Mohon tunggu...
Stephanie Tandean
Stephanie Tandean Mohon Tunggu... -

Penulis Bebas || twitter @stepitandean || Saya masih belajar, iya, kita semua masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tuhan, Mengapa Impianku Tak Juga Terwujud?

22 April 2014   23:10 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:20 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap dari kita tentu memiliki keinginan dan impian yang besar. Dalam perjalanannya tentu kita akan merancang rencana-rencana matang demi terwujudnya impian itu. Disaat impian itu sudah menggebu, ibarat air telah mencapai titik didihnya, dan kita hanya tinggal ‘mengeksekusi’ rencana tersebut. Tapi kenapa secara tak sadar, hingga detik ini impian itu tak berwujud? Pernahkah Anda mengalami yang demikian? Atau mungkin saat ini Anda mengalaminya?

Sebuah pertanyaan klasikmungkin akan kita lontarkan kepada-Nya. “Tuhan, kenapa mimpiku hingga sekarang tak juga terwujud? Tuhan, berikan aku kemudahan jalan untuk menggapai mimpiku? Tuhan, apa yang salah dengan diriku ini? Tuhan, berikan aku kesempatan lagi untuk mimpiku. Tuhan, kenapa waktu begitu cepat berjalan?”. Kita senantiasa menyebut nama “Tuhan… Tuhan... dan Tuhan”. Tapi mari kita lihat ke dalam, mengevaluasi diri kita sendiri.

Bicara sebuah rencana (plan), kita akan bersinggungan dengan aksi (action). Karena perencanaan tanpa sebuah aksi sama halnya tong kosong berbunyi nyaring. Kalau orang Jawa menyebutnya “kakean omong”. Nah, kebanyakan Sang Pemimpi terjebak dalam periode ini, periode dimana kita sebenarnya hanya tinggal Do It. Di periode awal rencana kita bisa dibilang rajin dalam menjalani tahap-tahap rencana yang disusun. Kenapa? karena semangat kita ‘masih’ menggebu-gebu. Pada periode tengah, aksi kita ‘angin-anginan’. Kadang jalan, kadang enggak. Sehari jalan, seminggu enggak. Bukan begitu? Coba jujur dengan diri sendiri J Jadi jelas, menyusun mimpi harus dijalani secara konsisten. Rencana yang kita susun menjadi sangat berantakan ketika kita tidak melakukannya secara konsisten.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa memulai itu lebih sulit daripada mengakhiri. Bisa kita amini pendapat ini. Memang umumnya masalah yang sering terjadi adalah sulitnya kita untuk memulai satu langkah awal. Ehm, bukan ‘sulitnya’ sih, tapi ‘malasnya’ JTidak ada hal yang sulit, semuanya bisa didapatkan. Namun, ada dinding besar yang menjadi penghalang ini semua. Apa itu? Ya jelas kemalasan. Kalau ada apotek yang menjual obat ‘penghilang rasa malas’ tentu apotek itu akan diserbu pembeli. Karena memang kemalasan menjadi musuh terbesar dalam diri manusia. Kita sadar itu. Sayangnya tidak ada apotek yang menyediakan obat ‘penghilang rasa malas’, karena obat penghilang rasa malas adalah kemauan dari diri kita sendiri.

Seperti yang sudah disinggung diatas mengenai periode semangat. Periode awal kita menggebu, periode tengah kita mulai melempem dan parahnya tak sadarkan diri, serta di periode akhir hanya penyesalan yang kita dapat. Ini mengindikasikan bahwa niat yang kita miliki masih setengah-setengah, nggak full.

Hati-hati di periode tengah, ketika malas dan bosan menyerang, kita menjadi mudah ‘disetir’ oleh nafsu buruk diri sendiri. Karena perasaan malas yang muncul, kita meninggalkan rencana yang sudah matang dan malah fokus dengan hal lain. Padahal tujuan utama belum selesai dan belum dicapai. Sering seperti ini? Solusinya hanya satu: kendalikan diri sendiri! Lawan! Paksa! Kita adalah sopir atas diri kita sendiri.

Terakhir, Sang Pemimpi sering membayangkan dirinya saat ini telah menggapai mimpi itu. Ada baiknya, ada buruknya. Namun, menurut pengalaman pribadi, hal inilah yang memperburuk keadaan. Kenapa? Karena dengan sering membayangkan mimpi itu seakan saat ini sudah kita genggam, kita menjadi mudah meremehkan usaha kita. Imajinasi itu akan terbawa pada dunia nyata. Secara tak sadar kita akan berfikir “ah, gampang kok ngedapetinnya (mimpinya)”. Helooo.. ingat, gimana gak gampang, itu kan di dunia khayal? Imajinasi.. Semua orang juga bisa men.

Kalau hal ini berlarut dan berlanjut, maka periode terakhir akan kita dapatkan. Apa itu? Periode bengong. Kayak orang habis bangun tidur. Apalagi tidurnya melebihi batas normal. Ya semacam itu. Lupa sekarang jam berapa? Hari apa?. Di periode ini juga kita akan sering menyalahkan keadaan, dan parahnya menyalahkan diri sendiri secara berlebihan. Merasa diri kita ini bodoh, dan meronta-ronta kepada Tuhan untuk dikembalikan ke waktu yang lalu. Ingat, satu dari tiga hal didunia ini yang tidak bisa kembali adalah WAKTU. Kita bisa mengembalikan triliunan rupiah uang yang hilang, namun kita tidak akan bisa mengembalikan waktu yang hilang, walau sedetik saja. Tidak akan bisa.

“Untuk mewujudkan mimpi, jangan pernah membayangkan sukses-sukses besar yang mungkin akan diraih, lebih penting untuk kita menyusun sukses-sukses kecil yang akan diraih”. Begitulah quote seorang Oprah Winfrey.

Kesimpulannya, ada tiga hal mengapa hingga detik ini mimpi kita tak juga terwujudkan:

1. 1. Tidak konsisten

2.2. Niat yang masih setengah-setengah

3.3. Terlalu membayangkan sukses, melupakan proses (action)

Jangan menyalahkan impian. Tidak ada yang salah dengan impian kita. Tidak ada istilah mimpi yang terlalu besar atau muluk-muluk.

Semoga tulisan saya ini bermanfaat. Yang saya tuliskan adalah bagian dari refleksi saya sendiri. Jika Anda memiliki pendapat dan tambahan silahkan berkomentar. Mari menjadi manusia yang saling melengkapi. Tak ada gading yang tak retak. Tak ada mimpi tanpa usaha. Dan tak ada usaha tanpa kemauan. Terakhir, saya mohon doanya untuk impian saya yang masih saya pendam hingga saat ini. Menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesamanya adalah kewajiban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun