Mohon tunggu...
Stefanus Rahoyo
Stefanus Rahoyo Mohon Tunggu... Dosen - Mantan Guru

Mantan guru yang sekarang menjadi dosen sambil bergelut dengan dunia perbukuan sebagai pekerja buku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aksioma

5 Oktober 2021   10:28 Diperbarui: 5 Oktober 2021   10:32 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cuitan Natalius Pigai telah membuat ramai medsos, berita online bahkan televisi beberapa hari ini. Sekelompok anggota masyarakat---Barisan Relawan Nusantara (BaraNusa)---bahkan telah melaporkan Pigai ke Polisi. Saya kutipkan cuitan Pigai tersebut berdasarkan berita di cnnindonesia.com.

Jangan percaya orang Jawa Tengah Jokowi, Ganjar. Mereka merampok kekayaan kita, setelah itu mereka bunuh rakyat papua, bahkan mereka injak2 harga diri bangsa Papua dengan kata2 rendahan Rasis, monyet dan sampah.

Ada baiknya kita urai isi cuitan tersebut sehingga memudahkan diskusi. Setidak-tidaknya terdapat 5 poin yang disampaikan Pigai lewat cuitannya di atas:

  • Jangan percaya orang Jawa Tengah Jokowi, Ganjar.
  • Mereka (Jokowi dan Ganjar) merampok kekayaan kita. Siapa 'kita'? Saya kira, 'kita' yang dimaksud Pigai adalah orang Papua.
  • Setelah merampok kekayaan orang Papua, mereka (Jokowi dan Ganjar) membunuh rakyat Papua. (Tidak begitu jelas, apa yang dimaksud dengan 'membunuh' di sini. Membunuh dalam arti menghilangkan secara paksa nyawa orang atau apa? Kurang begitu jelas!)
  • Setelah membunuh masyarakat Papua, Jokowi dan Ganjar bahkan menginjak-injak harga diri Bangsa Papua.
  • Dengan cara apa? Dengan kata-kata rendahan rasis, monyet dan sampah.  

Dengan kata lain, Pigai menuduh Jokowi dan Ganjar melakukan setidak-tidaknya 3 'kejahatan' terhadap orang Papua: pertama, merampok kekayaan orang Papua, kedua membunuh orang Papua, dan ketiga menginjak-injak harga diri orang Papua (Pigai menyebutnya Bangsa Papua).

Entah mengapa, ketiga 'kejahatan' Jokowi dan Ganjar tersebut justru tidak diributkan atau setidak-tidaknya tidak seheboh gaduhnya orang menyoal frasa 'orang Jawa Tengah'. Laporan BaraNusa di atas pun terkait dengan diseret-seretnya 'orang Jawa Tengah' dalam cuitan Pigai. Rasis, katanya!

Pigai berkilah (menurut beberapa media yang saya baca), cuitannya tersebut bukan rasis. Kata Pigai, kira-kira, 'orang Jawa Tengah' dalam kalimat 'Jangan percaya orang Jawa Tengah Jokowi dan Ganjar ...' adalah aksioma.

Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) mendefinisikan aksioma sebagai pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian. 

Matahari terbit dari timur (contoh yang disampaikan Pigai) adalah aksioma. Pernyataan itu sudah diterima sebagai kebenaran tanpa perlu bukti. 

Bara api itu panas. Itu juga contoh aksioma. Orang tidak perlu bukti bahwa bara api panas dan orang tidak punya bukti bahwa bara api tidak panas. Kalimat 'bara api itu panas' diterima sebagai kebenaran tidak perlu bukti: aksioma!

Aksioma adalah pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian.

Jokowi orang Jawa Tengah, Ganjar orang Jawa Tengah. Adakah orang yang akan menyanggah bahwa pernyataan itu salah? Atau adakah orang yang perlu bukti bahwa Jokowi dan Ganjar adalah orang Jawa Tengah? Tidak ada! Karena itu, benar apa kata Pigai, 'orang Jawa Tengah' pada kalimat di atas adalah aksioma. Clear! 

Aksioma dan Rasis

Yang sekarang dipersoalkan bukan apakah 'orang Jawa Tengah' yang dipakai Pigai tersebut merupakan aksioma atau bukan, melainkan rasis atau tidak. Untuk itu, kita perlu paham apa yang dimaksud rasis atau rasialisme. 

KUBI mendefiniskan rasialisme sebagai pertama, prasangka berdasarkan keturunan bangsa; perlakuan yang berat sebelah terhadap (suku) bangsa yang berbeda-beda. Kedua, paham bahwa ras diri sendiri adalah ras yang paling unggul. 

Jadi, KUBI mengartikan rasisme dari dua arah. Pertama, pandangan kita (sebagai bagian suku atau ras) terhadap suku atau ras lain dan kedua, pandangan kita terhadap suku atau ras kita sendiri dalam kedudukannya bersama ras atau suku lain. Saya sebagai orang Jawa mengatakan, "Orang Tionghoa pelit-pelit" (maksudnya tidak seperti orang Jawa yang murah hati), itu rasis! 

Demikian juga ketika saya mengatakan, "Orang Batak kasar-kasar", "Orang Minahasa malas-malas", atau "Orang Papua tidak tahu adat"... itu pernyataan-pernyataan rasis! Saya telah berlaku tidak adil atau berat sebelah dalam memperlakukan suku lain. Sebab, faktanya, orang Jawa yang malas, ada. Orang Jawa yang kasar, ada. Orang Jawa yang tidak tahu adat, ada. 

Tetapi juga sebaliknya, bila saya sebagai orang Jawa berpikir atau bahkan menyatakan, "Orang Jawa pandai-pandai tidak seperti orang Lampung"... pernyataan ini juga rasis! Saya telah menganggap bahwa suku lain lebih rendah daripada suku saya. Atau sebagai orang Tionghoa saya berpikiran, "Untung saya sebagai orang Tinghoa bukan pribumi. Orang Tionghoa rajin-rajin sedangkan orang pribumi malas-malas" ini juga pernyataan rasis!

Kembali ke Pigai. Sampai titik ini mestinya kita bisa sepakat bahwa 'orang Jawa Tengah' yang dipakai Pigai jelas bukan rasis. Kecuali dia mengatakan, "Jangan percaya orang Jawa Tengah, mereka penipu semua!" Itu baru rasis! Pigai tidak mengatakan seperti itu.

Tentu saja, persoalan tidak bisa berhenti sampai di situ. Jokowi dan Ganjar adalah orang Jawa Tengah, benar itu aksioma. Pertanyaannya, kalau itu aksioma, mengapa Piagi merasa perlu membawa-bawa frase 'orang Jawa Tengah' tersebut dalam cuitannya? 

Bukankah cukup mengatakan, "Jangan percaya Jokowi dan Ganjar"? Itu persoalannya! Ada apa di balik pikirannya? Ini pertanyaannya. Apa motivasinya? Apa yang ada di benak bawah sadarnya? Itu yang perlu digali. 

Jangan-jangan, frase "orang Jawa Tengah" yang memang aksioma itu sesungguhnya meluncur begitu saja sebagai cermin dari cara pikirnya yang rasis? Karena sesungguhnya bahasa hanyalah ungkapan, rasis yang sesungguhnya ada dalam pikiran.

Tetapi, tidak perlu ribut. Fakta bahwa Jokowi begitupun Ganjar disambut meriah di Papua, itu menunjukkan bahwa cuitan Pigai itu juga aksioma. Aksioma tentang apa? Provokasi yang gagal! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun