Mohon tunggu...
Tj Saja
Tj Saja Mohon Tunggu... -

warga negara yang ingin melihat indonesia terus berubah ke arah yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Benci tapi Rindu", Sikap Pers terhadap Pemerintah Versi SBY

9 September 2014   18:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:12 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hubungan antara pers dengan pemerintah sering disebut “Love and hate Relationship” Siapapun yang menjadi presiden akan merasakan situasi dari dua kutub tersebut. Namun kebebasan pers tetap harus dijamin sebagai pilar kematangan sistem demokrasi dan menjadi hadiah manis bagi rakyat. Pers yang kritis itu baik, namun tidaklah perlu menebarkan rasa kebencian di kalangan rakyat kepada pemimpinnya, karena bagaimanapun juga pemimpin bangsa sejatinya telah berusaha yang terbaik untuk rakyat, Hal ini disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadiri acara peluncuran buku “SBY dan Kebebasan Pers” di Grand Hyatt, Jakarta, Jum’at 5 september 2014 lalu

Kemerdekaan pers adalah pilar demokrasi, yang penting untuk membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Upaya berkesinambungan untuk menjamin terbentuknya pemerintahan yang kuat dan bersih telah lama menjadi agenda besar di Indonesia.  Selama Sepuluh tahun memerintah,  Presiden SBY tak pernah lepas dari kritik pers. Meski kadang kritik yang dilontarkan kurang proporsional atau bahkan bersifat menghina, namun Presiden tetap memilih untuk dekat dengan pers. “Jangan lupa, dulu saya juga salah satu pelaku sejarah untuk sebuah kemerdekaan pers di awal reformasi kita, tahun 1998, 1999, juga 2000 baik dalam kapasitas saya sebagai pelaku reformasi internal TNI dan juga dalam konteks reformasi secara nasional” Ucap Presiden SBY.

Malam itu, Presiden SBY menghadiri peluncuran buku karya komunitas pers Indonesia. Buku ini berisi testimoni 32 tokoh pers, komunitas dan pelaku bisnis media tentang sikap, komitmen dan kiprah Presiden SBY terkait kebebasan pers selama ini. Peluncuran buku yang diedit oleh Agus Sudibyo ini sekaligus menjadi momentum silaturrahmi pers nasional. Presiden SBY menyampaikan bahwa, Pers sangat berperan penting dalam upaya mematangkan demokrasi. Pers juga berperan dalam menjaga tegaknya hukum, karena itu kebebesan pers haruslah kebebasan yang bertanggungjawab, karena insan pers sendiri tidaklah kebal hukum, manakala isi pemberitaan ternyata tidak benar atau mengandung fitnah yang merugikan hak asasi individu tertentu, maka pers juga harus berhadapan dengan tangan-tangan hukum. Presiden SBY juga mengatakan bahwa rakyat menginginkan informasi yang benar dan berkualitas.  Selain terikat dengan kode etik jurnalistik, pemberitaan media juga harus berangkat dari niat baik, akurat, berkualitas, obyektif, serta adil dan berimbang.

Dalam acara peluncuran itu, Presiden juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada pers atas kontrol dan kritik yang ia dapatkan dari pemberitaan. Bagi Presiden hujan kritik adalah resiko yang harus dihadapi seorang pemimpin bangsa. Pemimpin yang pantang dikritik tidak akan mampu bertahan karena rakyat tak akan mau menerimanya. Selanjutnya Presiden juga menyampaikan keperduliannya terhadap independensi pers dari hegemoni pemilik modal. “Kontrol kekuasaan terhadap pers sebagaimana yang berlaku dalam sistem pemerintahan otoritarian itu buruk, sama buruknya dengan kontrol pemilik modal terhadap pers” ucap Presiden SBY.

Pers Indonesia harus menjunjung tinggi prinsip obyektifitas dan keberimbangan dalam rutinitasnya menyajikan informasi bagi publik. Presiden berpesan agar pers turut serta menjaga dan mematangkan demokrasi kita. Bila dahulu dalam agenda reformasi jilid pertama, Indonesia berjuang untuk menghilangkan kontrol negara dan kekuasaan terhadap pers, maka kini menurut Presiden tiba saatnya untuk berjuang menjaga kemerdekaan pers dari kontrol pemilik modal.  Pers seharusnya benar-benar menyuarakan suara rakyat, dengan demikian pengambilan keputusan pada tingkat negara dan pemerintahan juga akan memperhatikan aspirasi rakyat itu. Pemberitaan buruk yang berlebihan hanya akan merugikan negara karena ia menghambat investasi. Pers juga harus berhati hati untuk menghindari terjadinya trial by the press, “inilah yang kita mesti beresi dan ini tugas kita semua, tugas pers, tugas seluruh rakyat untuk memastikan kehidupan pers yang sehat dan dinamis” ujar Presiden SBY malam itu.

Memang tulisan ini banyak mengutip kata presiden kita, kata pak SBY, tentunya bukan hal yang salah bila kita mencermati apa-apa saja yang beliau ucapkan di hadapan publik, di dalam sebuah acara dimana didalamnya hadir juga para insan pers dengan telinga-telinga tajam mereka. Bagaiamanpun juga kita membutuhkan sosok pemimpin seperti dia. Tanpa keberanian seorang pemimpin dalam mengambil keputusan yang mewarnai arah laku bangsa,maka kemajuan bangsa hanya akan menjadi ucapan di dalam baris buku dan teks-teks bahan kuliah yang menjemukan. Kecenderungan manusia adalah melihat kepada hal yang buruk saja,betapapun baiknya suatu hal,manusia cenderung mencari-cari sisi buruknya,sisi gelapnya dan kemudian mencerca bagian yang terang. kebiasaan buruk itu telah mendarah daging,terutama di kalangan masyarakat yang selalu pesimis,nyinyir dan sinis terhadap laku pembangunan negeri ini.

Saya bukanlah pemuja SBY, hanya di akhir masa pemerintahannya ini, ada sedikit rasa ngeri menyelinap dalam benak, bagaimanakah gerak bangsa ini ke depan. mencermati rencana Jokowi dalam ucapan-ucapannya yang cenderung menggampangkan segala sesuatu. sikap menganggap sepele sebuah persoalan nyata jelas dalam gayanya. sedangkan Indonesia baru saja menapakkan kakinya di pelataran depan sebuah bangun kemajuan. kita baru saja diakui sebagai negara yang lepas dari jerat label "negara berkembang" dengan segala masalah sosial-politik-ekonomi yang melilit bangsa ini seperti penyakit kanker parah, sulit mengatasi korupsi disana sini,sulit mengatasi ketimpangan sosial di mana-mana. membangun disini salah, membangun disana juga dianggap salah. Wilayah Indonesia demikian luasnya, tidaklah mungkin dibangun merata, seimbang dan adil hanya dalam tempo sepuluh tahun, tentulah membutuhkan waktu yang lebih panjang lagi. Bagaimanapun langkah harus diayun, pembenahan harus dimulai,pembangunan harus dijalankan, step by step sedikit demi sedikit, pulau demi pulau hingga nanti sekian puluh tahun mendatang, keberimbangan kemajuan ekonomi di wilayah Indonesia dapat dirasakan. Namun tentu hal tersebut sulit dicapai bila langkah membangun selalu dicerca, pemikiran untuk memajukan negeri selalu dibantai di parlemen. Banyak orang yang lebih mengutamakan kepentingan politik sesaat dan kantong pribadinya dibandingkan kepentingan rakyat yang sesuangguhnya dalam konteks jangka panjang.

kini, kembali ke soal kebebasan pers, mari kita cermati alangkah berbeda jauh,alamnya sepuluh tahun ini,dibandingkan masa sebelumnya. Tentu kita dapat merasakan betapa pers dapat lebih mandiri menentukan isi pemberitaannya,bahkan hingga ditunggangi habis habisan oleh kepentingan politik pemilik modal. Dalam kondisi yang tidak sehat (hegemoni pemilik modal terhadap isi pers) pun, presiden SBY tidak pernah mengganggu pers, tidak menegur keras,menyurati,ataupun melakukan intimidasi sehalus apapun itu. Ia selalu punya cara yang smart menghadapi kenakalan pers. semua tetap berjalan dalam koridor peraturan dan perundangan undangan yang berlaku sesuai konteks sistem demokrasi, yang menjamin kebebasan pers dan mengutamakan rule of law.

manis sekali istilah yang dipilih Presiden SBY malam itu "Love and hate relationships" untuk pers dan pemerintah RI, mengapa tidak ia gunakan jargon "watch dog" atau "pers adalah pilar ke empat demokrasi" atau "pers adalah pengawas implementasi kebijakan publik", tetapi cukup dengan frase romantis,menggigit,dan mengundang senyum "Love and hate".***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun