Mohon tunggu...
Rosalia Fergie Stevanie
Rosalia Fergie Stevanie Mohon Tunggu... Penulis - penulis

Dunia Tanpa Sekat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kau Bukan Tuan. Kami Bukan Hamba....

18 Juni 2014   01:30 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:19 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

“Aku sungguh tak ingin larut dalam buai istana hangat, sementara di luar sana engkau tertatih-tatih mencariku yang tidak lagi berminat menyeka peluh dan mendengar keluhmu.”

Tuan, pada suatu ketika, sampailah ke pelataran hatimu kabar berita tentang kota-kota tanpa kawalan. Menahun sudah, sakit akut. Bertumpuk-tumpuk kepungan beton, namun sarinya menguap menuju kantong-kantong segelintir manusia tamak!

Betapa sesak para penghuni, tersengal-sengal oleh butiran debu bercampur aduk udara terik, serta letup-letup polutan, sementara burung-burung pergi-pulang bawa kabar jika mereka kehabisan ranting tenunan sarang

Meranggas...

Sampai kapankah dia yang rapuh akan terus menjerit kesakitan? sementara di bawah cahaya gemerlap, para perampok dan penikmat nista sedang pesta-pora!Mereka makan daging busuk hasil jarahan serta mencicip tuaian bergizi, berkah Tuhan untuk negeri tanah subur yang separuh penghuninya masih terlilit lapar!

Apakah mereka ini pernah bercermin, betapa buruknya rupa-rupa culas yang menengok ladang-ladang uang, bermimpi manis di atas kursi malas, lalu pulang dari gedung-gedung bertingkat tanpa menoleh pada anak dan tua renta yang berkubang lumpur di luar mobil super mewah?

Tetapi, Tuan!

Mungkin saja engkau adalah jawab dari risau yang terlampau memuakkan….

Sebab saat senja meredup dalam gulita, kau segera tiba disana, menyemat harap sebab kau genggam cermin serta suluh sambil berucap janji;

”Jiwamu yang remuk redam adalah kerinduan bagi ragaku. Aku damba melukis keindahan di wajahmu, damba jadi pelindungmu. Tapi tolong ingatkan dan tamparlah aku, jika suatu saat menjadi lalai serta abai. Aku sungguh tak ingin larut dalam buai istana hangat, sementara di luar sana engkau tertatih-tatih mencariku yang tidak lagi berminat menyeka peluh dan mendengar keluhmu.”

Dan aku girang, Tuan, jika hatimu tetap dalam ikhlas tuk membalut diri dengan pesona-pesona kearifan

Sungguh engkau bukanlah Tuan Raja dan kami bukan Hamba, engkau bukan penguasa atau pemimpin tiran dan kami bukan manusia terjajah. Kau juga bukan pemilik kesempurnaan dan kami tidak ingin memujamu lebih dari apapun….

Sebab ketika engkau berdiri di garda terdepan, pijak kakimu adalah kesejatian sukacita sahabat bagi orang banyak. Sahabat yang sanggup melunakkan kekerasan hati sambil mengubur bibit-bibit permusuhan, membuka sekat-sekat tajam, melumpuhkan kemarukan, membuka jalan-jalan pencerahan yang memerdekakan setiap insan….

Ingatlah, jika mereka yang disebut Raja selalu memiliki istana beserta singgasana nyaman untuk berdiam dan berlindung setiap waktu….

Mereka yang dianggap pemimpin mampu membangun dinasti kuasa, dan bisa sewaktu-waktu mencabik hak asasi manusia jika nurani mengeras dalam tangan besi yang memperkokoh rezim tiran tanpa kompromi….

Tetapi…

Jika engkau melayani sebagai sahabat, hendaklah dirimu selalu penuh sukacita, kapanpun tinggalkan nyaman tampuk kuasa, beradalah di tengah kami yang butuhkan runtutan perhatian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun