Mohon tunggu...
stereohype
stereohype Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Road To RI 1". Reality Show Termahal di Indonesia

28 Juni 2009   21:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:00 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu Calon Presiden RI sudah dekat, genderang perang telah dinyalakan bahkan sebelum kampanye dimulai, perang opini dan pernyataan terus-menerus mewarnai hidup rakyat diberbagai media, mulai dari media radio, koran, majalah, dan yang terpenting, media televisi sebagai media audio visual terkuat yang digunakan para capres untuk kampanye dan pembentukan image mereka.

Mega Pro Rakyat dengan kombinasi oposisi yang kurang seimbang, dipadu dengan visi misi ekonomi kerakyatan yang sebenarnya belum terlalu jelas dan makin lama makin kabur definisinya serta Megawati dengan kenyinyirannya namun sudah bisa dipastikan akan lebih banyak diam ketika dia terpilih dan memerintah 5 tahun mendatang. Sinis?ah sudahlah kawan, apa yang kita bisa harapkan dari kombinasi barisan sakit hati?Tapi kontrak politiknya cukup lumayan, tapi bisa disiasatilah kalau sewaktu2 ditagih rakyat, toh penjagaan untuk RI 1 cukup kuat kok.Lagipula jika Bu Mega segitu bagusnya, masa sih dia kalah sama "anak baru" pada pemilu 2004 lalu? Open your eyes, Madam!

SBY Berboedi dengan kesantunan yang dibalut ketegasan. Lamban, namun penuh perhitungan. Reaktif justru pada isu2 tak berguna. Maksudnya, terprovokasi oleh hasutan anggota DPR yang diskors dan melempar isu perkawinan bawah tangan yang belum jelas kebenarannya? Okelah SBY bisa menyangkal kelambanan itu ribuan kali, tapi dia memang lamban kan? dan dipadu dengan Boediono yang sudah jelas terlihat sama halusnya dengan SBY? dan jingle iklan mengikuti jingle mi instan?  Apa tidak ada seorangpun yang mengerti konsep HAKI di tim suksesnya, paling tidak etika politik lah..

JK-Wiranto. Lebih Cepat Lebih Baik. sebuah pengaturan image baik dilakukan oleh Jusuf Kalla, bisa menjadi pilihan yang baik, seandainya cawapresnya bukan Wiranto. Ayolah tuan Jenderal, mungkin anda bukan yang menembak, tapi anda bertanggung jawab pastinya atas komando pada waktu itu.Mengakulah dan jangan terlalu sering mengelak!
JK menggunakan formula yang digunakan SBY pada waktu itu, Jika SBY di masa pemerintahan Megawati bertindak sebagai korban yang akhirnya dielu2kan rakyat yang bosen dengan kebisuan Megawati. Maka JK lahir dari kelambanan respon SBY terhadap isu2 kritis terutama yang berkaitan dengan kehiduapan rakyat. Namun pasangan ini sebenarnya hanyalah mengandalkan respon yang terlihat cepat. Namun, respon cepat dengan strategi tepat berbeda jauh tuan capres yang terhormat, anda tidak bisa menjadi RI 1 hanya dengan mengandalkan respon cepat (yang sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai komentar dan konferensi pers terselubung) dan sepatu Cibaduyut anda saja,okelah makan nasi aking cukup mengharukan dan bolehlah sebagai terobosan.

Diluar kerlap-kerlip kampanya yang semarak, ada beberapa hal yang sebenarnya bisa menjadi catatan, terutama bagi para tim sukses capres.
Pertama, Pilpres memang lebih mudah dari pemilu legislatif, baik bagi pemilih maupun bagi panitia penyelenggara pemilu nanti. Paling2 yang jadi masalah DPT lagi, tapi ini bukan berarti KPU bisa bersantai ria, ratusan perkara pemilu legislatif yang diajukan ke MK menjadi bukti tak terbantahkan banyaknya kesalahan penanganan dalam penyelenggaraan pemilu legislatif lalu yang sebaiknya jadi evaluasi penting KPU nanti.

Kedua, di media kita melihat makin tingginya angka golput, terutama pada kalangan intelektual muda seperti mahasiswa atau pelajar. Semua hasil debat dan iklan yang memuat janji2 capres-cawapres seolah tidak menggoyahkan kekecewaan mereka akan sebuah sistem. Sayangnya kawan, golput hanya mencapai paling banyak 45% dari jumlah pemilih, itupun belum pasti benar tidaknya, dan terbukti sasaran kampanye memang bukan pada kalangan intelektual, tapi pada kalangan rakyat kecil yang mudah terbuai janji2 dan kecap2 manis capres-cawapres . Paling tidak suara2 dari pemilu legislatif yang diramalkan akan gagal karena tingginya angka golput tidak terbukti, tapi memang imbasnya kita seperti membeli kucing dalam karung. Tak terbayangkan kualitas wakil rakyat seperti apa yang kita pilih kali ini. Semoga tidak seburuk periode lalu. Oia, sekedar saran, kalau mau golput, lakukanlah dengan benar, datang ke TPS ambil surat suara, lalu lakukan sesuka kalian untuk menidaksahkan suara kalian. Kenapa?supaya tidak ada surat suara kosong yang akan dimanfaatkan oknum2 tak bertanggung jawab. Oia, dan bagi kalian para intelektual muda yang bangga dengan rencana golput kalian dan juga bangga karena tidak mudah terbuai dengan iklan2 televisi para capres-cawapres kita,ada 2 hal yang ingin gw sampaikan. Pertama,  salut atas kekritisan dan kejelian kalian. Kedua, sayangnya, kepintaran kalian sudah diketahui para tim sukses dan mereka juga tahu jumlah kalian cuma sedikit. jadi?ayolah, media bukan hanya milik intelektual kan? paling tidak selama seseorang bisa baca tulis sudah cukup.Bukan intelektual pintar sasaran tim sukses, tapi orang-orang yang mudah terbuailah sasaran mereka, dan itu banyak di negara kita.

Ketiga, ini yang paling penting.
Dalam memilih capres, tidaklah mendidik apabila kita memilih capres atas dasar iklan ataupun debat capres cawapres, okelah itu bisa memberi bayangan, tapi semua bentuk kampanye capres cawapres seharusnya menjadi sebuah pelengkap dari sebuah perangkat kepemimpinan seseorang dan kepemimpinan itu adalah pengalaman serta rekam jejak seorang capres. Bagaimana mereka menghadapi keluhan rakyat atas sebuah kebijakan yang menyusahkan rakyat dan solusi yang tepat guna apa yang mereka berikan, dan juga dimana posisi mereka ketika terjadi kejahatan dan kriminalitas HAM di masa lalu, bagaimana pula mereka merespon ancaman terhadap kedaulatan negara dan bagaimana mereka menolak invasi asing yang terus menerus mengeruk tanpa ampun potensi ekonomi Indonesia. Rekam jejak itu tanda, dan sangat nyata. Tapi ya itu, sialnya sebagian besar rakyat kita memang masih mudah terbuai dengan janji2 yang tidak jelas dan "kemasan" cantik capres cawapres. Sebagai rakyat kita mestinya hafal dengan tabiat pemerintah, kepiawaian mereka dan jurkam mereka dalam acara2 debat atau talkshow di televisi menujukkan betapa melimpahnya peluru dan perisai2 tak terlihat yang mereka miliki manakala bom2 molotov berisi jeritan hati rakyat dilemparkan sebagai tanda kekecewaan atas janji2 yang lagi2 tak ditepati.

Keempat, Politik itu bukan masalah bersih atau kotor. Politik itu soal kekuasaan. Yang abadi ialah kepentingan. Masih segar dalam ingatan gw bahwa sekitar 4 bulan lau setiap parpol menyodorkan tokoh2nya dan jasa2nya di pemerintahan, masing2 punya kritik masing2, dengan kecap2 yang berbeda tentunya. Tapi begitu pemilu legislatif usai? semua kalang kabut mencari lobi untuk mencari perlindungan. Yang memilih berkoalisi dengan Demokrat boleh jadi gigit jari, Boediono bukanlah calon yang diusung parpol2 yang berkoalisi pada waktu itu. Sayangnya SBY memang punya pilihan tersendiri. Sedangkan perjuangan Gerindra dan Hanura berbuah manis, Parpol baru tapi sudah digaet partai besar untuk jadi cawapres. Paling tidak, sekarang Megawati punya seseorang untuk jadi jubir apabila dia membuat kebijakan yang tak populer.Prabowo cukup punya kemampuan komunikasi yang bagus, tapi2 Megawati harus hati2 juga, jangan2 Prabowo nantinya akan seperti JK. Menyalip perlahan, dan menikung tajam tiba2. Siapa yang tahu?

Pada akhirnya pilpres tinggal hitungan waktu, manuver2 tim2 kampanya akan semakin sengit. Pasar2 akan semakin sering dikunjungi, jamuan makan malam terselubung akan lebih sering digelar, dan pemuka partai akan lebih sering tersenyum. Inilah reality show termahal di Republik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun