Menurut riset yang dilakukan Singapore Management University yang dituangkan di infografik yang tertera di bawah, pada tahun 2013, pengguna internet di Indonesia akan melebih jumlah populasi di Jepang. Sebagai salah satu negara pengguna Facebook dan Twitter terbesar di dunia, perkembangan penggunaan digital media di Indonesia mengisyaratkan cepatnya penduduk Indonesia dalam mengakses dan menggunakan media sosial.
Sumber Gambar:Â [embed]https://wiki.smu.edu.sg/digitalmediaasia/i[/embed]
Sayangnya, perkembangan pesat media sosial di dunia digital ini, tidak diiringi dengan pendidikan dan penggunaan media sosial di dunia pendidikan. Di kota besar sekalipun, penggunaan media sosial dan media digital dilarang dan diisolasi oleh sebagian besar di sekolah. Seolah-olah, media sosial dianggap musuh yang dapat membahayakan siswa. Padahal, tak dapat disangkal, sebagian besar siswa kita menggunakan media sosial secara aktif menggantikan media tradisional yang seringkali masih dipakai sekolah. Gambar di bawah ini menunjukkan variasi jejaring sosial yang menggantikan fungsi dari berbagai alat tradisional yang digunakan siswa kita di masa kini.
Sumber Gambar:[embed]http://wronghands1.files.wordpress.com/[/embed]
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Sebenarnya di antara sekian banyak alasan klise yang menyatakan bahaya media sosial dan penggunaan media digital seperti handphone, gap antara media dan pendidikan ini didasari oleh ketidaksiapan pendidik dalam menggunakan media sosial itu sendiri. Banyak pendidik yang melihat media sosial secara berbeda dari cara siswa melihat media sosial.
Menurut Katie Lepi (2013), berikut adalah perbedaan cara pandang guru dan siswa melihat media sosial yang berbeda
Facebook:
Guru: Sangat menyenangkan melihat post dari teman, keluarga, dan rekan kerja.
Siswa: Facebook hanya untuk orang tua
Guru: Mari berjejaring dengan sesama guru
Siswa:Mari berjejaring sesama teman
Guru: Cek foto dari kelas saya
Siswa: Cek foto selfie saya
Google+
Guru & Siswa: Sama-sama punya akun nya tapi tidak menggunakannya
Guru: Sumber inspirasi untuk RPP, kerajinan tangan, dan kuliner
Siswa: Sumber penundaan kedewasaan
Snapchat:
Guru: Snapchat? Saya pikir siswa saya menggunakannya (Tidak pernah berpikir menggunakannya)
Siswa: Snapchat? Sosial Media favorit saya.
Hal ini sesuai dengan poster yang dirancang Katie Lepi (2013) di Edudemic.
Sumber:Â [embed]http://www.edudemic.com/teacher-vs-student-social-media/[/embed]
Perbedaan persepsi dan pandangan siswa dan guru dalam penggunaan media sosial ini seakan merupakan jurang pemisah antara pendidikan dan media sosial. Hal ini pun berdampak negatif dimana siswa yang tidak dilatih sejak dini menggunakan media sosial akan berujung pada penggunaan media sosial yang negatif dan kurang bermanfaat.
Seperti yang diungkap oleh Erik Qualman, "Kita tidak punya pilihan apakah kita melakukan media sosial atau tidak, pertanyaannya adalah bagaimana kita menggunakan media sosial tersebut."
Sumber Gambar: http://m.friendfeed-media.com/
Penggunaan media sosial memang perkembangan yang tidak dapat dihindari. Tetapi pertanyaan terbesarnya, " Bagaimana kita mendidik siswa, guru, dan orang tua menggunakan media sosial dengan bijaksana?"
Setelah bergabung dalam pelatihan Mobile Learning dengan Kelase di sesi ke 2, saya berpikir Kelase adalah salah satu solusi yang dapat menjembatani gap antara persepsi penggunaan media sosial guru dan siswa. Kelase sendiri adalah jejaring sosial dan lingkungan belajar online untuk institusi pendidikan yang dirancang untuk melatih siswa dan guru untuk menggunakan media sosial dengan bijaksana.
Sumber Gambar: Kelase.com
Selain itu, saya pun mempelajari berbagai macam keunggulan Kelase.com yang tidak hanya sekedar melatih penggunaan jejaring sosial, tetapi juga menjadi ajang yang menghubungkan siswa, guru, orang tua untuk memperkaya pengalaman belajar. Ditambah lagi, fitur-fitur yang ditawarkan disini lengkap dengan pembelajaran yang fleksibel dan mudah dikelola dan dipantau baik guru dan orang tua.
Melalui pelatihan ini, saya pun belajar langkah-langkah praktis untuk:
- Mendaftarkan institusi ke Kelase
- Mengatur profil personal
- Mengatur profil halaman sekolah
- Mengajak pengguna masuk kelase
- Mengelola pertemanan
Pengalaman belajar di Mobile Learning dengan Kelase ini baru saja membuktikan bahwa Kelase merupakan media pelatihan siswa, guru, dan orang tua untuk sama-sama belajar menggunakan media sosial dengan efektif dan efisien.
Sumber Gambar: Kelase.com
Tentu saja dalam menerapkan langkah-langkah praktis ini, kita akan menghadapi tantangan sulitnya mengajak siswa, guru, dan orang tua untuk masuk dalam arena berlatih media sosial ini. Hal ini dikarenakan perbedaan persepsi jejaring sosial yang masih dianggap 'musuh' bagi sebagian siswa, guru, dan orang tua. Selain itu, masih banyak pihak dalam pendidikan yang merasa media sosial ini menyulitkan karena kompleksitas penggunaanya.
Oleh sebab itu, dibutuhkan sosialiasi dan tutorial yang komprehensif dalam penggunaan media sosial ini. Penjelasan tentang manfaat dan relevansi dari media sosial ini perlu dielaborasi detil kepada pihak sekolah, guru, dan orang tua. Mengubah pola pikir lingkungan pendidikan terhadap media sosial memang tidaklah mudah. Perlu penerapan konsisten dan evaluasi berkala dari berbagai pihak. Hal inilah yang saya coba lakukan di ekstrakurikuler Digital Media yang ada di sekolah saya.  Gambar di bawah ini adalah salahsatu kegiatan tutorial yang saya lakukan bersama siswa untuk melatih mereka  menggunakan media digital dengan tepat. Dibutuhkan konsistensi pelatihan media sosial yang spesifik dan jelas bagi siswa. Sampai saat ini, saya pun masih belajar melatih keahlian media sosial ini. Temukan di portal ekstrakurikuler saya di sini : www.digitalmediaclub.weebly.com
Namun demikian, di tengah tantangan yang ada, justru saya semakin bersemangat menciptakan laboratorium pelatihan jejaring sosial di kelas dan sekolah saya bersama Kelase. Saya tertarik untuk mengeksplorasi lebih lanjut mengenai :
- Bagaimana meningkatkan partisipasi aktif dan kolaboratif antara siswa, guru, dan orang tua dalam Kelase: Ketika saya mengajarkan siswa membuat twitter untuk grup bisnis mereka dalam Kewirausahaan, partisipasi aktif siswa masih sangat terbatas. Disini justru saya dengan gencar membuat twitter untuk kelas saya dan memberikan model bagaimana berinteraksi dengan media sosial. Demikian halnya, partisipasi dan kolaborasi siswa yang tepat menjadi PR dalam mengajarkan sosial media di Kelase. Anda bisa follow akun twitternya di @entrepreneurSDH untuk mengeksplorasi berbagai media sosial yang diciptakan di kelas saya.
- Bagaimana Kelase dikolaborasikan dengan penggunaan jejaring sosial lain seperti Facebook, Twitter, Instagram, Google+ untuk mengajarkan siswa menggunakan media sosial lebih bijaksana. Sinergi antara Kelase dan jejaring sosial lain penting untuk dibangun agar siswa pun dapat langsung mempraktekkan penggunaan jejaring sosial.
Akhir kata, lewat sesi 2 dalam pelatihan Mobile Learning dengan Kelase ini, saya menyadari bahwa keahlian jejaring sosial adalah salah satu keahlian penting yang harus diajarkan kepada siswa, guru, bahkan orang tua lewat sekolah. Bergabung dengan Kelase merupakan langkah awal guru, siswa, dan orang tua untuk dapat sama-sama berpartisipasi aktif dalam penggunaan media sosial yang sehat dan tepat guna. Disinilah kreativitas, kesalahan, kekayaan pemikiran kritis, dan berbagai sumber akan berpadu membangun sebuah laboratorium belajar jejaring sosial dalam dunia pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H