Apakah berarti masyarakat Jawa khususnya Yogyakarta suka manis karena sudah mengalir pada DNA mereka?Â
Saya tidak yakin jika itu mengalir dari DNA ataupun sudah ditentukan sejak lahir, namun karena ada bukti sejarah mengapa masyarakat Jogja membiasakan penggunaan gula sebagai pemanis maka 'suka manis dari sana nya' dapat diukur sejak peristiwa penjajahan Belanda. Hal ini menjadi identitas etnis yang erat kaitannya dengan peristiwa sejarah dan tradisi yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Jogja hingga sekarang (Samovar et al., 2010, h. 197).Â
Jika waktu itu tanaman komoditas ekspor bukanlah tebu melainkan cabai maka bisa jadi  suplai cabai yang berlebihan akan digunakan untuk bahan pengolahan makanan dan nantinya makanan Jogja bukan identik dengan rasa manis tapi rasa pedas. Jangan terkejut jika bertemu orang Jogja yang tidak suka makanan manis. Identitas dapat berubah seiring waktu dan merupakan sesuatu yang dinamis mengikuti pengalaman hidup yang dialami tiap-tiap individu. Bisa jadi orang tersebut lama tidak tinggal di Jogja atau tidak biasa makan-makanan yang manis sedari kecil (Samovar et al., 2010, h. 185)
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah makanan Jogja itu melulu manis? Manis tidak melulu menjadi rasa yang dominan, tapi di setiap masakan akan ada rasa manisnya sebagai penyeimbang bagi lidah masyarakat Jogja. Contohnya di Yogyakarta terdapat kuliner yang cukup terkenal yaitu oseng-oseng mercon. Istilah 'mercon' digunakan untuk mengindikasikan bahwa oseng-oseng ini rasanya pedas sekali hingga ingin meledak. Makanan ini memiliki rasa pedas yang lebih dominan daripada rasa manisnya.Â
Begitulah perjalanan manis yang menjadikan Jogja identik dengan rasa manis. Meskipun tidak selalu manis karena dilakukan secara terpaksa, setidaknya kita memiliki berbagai macam makanan enak yang dapat dinikmati dari peristiwa yang pahit tersebut. Kita sekarang juga tidak perlu pusing lagi jika mendapat pertanyaan tentang asal-usul mengapa orang Jogja suka rasa manis. Kita punya jawaban alternatif yang lumayan panjang untuk diceritakan. Jika tidak ingin menceritakan secara panjang lebar, kita juga boleh menjawab dengan singkat seperti sebelumnya "sudah dari sana nya suka manis".
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, P. (2020, April 17). Alasan Mengapa Kuliner Jawa Identik dengan Rasa Manis. Humaniora Good News From Indonesia. Retrieved Desember 13, 2020
Martin, J. N., & Nakayama, T. K. (2018). Experiencing Intercultural Communication: An Introduction (6th ed). New York: McGraw-Hill Education.
Sambas, S. (2016). Antropologi Komunikasi. Bandung: Pustaka Setia.
Samovar, L. A., Porter, R. E., & McDaniel, E. R. (2010). Komunikasi Lintas Budaya (7th ed.). Jakarta : Salemba Humanika.
Samovar, L. A., Porter, R. E., McDaniel, E. R., & Roy, C. S. (2017). Communication Between Cultures (9th ed.). Boston: Cengage Learning
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H