John Dewey (20 Oktober 1895 – 1 Juni 1952) adalah seorang psikolog, filsuf dan pendidik Amerika yang memiliki peranan penting dalam reformasi dunia pendidikan dan sosial. Meskipun banyak ditentang pada awalnya, pemikirannya membawa perubahan yang besar dalam cara kita memandang pendidikan sampai saat ini.
Salah satu teorinya yang paling terkenal yaitu “experiental learning”, dimana proses belajar dilakukan melalui pengalaman (experience). Salah satu bentuk dari experiental learning ini yaitu hands-on-approach, dimana anak belajar dengan cara bertindak secara nyata atau praktik dalam hal yang diperlajari.
Adapun beberapa ciri dari teori belajar Dewey ini yaitu anak belajar secara aktif (melalui praktik nyata), reflektif (melalui observasi), teoritis (memahami konsep, alasan dan hubungan), serta pragmatis (praktik dan aksi).
Praktik dari metode eksperiental John Dewey sering sekali kita temui dalam kegiatan keseharian, seperti pembelajaran berbasis proyek, studi wisata dan penelitian dimana siswa secara aktif terlibat dalam seluruh proses.
Secara nyata, ada beberapa keuntungan dari penggunaan teori John Dewey dalam pembelajaran seperti: membantu siswa mempelajari sikap, kemampuan dan pola pikir yang baru; belajar secara berkooperasi; serta memacu keterlibatan siswa dalam materi secara aktif dan personal hingga ilmu terserap lebih mendalam.
Dilihat dari berbagai keuntungan yang kita bisa dapatkan dari menerapkan teori ini, tentunya kita ingin segera mempraktikkannya, kan? Eits, tunggu dulu. Teori ini walaupun terlihat menarik sesungguhnya sulit loh untuk dilakukan.
Pertama guru harus beradaptasi dan menukar peran, yang tadinya hanya memberikan pengajaran secara teoritis sekarang harus menjadi pengamat aktif dalam memperhatikan pola pikir murid dan transfer informasi yang terjadi dan sigap memberikan petunjuk akan kesalahan siswa.
Kedua, penerapan dan persiapannya memakan waktu dan biaya. Guru ataupun perancang pembelajaran harus mengeluarkan waktu lebih untuk mempersiapkan materi, menuntun siswa, dan tentunya membutuhkan biaya lebih untuk mempersiapkan materi yang dibutuhkan untuk praktik.
Saya masih ingat waktu sekolah dulu, guru biologi saya pernah memberikan tugas untuk materi perkecambahan dengan percobaan menggunakan kacang hijau. Setiap siswa diminta untuk mempraktikkan, jadi siswa menyaksikan sendiri bagaimana kacang hijau mengeluarkan kecambah. Hal tersebut membuat saya mengingat materi pembelajaran sampai saya besar, jadi ilmu tertanam lebih dalam dibanding hanya membaca materi lewat buku atau mendengar guru berceramah.
Menurut saya sendiri, experiental learning ini memang sangat menarik untuk diterapkan di sekolah, namun melihat keterbatasan yang ada mungkin tidak setiap saat teori ini dapat kita gunakan. Walaupun begitu, sebagai pengajar kita tentunya ingin hasil yang terbaik bagi para siswa kita, karena itu di setiap ada kesempatan ada baiknya kita terapkan. Dengan belajar sambil melakukan tentunya anak-anak akan lebih tertantang dan terpancing untuk mencoba, dibandingkan dengan hanya duduk diam dan mendengarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H