Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Alkitab dan Big Bang

26 Maret 2018   22:21 Diperbarui: 15 Agustus 2018   20:05 1566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lagipula Alkitab juga tidak menginformasikan bagaimana Allah pada mulanya menciptakan langit dan bumi. Yang sudah jelas dan pasti menurut perspektif Alkitab adalah penciptaan dari ketidakadaan (creatio ex nihilo). Namun, hal ini pada dirinya sendiri tidak selalu bertabrakan dengan Teori Ledakan Besar. Apa yang dimaksud dengan “ketunggalan yang kecil” dalam teori ini memang bukan sebuah materi seperti yang dipahami oleh manusia sekarang. Allah bisa saja menciptakan alam semesta melalui sebuah proses yang sama atau mirip dengan yang diajarkan dalam Teori Ledakan Besar.

Yang kedua, doktrin penciptaan lebih masuk akal dan memuaskan daripada Teori Ledakan Besar. Teori ini masih menyisakan banyak pertanyaan. Apakah bentuk konkret dari ketunggalan itu? Tidak diketahui. Dari mana ketunggalan itu? Tidak diketahui. Mengapa ketunggalan itu ada? Tidak diketahui. Mengapa pengembangan awal dapat terjadi? Hanya dugaan belaka. Mengapa sebuah proses yang terjadi tanpa hukum alam (alam semesta belum ada, sehingga belum ada hukum alam) dapat menghasilkan sesuatu yang teratur? Tidak diketahui.

Di samping itu, seandainya teori ini benar, maka diperlukan suatu keadaan awal yang begitu kompleks yang memungkinkan proses pengembangan untuk terjadi. Keadaan sebelum alam semesta ada harus memiliki tingkat gravitasi dan tekanan tertentu. Sesudah proses awal terjadi pun, fase berikutnya tetap membutuhkan variabel-variabel tertentu yang kompleks. Tanpa keadaan yang kompleks tersebut, proses pengembangan tidak akan terjadi atau, paling tidak, tidak akan terjadi seperti sekarang. Persoalannya, bagaimana keadaan yang kompleks seperti itu bisa ada?

Cara yang paling masuk akal untuk menerangkan hal tersebut adalah mengasumsikan suatu keberadaan yang berpribadi sebagai penyebab pertama (Allah). Jika penyebab ketunggalan adalah sesuatu yang tidak bermateri dan sudah ada sebelum waktu ada, bukankah Allah dapat diajukan sebagai kandidat yang paling tepat? Jika keadaan yang dibutuhkan untuk terjadinya proses pengembangan ternyata begitu kompleks, bukankah lebih masuk akal apabila Allah dipikirkan sebagai penyedia dari keadaan yang kompleks itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun