Mohon tunggu...
Steve Nathaniel
Steve Nathaniel Mohon Tunggu... Administrasi - hi

hi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Nilai Pancasila dalam Upacara Ngaben

19 Juli 2021   13:53 Diperbarui: 19 Juli 2021   13:54 2929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Banyaknya kebudayaan di Indonesia ini menjadi kebanggaan tersendiri tentunya. Selain unik juga menarik banyak perhatian wisatawan lokal maupun manca negara. Umumnya, jenazah yang meninggal dunia mayatnya akan dikubur. Namun, lain halnya dengan yang dilakukan oleh keluarga Hindu Bali. Ada ritual khusus yang perlu dilakukan untuk mengantar kepergian jenazah untuk selama-lamanya. Nama ritual tersebut adalah upacara ngaben. Upacara ngaben kerap dilakukan dengan begitu megah dengan iring-iringan banyak orang dan hiasan yang megah.

Menurut I Nyoman Singgin Wikarman, kata "ngaben" berasal dari kata "beya" yang artinya bekal. Ngaben disebut juga palebon yang berasal dari kata "lebu" yang berarti tanah (debu). Untuk membuat tubuh manusia meninggal dunia menjadi tanah, salah satunya dengan dibakar. Dalam ajaran agama Hindu, Dewa Brahma dikenal sebagai dewa pencipta yang memiliki wujud sebagai Dewa Api. Sehingga, upacara ngaben disebut sebagai proses penyucian roh dengan cara dibakar agar bisa kembali ke Sang Pencipta. Api tersebut dipercaya sebagai penjelmaan Dewa Brahma dan akan membakar semua keburukan yang ada pada jenazah dan roh orang yang telah meninggal dunia. Upacara ngaben ini dilakukan untuk mempercepat proses kembalinya badan kasar ke sumbernya di alam, yakni panca mahabhuta: pertiwi (tanah), apah (air), teja (api), bayu (udara), dan akasa (ruang).

Menurut Leo Howe dalam The Changing World of Bali, Religion, Society and Tourism, ngaben termasuk sebagai upacara yang mahal sehingga bagi mereka yang memiliki dana cukup harus segera melaksanakannya. Bagi keluarga yang belum memiliki biaya, jenazah biasanya dikuburkan terlebih dahulu. Ngaben bisa dilakukan dalam waktu yang tidak terbatas kemudian setelah keluarga almarhum memiliki cukup dana, baru dilaksanakan upacara ngaben tersebut. Namun, jika yang meninggal dunia seorang pendeta, maka harus segera diadakan upacara ngaben dan tidak boleh menyentuh tanah. Seluruh penghuni banjar harus ikut serta  membantu dalam persiapan. Banyak persembahan yang disiapkan dan berbagai keperluan arak-arakan yang dibuat. Dua hal penting yang harus dibuat adalah bad yang merupakan menara mirip pagoda dengan jumlah ganjil untuk mengusung jenazah dan patulangan merupakan sarkofagus dengan bentuk hewan atau makhluk mitologi tempat jenazah nantinya dikremasi. Bad dan patulangan memiliki ukuran dan bentuk beragam yang menunjukan status sosial almarhum. Sejak tahun 2000-an Bad memiliki bentuk yang semakin unik dengan dipasangi roda agar bisa didorong. Bad beroda memungkinkan prosesi ngaben menjadi lebih sederhana tanpa perlu banyak tenaga dan kelengkapan lain yang menelan banyak biaya.

Upacara ngaben selalu dimulai dengan arak-arakan dengan bunyi gamelan Bali yang ikut mengiringi rombongan hingga sampai ke lokasi ngaben. Lalu masing-masing keluarga membawa foto mendiang. Setelah jasad diaben atau dibakar, sisa abu dari pembakaran dimasukkan ke dalam buah kelapa gading untuk dibuang ke laut atau sungai yang dianggap suci atau kembali ke salah satu elemen yaitu apah (air).

Biasanya, upacara ngaben diikuti oleh ratusan hingga ribuan warga. Namun, saat pandemic Covid-19 ini pemerintah membatasi jumlah warga yang boleh mengikuti upacara ngaben tersebut dengan tujuan untuk mengurangi risiko penyebaran wabah Covid-19.

Nilai -- nilai Pancasila yang diimplementasikan dalam upacara ngaben yaitu :

Sila 1: Ngaben merupakan upacara keagamaan dalam agama Hindu sehingga menganggap bahwa Tuhan itu satu.

Sila 2: -

Sila 3: Masyarakat yang mengadakan upacara ngaben akan melakukan gotong royong dari hari baik hingga upacara dilaksanakan sehingga masyarakat Hindu Bali telah sukses mengimplementasikan nilai Pancasila sila ke-3 tersebut.

Sila 4: Masyarakat tentunya akan melakukan musyawarah dengan kepala desa dan juga orang suci untuk menentukan hari baik serta melakukan kesepakatan untuk memberhentikan segala acara desa, acara banjar dalam hari baik tersebut. Selain itu, penentuan biaya -- biaya juga akan disepakati dalam musyawarah tersebut.

Sila 5: Bali terkenal dengan tingkat kastanya. Namun, upacara Ngaben tidak melibatkan kasta karena semua orang boleh mengadakan upacara tersebut dan berapapun biaya yang dimiliki bisa melakukan acara ngaben ini. Bagi yang memiliki ekonomi menengah kebawah, diadakak upacara ngaben massal yang diadakan satu tahun sekali oleh kepala desa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun