[caption id="attachment_411108" align="aligncenter" width="300" caption="dok.pribadi"][/caption]
Untuk Y.B. Mangunwijaya;
Pada suatu pagi ada matahari
yang berjumpa dengan jiwa-jiwa tanpa lentera
#
merapat dan meratap gubug-gubug sunyi
wajah-wajah berkelabu awan lara
menanti matahari, semata hati Mangunwijaya
kembara cahaya kecil menyusur jalan raya,
pada jembatan orang melintas-lintas
menurun jembatan orang terhempas-hempas
#
Adalah pria matahari bermata suluh amanat
membasuh diri dengan banyu keruh
banyu pencuci berpuluh alas kaki lusuh
Ia pun tidur dalam renjana purnama
demi kibas-kibas duka durjana...
#
Demikian risalah matahari semata nurani
Mangunwijaya...
menjadi biduk hunian reyot pinggir Kali Besar,
berpagar senyap jelata risau
mengekalkan masa huni pesisir Kali Besar itu
olehnya gubug temaram menembok keras dan nyala
tiada kata tunduk digegarkan tangan besi
lalu pintu-pintu nyanyi jiwa, merupa kehendak merdeka…
lalu kembara cahaya kecil bocah-bocah Kali Code…
menjadi buku. menjadi bahasa. menjadi ilmu.
#
dan manakala matahari dibenam petang
wajah-wajah merunduk sendu
burung rantau pun bermunajat gamang
sbab kala sayap-sayap meronda nilam senja
berpulanglah Ia pada keabadian;
“Adalah dirimu Pria Matahari,
yang mengoyak sekat-sekat pengadu
yang memanusiakan manusia
…Y.B. Mangunwijaya….”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H