Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masihkah Kita Meremehkan Keseriusan Dosa?

17 Agustus 2018   05:14 Diperbarui: 24 Agustus 2018   00:01 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana hal di atas dapat dijelaskan? Pertama, semua kebaikan yang dilakukan manusia di luar Kristus adalah kebaikan relatif. Yesus mengakui bahwa orang berdosa dapat berbuat baik kepada orang lain, walaupun kasih itu terbatas pada orang lain yang berbuat baik kepada mereka (Mat. 5:46-47; Luk. 6:33). Seorang ayah dapat mengasihi anaknya meskipun tanpa kelahiran baru dari Roh Kudus (Mat. 7:11; Luk. 11:13). Orang-orang Farisi juga berbuat kebaikan (Mat. 6:2, 5, 16).

Kebaikan di atas disebut relatif karena tidak diukur berdasarkan standar tertentu yang mutlak. Jika diukur dengan standar ilahi yang mutlak, kesalehan itu hanya seperti kain kotor (Yes. 64:6). Perbuatan baik yang sesungguhnya hanya tentang hal-hal yang dilakukan dari iman yang benar (Yoh. 15:5; Rom. 14:23; Ibr 11:6), sesuai dengan hukum Allah (Im. 18:4; 1Sam. 15:22; Ef. 2:10), untuk kemuliaan Allah (1Kor. 10:31) dan tidak didasarkan pada opini atau pemahaman manusia (Ul. 12:32; Yes. 29:13; Yeh. 20:18-19; Mat. 15:7-9). Dari definisi ini terlihat dengan jelas adanya perbedaan antara kebaikan relatif (menurut pandangan manusia) dan kebaikan mutlak (menurut standar Allah). Kebaikan yang sesungguhnya hanya bisa terjadi jika didasarkan pada iman yang benar, sesuai dengan hukum Allah, dan dilandasi motivasi untuk memuliakan Allah, serta tidak didasarkan pada opini atau pemahaman manusia yang terbatas.

Kedua, Allah tetap memberikan anugerah umum kepada sesama manusia. Allah menjaga mereka melalui hukum moral dan hati nurani (Rm. 2:14-16). Allah juga memakai hukum dan pemerintah untuk meminimalisasi kejahatan dalam dunia (Rm 13:1-7). Dalam kasus-kasus tertentu, Allah bahkan langsung berintervensi dalam hati manusia, misalnya kebaikan Raja Koresh yang mengizinkan bangsa Yehuda pulang ke negeri mereka (2Taw. 36:22).

Masihkah tersisa harapan bagi manusia? Dengan usaha mereka sendiri, harapan sama sekali tidak ada. Tidak ada keinginan mencari Allah. Ditaklukkan oleh Iblis. Dikuasai oleh natur yang berdosa. Sulit membayangkan keadaan yang lebih parah daripada ini. Paulus tidak mengatakan bahwa dosa hanyalah sesuatu yang terjadi di luar. Sesuatu yang terjadi di luar disebabkan karena ada sesuatu yang terjadi di dalam, yaitu natur manusia yang berdosa. From original sin to actual sins.

Makan adalah sesuatu yang baik. Tuhan sediakan makanan untuk kita. Namun manusia menjadi rakus dan tamak. Makan yang mahal, makan yang enak, tanpa peduli dengan orang lain yang kelaparan dan kemiskinan. Uang adalah sesuatu yang baik, itu adalah penemuan manusia yang luar biasa supaya interaksi komersial antar manusia bisa berjalan dengan baik. Namun karena natur manusia yang berdosa, kita menjadi hamba uang. Seks adalah sesuatu yang kudus. Itu adalah anugerah Allah yang dinikmati dalam konteks pernikahan yang sah. Namun karena natur manusia yang berdosa, karena mati di dalam dosa, karena dikuasai oleh Iblis, maka manusia menyalahgunakan seks. Apapun yang baik, akhirnya di tangan manusia menjadi tidak baik.

