Sementara itu, Pekan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PLHK) menunjukkan data sampah Indonesia telah mencapai 67,8 ton yang didominasi oleh sampah organik berupa sisa makanan. Permasalahan sampah di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan timbunan sampah seiring pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia.
Angka fantastis di atas menjadikan fakta bahwa Indonesia memiliki perilaku konsumtif yang sangat tinggi. Sebagian besar manusia masih belum sadar terhadap isu pembuangan sisa yang makanan yang justru berdampak besar bagi krisis lingkungan. Perilaku konsumtif membuang sisa makanan juga turut menandakan bahwa Indonesia sebagai negara berkembang belum mampu mengatasi permasalahan food waste.
Berdasarkan Survei Ekonomi Nasional (Susenas) 2018 telah mencatat produksi sampah yang paling banyak dihasilkan adalah makanan. Kondisi ini terjadi di kota-kota besar, salah satunya Jakarta yang menghasilkan 3.639,8 ton per harinya.
Namun, ironisnya masyarakat Indonesia memiliki status angka kelaparan yang tinggi. Berdasarkan laporan Global Hunger Index (GHI), Indonesia mendapatkan skor tingkat kelaparan dan kekurangan gizi sebesar 20,1 persen dan termasuk ke dalam kategori yang serius.
Gawatnya Limbah Makanan
Sisa-sisa makanan turut ambil andil dalam krisis lingkungan yang turut memengaruhi perubahan iklim dan sekitarnya. Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pangan dan Pertanian PBB (UN FAO), sisa makanan di seluruh dunia menyumbang sekitar 4,4 giga ton emisi gas rumah kaca per tahunnya dan mendapatkan peringkat 3 penyumbang gas emisi terbesar.
Wilma Chrysanti, salah satu penggagas Kota Tanpa Sampah di Bintaro, Tangerang Selatan menyebutkan bahwa adanya penumpukan sampah organik yang didistribusikan ke TPA membuat TPA harus terancam tutup. Hal ini terjadi karena kepenuhan kapasitas dan ketidakmampuan TPA untuk menampung sampah dalam volume lebih banyak.
“Sampah organik sangat merugikan lingkungan karena mampu mengubah gas karbon dari penumpukan sampah sehingga menghasilkan cairan yang dapat mengalir ke tanah berpengaruh ke lingkungan dan udara yang dihirup oleh manusia,” ujar Wilma saat dihubungi melalui Zoom pada Rabu (12/9/2020).
Sementara itu, Titis turut menambahkan bahwa dampak dari sampah makanan turut menganggu aktivitas pertanian yang disebabkan oleh perubahan iklim yang terjadi oleh gas metana. “Perputaran sampah makanan tersebut banyak sekali tidak hanya dari produsen saja, tetap dari konsumen. Hal ini yang memengaruhi aktivitas petani di lahan yang berpengaruh terhadap iklim.”
Menghentikan Ancaman
Garda Pangan merupakan salah satu organisasi lingkungan yang berkecimpung di bidang pangan. Dahulunya, Garda Pangan hanya berupa food bank (sebuah wadah untuk mengurangi kelaparan) dan masih berupa komunitas. Kini, Garda Pangan berperan sebagai social enterprise dan telah menjadi pusat koordinasi makanan yang berlebihan.