Mohon tunggu...
stereohype
stereohype Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tentang Cin(t)a

8 September 2009   11:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:45 1105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah membanjirnya film-film dengan genre horror tanggung yang meraih penonton dengan mengandalkan adegan-adegan vulgar yang disamarkan secara tanggung juga sebagai seni, muncullah sebuah film, yang dengan durasi yang cukup singkat dan punya skenario berat namun tetap memiliki selera humor. Ditambah dengan pengaturan adegan dan pencahayaan yang mengajak penontonnya untuk merenung. sebuah film dengan tema kontroversial dan berani namun disampaikan dengan manis.

Inilah Cin(t)a...

Dari sejak mengetahui keberadaan film ini sampai melihat trailernya yang cukup provokatif, saya mencoba untuk menonton film ini dengan harapan yang tipis seolah tidak ingin terbawa dengan pendapat media dan orang sekitar saya. Saya mencoba untuk melihat kelebihan film ini dari 3 hal yaitu dialog, kenyamanan, dan karakter.

Buat saya, yang namanya karakter itu penting, karena akan menentukan untuk saya mengerti keseluruhan film dan menurut saya sutradara Cin(t)a berhasil untuk mengeluarkan karakter Cina dan Anissa dari skenario ke Film. Karakter Annisa dan Cina, 2 tokoh utama dalam film ini menurut saya jelas terlihat. Annisa sebagai seorang wanita yang menjadi rapuh karena masalah keluarga, kuliah, serta kehidupan pribadinya bertemu dengan Cina yang optimis, sombong, dan agak sarkastis. Banyaknya adegan diam yang hanya diisi dengan ekspresi wajah dan lagu yang menampilkan suasana yang merenung memang membuat saya harus berpikir cukup keras memahami perubahan karakter Cina yang berubah drastis.

Cin(t)a mengambil latar belakang tahun 2000, dimana terjadi pemboman di beberapa gereja di Indonesia. masa-masa yang kritis untuk kerukunan beragama di Indonesia. Dialog dalam film memang lebih terpusat kepada pandangan kedua karakter utama terhadap agamanya, agama pasangannya serta kehidupan di sekitar mereka, dan juga tentang keadaan mereka.

Untuk kenyamanan menonton, film ini cukup menyenangkan untuk ditonton dan juga memiliki kalimat-kalimat yang mengajak kita untuk berpikir. Setiap dialog yang serius terkadang diselingi dengan humor dan adegan-adegan tak terduga. Dalam beberapa hal, saya merasa bahwa adegan-adegannya melompat-lompat dan endingnya yang menurut teman saya indie banget (dia maniak film indie, saya berpikir bahwa ending film ini cukup realistis)

Overall, Film ini layak untuk ditonton dan saya harap semua orang bisa menikmatinya, dan para pembuat film horror tanggung dan american-pie-wannabe itu segera bertobat dan mulai membaca lagi buku-buku tentang filosofi film.

Intinya,saya menikmati menonton film ini. Karena skenarionya yang berani, karakter yang jelas, dan soundtrack yang mendukung.

Oke, juga karena Saira Jihannya. saya tidak menyangka ia secantik itu.

Selamat menonton!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun