Dalam hidup selalu ada kita temukan ada sebagian orang memiliki kekuatan dan sebagian lainnya dalam kelemahan. Dalam dunia pendidikan, yang kuat adalah mereka yang memiliki keunggulan dalam menyerap pengetahuan dan mengakses dengan mudah fasilitas pendidikan. Dalam dunia kerja, yang kuat adalah mereka yang memiliki jaringan dan modal. Sementara yang lemah, hanya mendapat remah dan bahkan bangkrut.Â
Dalam hidup persekutuan, sering muncul hal yang sama. Yang kuat, maunya menguasai dan mengendalikan semua hal. Sementara yang lemah, hanya jadi pendengar dan penonton tanpa pernah mendapat perhatian.Â
Apakah dalam hidup persekutuan, hanya yang kuat yang hidup?
Rasul Paulus mendorong mereka yang kuat menjalankan kewajiban imannya. Yang kuat ialah mereka yang percaya penuh bahwa soal makanan tidak ada yang pantang. Yang utama saat makan kita bersyukur kepada Allah  yang menciptakan segala sesuatu.
Sementara mereka yang lemah ialah mereka yang memiliki keberatan hati nurani sehingga menolak makanan yang dipersembahkan kepada berhala untuk dimakan. Bagi mereka, makanan buat setan dibuang saja. Tidak boleh dikonsumsi.Â
Bayangkan jika kedua belah pihak yang berseberangan ini tidak ada yang mengalah.
Persekutuan dalam keadaan berbahaya jika yang kuat merendahkan keyakinan saudara mereka yang menolak makan sesajen.
Yang harus diperbuat ialah yang kuat mengalah. Mengalah dalam artian menghormati keyakinan saudara seimannya dan tidak lagi meributkannya; tidak memaksakan keyakinannya yang justru hanya melukai saudara seiman. Persekutuan itu harus nyata dalam perbedaan pilihan dan mereka tidak boleh terpecah.