralel, namun masih fokus pada wilayah 1 yaitu (KIKN), sedangkan Kawasan 2 dan 3 yaitu; Kawasan Pengembangan lbu Kota Nusantara (KPIKN) dan Perairan Pesisir IKN belum dimaksimalkan pengerjaannya?. Padahal seluruh kawasan berpotensi membawa iklim pembangunan yang lebih efektif dan efisien.
Sebuah petuah singkat dari Bapak Sarwo, Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (25/11//2023) layak menjadi reminder sekaligus warning terhadap otorita Ibu Kota Negara (IKN), berikut bunyinya:
"Pada saatnya nanti Ibu Kota Negara yang semula berada di Provinsi DKI Jakarta akan berpindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Bapak Presiden telah memberikan pernyataan bahwa Upacara Kemerdekaan 17 Agustus pada tahun 2024 akan dilaksanakan di IKN.
Oleh karena itu, ketahanan pangan menjadi aspek yang penting dan Badan Pangan Nasional siap mendukung terwujudnya ketahanan pangan yang optimal".
Sah!. Pernyataan dari Pak Sarwo merupakan hal yang tendensius mengingat IKN masih masa penggarapan tahap 1 yaitu; sektor Kawasan Ibu Kota Nusantara (KIKN). Merupakan kawasan perkotaan inti dari KSN IKN. Bagi orang elit, jelaslah ringan apabila mengalokasikan stok pangan berupa sembilan bahan pokok serta beberapa pangan holtikultura lainnya dari luar pulau Kalimantan. Persoalannya ada pada keseimbangan kecukupan rantai pasok wilayah lainnya yang juga butuh suplai pangan yang sama serta harga.
Demi mendukung gerakan mandiri pangan nasional, beberapa tulisan saya yang pernah berhasil publikasi di beberapa media termasuk menjadi kampiun pada even "Hari Santri Nasional 2021 oleh PKB" turut memberikan masukan terkait model dan akulturasi budaya konsumsi masyarakat terhadap perwujudan swasembada pangan nasional. Salah satunya melalui model sirkulasi bisnis episentrum komunitas Pondok Pesantren.Â
Lembaga ini sangat ideal menjadi role model dalam perwujudan pangan. Komoditas pangan harus dimulai dari segmentasi komunitas maupun geografis. Nah!, IKN juga layak menjadi perhatian khusus dalam skala komunitas ini. Ibarat sebuah desa, wilayah itu harus dapat mengkalkulasi berapa kebutuhan pangan tiap tahun dibagi dengan jumlah potensi suplai pangan yang dapat dihasilkan. Disamping itu, aspek teknis meliputi media tanam, ketersediaan pupuk, infrastruktur serta beberapa mitigasi iklim, juga tidak bisa dilepaskan dari kalkulasi pemberdayaan pangan sebuah wilayah.
Pemprov Kaltim menawarkan 13.000 ha sawah yg belum produktif untuk penunjang pangan IKN, karena Kaltim belum mandiri pangan, namun hanya andalkan pasokan dari Jawa dan Sumatra. Loh, bukannya menurut Pak Sarwo 19 Unit Gudang Bulog dengan kapasitas total 60.000 ton yang berada di sekitar IKN siap menunjang kebutuhan pangan daerah. Jika memang masih belum cukup untuk memenuhi kabutuhan, maka tentunya kita upayakan meningkatkan stok dan infrastruktur yang bisa menunjang ketahanan pangan. Tentunya, upaya peningkatan stok harus terus dikebut, ditambah lagi bahwa BPS mencatat total produksi beras Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2023 diperkirakan sekitar 125,23 ribu ton, atau mengalami penurunan sebesar 14 ribu ton (10,08%) dibandingkan produksi beras pada tahun 2022.
Alhamdulillah, pemerintah beserta otorita IKN telah kompak untuk menjaga komitmen mandiri pangan khusus untuk suplai kawasan ini. Tak tanggung-tanggung, UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara Pasal 18 ayat 3 mengatakan bahwa :
"Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk tetapi tidak terbatas pada: penetapan kawasan hijau yang mendukung keseimbangan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati".