Namun menarik pernyataan dari etnomusikolog, Perry Rumengan, yang merujuk pada teori fisika kuantum bahwa apa yang terjadi sekarang adalah rentetan gema dari bunyi yang pernah dilepaskan dan bergetar di alam semesta di masa silam.
Dalam upacara-upacara ritual seperti masih dikenal dalam istilah-istilah di Minahasa (dari akar Han): Rao Ge Shu An (Ragesan) Shu Ma Le Sung (Semalesung) Ma Ou Ru Ai (Mahorai), dan Sao Chang Nian Ni (Zazanian ni) sang Ibu Kairen, Â sebagai Tonaas Walian Karema, menyanyikan berulang-ulang pada setiap acara dengan maksud melestarikan nilai-nilai pusaka yang menjadi legacy sang kaisar sebagai Amang Kasuruan (A Mang Kai Shu Ru An: Orang jujur dan tulus masuk dengan damai mengamankan dan mendirikaan Dinasti Shu) serta para pahlawan pengikut mereka, yakni keluhuran Budaya Agung yang tak ternilai harganya dan tak dapat ditukar dengan jabatan dan tahkta kekaisaran raya sekalipun, universal dan eternal.#
I Yayat U Santi (Han: Yi Ya Ya Te Wu Shang Ti, angkatlah nyanyian pujian pada Raja/Tuhan)
Tantu teintu (Han: Duan Tui Tien Tui, sungguh benar kebenaran Langit)
/StefiR
Stefi Rengkuan
(Anggota Dewan Pembina KKK, Anggota Dewan Pengawas YPKM, Admin Kawanua Informal Meeting)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI