ABSTRAKSI
Perkembangan pesat teknologi informasi saat ini menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindari. Kemajuan demi kemajuan dalam inovasi yang dicetuskan berfokus pada menarik perhatian khalayak untuk memberikan perhatian atas suatu hal yang diangkat oleh para pemangku kepentingan. Dewasa ini dapat diandaikan salah satu komoditas baru dalam dunia usaha adalah sepasang bola mata manusia. Kondisi ini menimbulkan suatu fenomena baru dalam dunia teknologi informasi dalam mengembangkan kreatifitas untuk sekedar memancing khalayak memberikan sekian detik waktunya untuk terpapar informasi yang diberikan para pemilik kepentingan.
Pemahaman dasar akan kuatnya pengaruh paparan yang diberikan media informasi menjadikan aktifitas ini memiliki nilai manfaat ekonomi & politik yang besar. Dalam suatu aktifitas yang memiliki manfaat politik & ekonomi yang luas, persaingan dalam setiap lini bisnis menjadi suatu hal yang lumrah dan terkesan berdarah-darah.
Tujuan dari penulisan paper ini adalah mengkritisi pentingnya ketegasan dan kejelasan dalam menentukan batasan-batasan untuk mengatur suatu aktifitas ekonomi yang berbasiskan teknologi informasi.
Kemampuan korporasi teknologi informasi seperti media massa dalam menjalankan kegiatan usaha yang kondusif minim intrik akan menjadi harapan pribadi dalam penulisan paper ini.
PENDAHULUAN
 Latar Belakang
 Komunikasi massa merupakan suatu cara dalam mempengaruhi masyarakat secara kognitif, afektif, dan behavioral.
Arysad (2011:3) beranggapan dalam artian luas bahwa manusia adalah media itu sendiri yang menjadi bagian dalam penyampaian pesan berisikan informasi.
Dalam pendapat lain bahwa media massa merupakan suatu jenis penyampaian informasi yang didesain sedemikan rupa untuk menggapai khalayak seluas-luasnya Santoso (2013:18). Media massa opini pribadi penulis merupakan suatu wadah yang mengumpulkan berbagai pelaku komunikasi massa yang memiliki keahlian yang terstruktur dan terukur untuk dapat terlibat dan menghasilkan penghidupan dari aktifitasnya. Menurut pandangan pribadi penulis, salah satu syarat berdirinya media massa yang diharuskan untuk menghasilkan dan bertahan hidup secara independen "mengaktifkan" nilai ekonomi dalam aktifitas yang bersentuhan langsung dengan masyarakat ini.
Pada umumnya pelaku ekonomi dalam bidang apapun memiliki orientasi yang cenderung obsesif dalam mencapai tujuan dari setiap aktifitas yang memanfaatkan sumber daya untuk dijadikan sebuah modal. Dari setiap sumber daya yang dimanfaatkan, perhitungan atas dampak yang ingin dihasilkan menjadi suatu hal yang sangat penting dalam aktifitas yang dimaksud.
Aktifitas dalam mencapai sebuah dampak yang diinginkan oleh setiap pelaku usaha pasti memerlukan aturan-aturan yang membatasi sekaligus melindungi setiap kegiatan yang berlangsung, dalam hal ini pelaku/korporasi media massa.
Korporasi media massa untuk dapat terus bertahan ditengah persaingan dan tetap mengembangkan usahanya perlu melakukan aktifitas-aktifitas yang banyak memanfaatkan modal usaha dalam jumlah yang tidak sedikit. Dengan keadaan ini, korporasi media massa dihadapkan pada tantangan-tantangan dalam penggunaannya, pemanfaatannya, pengembaliannya yang dengan catatan khusus mengembalikan dengan tingkat efektifitas yang memuaskan para pemilik modal.
Aktifitas komunikasi massa yang dilakukan korporasi media massa menjadi langganan atas berbagai macam resiko yang seringkali sulit diduga akibat dampak yang diharapkan meleset dari perhitungan, atau bahkan memancing tindakan hukum yang tidak direncanakan. Resiko-resiko ini yang menjadikan lini bisnis media massa memberikan perhatian khusus dalam "takaran" kejadian fenomenal yang menarik perhatian khalayak.
Pengaruh persaingan bisnis yang ketat dan diimbangi dengan kreatifitas yang beragam dari masing-masing pelaku komunikasi massa dalam lini media massa menjadikan konflik, isu dan pertentangan sebagai salah satu komoditas utama yang sering diangkat. Permasalahan timbul saat pengangkatan isu dan konflik tidak dibarengi dengan etika dan mencari celah dari aturan yang berlaku. Salah satu contoh yang dapat dilihat saat proses pilgub DKI 2017, pilpres 2014 & 2019 bagaimana dampak dari kurangnya perhatian akan etika dan kecenderungan memanfaatkan celah hukum menjadikan proses demokrasi yang memanfaatkan media massa menghasilkan suatu tingkatan polarisasi masyarakat yang belum pernah terjadi sejak kejadian G30S/PKI yang dimana masyarakat terbagi antara nasionalis-agamais dengan paham sosialis. Terbelahnya masyarakat yang sedemikian massif menimbulkan gesekan-gesekan yang terus berkembang secara bertahap hingga skala yang mengharuskan Negara turun tangan dan terkesan melakukan bredel media massa & pembungkaman publik.
Berdasarkan penjabaran yang dikemukakan diatas mengenai sifat komunikasi massa, komoditas utama media massa, kecenderungan-kecenderungan orientasi korporasi media massa dan dampak dari proses paparan media terhadap khalayak luas, penulis menyadari bahwa urgensi dalam edukasi untuk meningkatkan literasi komunikasi yang berasaskan etika serta kepatuhan akan hukum perlu diperhitungkan yang diimbangi dengan pemegang kekuasaan dalam membentuk suatu system hukum yang tegas dan jelas demi kepentingan nasional.
Topik Permasalahan
Apakah yang dimaksud dengan hukum & etika?
Bagaimana hukum & etika dapat diimplementasikan dalam media massa?
Tujuan Penulisan
Penulis mengemukakan opini pribadi berdasarkan analisis yang kritis.
Meningkatkan kemajuan proses literasi regulasi komunikasi digital.
KesimpulanÂ
Memahami manfaat penulisan dan perkembangan etika serta hukum dalam media massa.
Daftar Pustaka
Kumpulan sumber informasi penulisan.
PEMBAHASAN
 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hukum adalah aturan yang mengikat secara resmi yang dikukuhkan oleh pemangku kekuasaan dan kebijakan.
Sedangkan menurut E.M.Meyers hukum merupakan suatu pertimbangan kesusilaan yang bertujuan untuk mengatur tingkah laku manusia sekaligus pedoman bagi penguasa dalam melaksanakan tugas pemerintahan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Etika disebutkan suatu ilmu yang mempelajari baik dan buruknya perilaku, hak dan kewajiban moral atau nilai-nilai yang berhubungan dengan akhlak.
Sehingga dapat dikatakan hukum dan etika memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya bagaiman yang satu bisa dikukuhkan menjadi sebuah aturan resmi melalui kaidah-kaidah yang diperdalam dalam suatu ilmu filsafat yang berkaitan dengan akhlak manusia.
Sepanjang perjalanan Negara Indonesia, setiap aturan yang dikukuhkan menjadi hukum resmi mengalami perkembangan yang mengikuti kemajuan zaman. Fleksibilitas dasar dari segala dasar hukum Indonesia yakni Pancasila terhadap perkembangan era dan globalisasi terbukti sejauh ini masih kuat dalam menghadapi modernisasi yang sangat cepat.
Pancasila sebagai dasar dari segala dasar hukum Indonesia merupakan suatu patokan utama dalam kelangsungan jalannya hidup berbangsa dan bernegara termasuk didalamnya mengatur batasan-batasan dalam aktifitas komunikasi massa yang dilakukan baik perseorangan maupun korporasi media massa.
Implementasi yang mengatur batasan-batasan dalam kegiatan media massa diawasi langsung oleh pemerintah melalui menkominfo dan dewan pers sebagai wadah pelaku pers yang bekerja sama dengan pemerintah dalam menjaga kondusifitas perilaku media massa.
Secara legal, kegiatan media massa diatur sekaligus dilindungi didalam Undang-Undang no. 40 tahun 1999 tentang pers. Sehingga segala cakupan mengenai hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pelaku komunikasi massa diatur dan dilindungi secara resmi oleh Negara.
Yang menjadi masalah kemudian adalah bagaimana perkembangan zaman saat ini dengan kemajuan teknologi yang tidak terbendung sekaligus peluang nilai ekonomi yang dihasilkan dari sebuah kegiatan komunikasi massa tidak segaris lurus dengan literasi etika dan hukum yang berpatokan pada Pancasila. Menjamurnya aplikasi-aplikasi online pada media baru menjadikan setiap pengguna media sosial sebagai seorang penyampai informasi yang tidak menyadari bahwa setiap aktifitas media sosial yang menggapai khalayak luas dapat dikategorikan sebagai tindakan jurnalistik komunikasi massa yang memiliki berbagai dampak yang mempengaruhi kognitif, afektif dan behavioral penerima pesan.
Ketidakmampuan Negara dalam melindungi masyarakat dari dampak-dampak yang ditimbulkan akibat maraknya konten-konten negative bahkan bersifat merusak dan memecah belah menimbulkan tanda tanya besar akan kinerja penegak hukum siber dan kementerian kominfo.
Pedoman dalam menjalankan tugas berupa produk hukum telah diundangkan menjadi hukum resmi tidak sejalan proses penegakan hukum dan tindakan preventif yang efektif dalam melindungi khalayak dari konten yang negative.
Pandangan pribadi penulis, urgensi penegakan hukum proses komunikasi massa terletak bukan pada korporasi yang berbadan hukum saja melainkan termasuk didalamnya peningkatan massif akan edukasi literasi media untuk membangun ekosistem komunikasi yang baik dan memperkecil dampak negative yang ditimbulkan.
Kesimpulan
Ketegasan pemerintah dalam penegakan ketertiban berkomunikasi harus berbanding lurus dengan kepedulian pemerintah dalam mengedukasi masyarakat ditengah modernisasi dan globalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.bphn.go.id/data/documents/99uu040.doc
https://www.dosenpendidikan.co.id/etika-adalah/
https://www.dosenpendidikan.co.id/pengertian-hukum/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H