[caption id="attachment_411180" align="aligncenter" width="624" caption="KOMPAS / AGUS SUSANTO Taman Fatahillah di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, dipenuhi warga untuk melepas penat saat akhir pekan, Minggu (11/1/2015)"][/caption]
Betapa senyap kabar berita tentang peringatan "world heritage day " di Indonesia, akhir pekan ini. Momentum warisan budaya dunia pada Sabtu 18 April 2015 seolah samar-samar saja dikenali masyarakat Indonesia.
Marilah berkaca dari negara tetangga, India. Lihat betapa bangga dan antusias mereka merayakan World Heritage Day. Menurut laman ndtv, warga India sukarela melakukan “Heritage Walk”. Rupanya mereka sengaja meresapi ulang nilai-nilai warisan budaya milik India, pada momen istimewa World Heritage Day.
Mungkin pantaslah kagumi India. Betapa sederhana mereka merayakan WHD, sekedar napak tilas warisan budaya, akan tetapi demikianlah cara terdalam guna meresapi makna Hari Cagar Budaya Sedunia. Kita pun seharusnya sedikit saja merasa malu. Jangankan memperingati secara khusus, diskusi kecil pada momentum kemarin apakah sempat berlangsung di beberapa daerah pemilik situs-situs warisan budaya? Jika ada, berminatkah anda meluangkan setengah saja waktu di akhir pekan?
Tapi mengapa selalu WHD lewat begitu saja di negeri kita, betapa sangat disayangkan. Padahal potensi kekayaan heritage Indonesia bisa dibilang paling luar biasa kaya dan luas, bandingkan saja dari milik negara seantero dunia. Ditambah lagi kita ini memiliki banyak waris budaya fisik maupun non-fisik yang terdaftar untuk dilindungi, menjadi bagian utama heritage dunia.
Aah! Betapa beruntung kita ditakdirkan menjejak tanah kaya budaya di bumi Indonesia. Namun betapa malang nasib cagar budaya yang diwariskan oleh para leluhur. Bentuk fisik tak terawat sempurna, ratusan dihancurkan hingga nilainya ikut tergerus. Adapun bangunan yang masih berdiri dan (katanya) dilindungi akhirnya cuma jadi objek wisata atau pajangan cantik. Pengunjung suka-suka mengambil background untuk berfoto-ria, sementara pengelola, investor, dan pihak berkepentingan lain, seakan-akan sedang berjualan ruang wisata. Kalau demikian saja makna cagar budaya kita, sebatas guna hura-hura dan potensi wisata-ekonomi, sungguh memprihatinkan.
Namun demikian ada angin sejuk yang patutlah disyukuri, yaitu pada banyak daerah mulai tumbuh sumbur komunitas-komunitas peduli cagar budaya. Banyak pula aktivis bergerak untuk membangkitkan kepedulian publik pada warisan budaya Indonesia, misal melakukan diskusi publik serta jelajah ke situs-situs bersejarah.
Maka pesan bagi pemerintah pusat dan daerah, dukunglah gerak langkah komunitas pecinta cagar budaya. Juga, tanggaplah pada aneka persoalan warisan budaya dari sabang sampai merauke sana. Lebih lagi perlu dikendalikan secara ketat, selubung kekuatan penghancur heritage dari tangan-tangan para investor atas kepentingan membangun hotel, perumahan mewah, apartemen, dan lain-lain, dengan menyingkirkan wujud fisik bangunan kuno...
Aduh, tapi jangankan mengabaikan investor. Sekedar merawat pun amat sering jadi masalah. Bukan hanya pemerintah, tapi kita sebagai masyarakat. Kita sering menjadi penikmat, tapi enggan merawat. Banyak pula orang malas menjaga kebersihan, tak heran banyak sampah dibuang sembarangan di lokasi wisata sejarah, salah satunya di Kota Tua.
Akhirnya, jika Anda salah satu orang yang berpikir kalau kekunoan, tak sesuai jaman modern, dan tak patut untuk lestari, buang jauh-jauh anggapan tersebut. Sebab cagar budaya kita terlalu berharga untuk disepelekan apalagi dijual. Perjalanan bangsa ini ada di sana, dan tidak akan lagi bisa terulang serupa, hingga kapan pun.
Jadi, apakah makna World Heritage Day, untuk Indonesia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H