Dari natur yang berdosa, kita tidak bisa berharap banyak keluar sesuatu yang baik (bdk. Mat. 7:17-18). Manusia bukan hanya berdosa, tetapi dosa kita begitu parah. Kita mati di dalam dosa, kita dikuasai Iblis, kita memiliki natur yang berdosa. Tidak ada manusia yang bisa mengatasi persoalan ini sendiri. Kalau memang dosa sebegitu parahnya, maka kita seharusnya sadar dan berteriak seperti Paulus dalam Roma 7:24. Tidak ada satupun di antara kita yang tidaki berdosa. Bahkan orang yang kelihatannya paling baikpun di antara kita, kalau dia paham apa itu dosa, maka dia paham bahwa dia adalah orang yang berdosa. Namun kita bersyukur karena dosa bukan akhir dari cerita. Tuhan mengasihi kita dan menyelesaikan dosa umat manusia. William Lane Craig yang adalah seorang filsuf Kristen pernah berkata, "Left to himself, natural man would never come to God." Hanya dari inisiatif Allah, kita manusia berdosa bisa datang kepada-Nya.

Puji Tuhan! Oleh kemurahan Allah kita dilepaskan dari situasi tanpa harapan tersebut. Sejak kekekalan Dia sudah memilih untuk menyelamatkan kita dan menjadikan kita anak-anak-Nya (1:3-6). Dia menetapkan Kristus sebagai penebusan dari dosa-dosa kita (1:7-12). Melalui Roh-Nya yang kudus Dia memeteraikan dan menjamin keselamatan kita (1:13-14). Dengan kenaikan Kristus ke surga dan penaklukan segala kuasa di bawah kaki-Nya (1:19-23), lengkap sudah karya keselamatan Allah di dalam kita. Kita benar-benar aman di dalam tangan-Nya.

Doktrin kerusakan total tidak hanya berfungsi sebagai bahan perdebatan teologis semata. Doktrin ini bukan sekadar pemuasan rasa ingin tahu manusia. Sebaliknya, doktrin ini memiliki implikasi yang luas dan praktis bagi orang percaya. Misalnya, memberikan jawaban yang paling masuk akal atas sumber berbagai kejahatan di dunia, mengingatkan kita betapa buruknya kita seandainya Tuhan dalam anugerah-Nya tidak berintervensi ke dalam hidup kita. Kesadaran ini membuat kita semakin menyadari, memahami, dan menghargai anugerah Allah. Kesadaran ini juga menolong kita untuk tidak menjadi sombong rohani dan merasa diri lebih baik daripada orang lain. Doktrin ini juga berimplikasi untuk memberi citra diri yang sehat dan seimbang. Bahwa nilai diri kita bukan terletak pada apa yang kita miliki atau kita capai, tetapi pada apa yang Tuhan telah lakukan dalam hidup kita.

Selanjutnya, doktrin ini dapat memberi penghiburan dan melepaskan perasaan bersalah dalam diri kita apabila kita sudah berusaha memberitakan Injil kepada orang-orang yang kita kasihi tetapi mereka masih tidak mau bertobat, bahkan jika mereka akhirnya binasa sekalipun. Hal ini juga menghindarkan kita dari berbagai usaha filantropis semata-mata dalam penginjilan, karena teladan kebaikan saja tidak cukup untuk mempertobatkan orang. Kuasa Injil (Rm. 1:16-17) dan intervensi Roh Kuduslah (Yoh. 16:8-11) yang dapat mempertobatkan orang.

Doktrin ini juga meyakinkan kita tentang kepastian keselamatan. Bahwa kalau ketika menjadi seteru Allah kita sudah dikasihi begitu rupa, apalagi sekarang ketika kita menjadi anak-anak-Nya (Rm. 5:10). Hal ini juga menyadarkan kita untuk terus bersandar pada Roh Kudus guna mengalahkan pengaruh natur manusiawi kita yang tercemar (Flp. 3:13) dan mendorong kita untuk lebih serius mendidik anak-anak dalam kebenaran, karena anak-anak tidak dilahirkan seperti kertas putih (kontra teori tabularasa John Locke), tetapi kertas hitam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun