Mohon tunggu...
Stefani Rantemanda Pabendon
Stefani Rantemanda Pabendon Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Pelajar yang gemar menulis dan mempublikasikannya di platfrom ini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pikiran Hidup

15 Desember 2024   17:52 Diperbarui: 15 Desember 2024   17:52 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Flat. Datar. Monoton. Hanya itu-itu saja yang terjadi dan dilalui. Tak ada hal baru yang wah. Terkadang hidup memang seperti itu, aku mengakuinya. Kita selalu mengulang-ulang kesaharian yang sama tiap hari, begitu pula dengan aku. Seringkali tiap pulang sekolah aku memandang ke luar jendela mobil sambil memperhatikan kemacetan kota, dengan pengendara yang terus membunyikan klakson mereka. Pemandangan yang biasa saja, orang-orang selalu membenci macet, tak bisakah mereka terbiasa, setiap hari kan juga begini.

"Kencangkan volumenya." Pinta ku pada om supir.

"Eh, tapi kan ini iklan non, ngapain dengarin iklan?" Sama saja. Padahal tiap hari dia memutar siaran radio yang sama tapi belum juga mengerti.

Begitu iklan pertama selesai, dilanjutkan dengan iklan lainnya, lagu dari penyanyi yang kusuka dimainkan. Om supir seketika mengerti alasan mangapa aku meminta volumenya dinaikkan.

"Wah, kok non tau lagu ini bakal diputar?"

"Setiap tiga hari mereka selalu memutarnya. Selalu seperti itu seakan-akan tak ada lagu lain saja."

"Begitu-begitu non suka kan." Balas om sopir ramah.

Terserah. Aku tak peduli. Aku kemudian kembali menatap keluar jalanan macet yang sungguh menyesakkan itu. Seorang pengendara motor terlihat berusaha menerobos di sela-sela dua mobil yang berhimpitan. Salah satu dari mobil itu terlihat ingin menghindari pengendara motor di depannya, sedangkan yang satunya lagi mencoba melambungi mobil di depannya.

Motor itu terjepit di antara dua mobil dan BOOM! Pengendara motor itu terjatuh dan motornya yang sedang dalam kondisi tancap gas meluncur begitu saja. Para pengendara di sekitar syok, beberapa pengendara motor turun dari motornya untuk membantu pengendara yang terjatuh itu. Suasana semakin kacau, pengendara kedua mobil itu juga ikut turun untuk melihat korban. Akibat banyaknya pengendara yang meninggalkan kendaraannya, jalanan menjadi semakin macet akibat kendaraaan-kendaraan yang berhenti di tengah jalan. Aku tidak bisa tidur cepat hari ini.

"Tak usah turun. Sudah banyak orang yang membantu, lagipula jika om ikut turun yang ada malah menambah macet. Tak usah ikut campur dengan urusan orang lain, diam dan tonton saja." Aku mencegah om supir untuk turun, akan lebih merepotkan jika dia turun. "Pasti sudah ada yang menghubungi pihak berwajib, di depan ada tempat untuk mutar. Kita mutar saja, macetnya pasti akan jadi lebih parah dengan adanya kecelakaan ini." Om sopir hanya diam, tapi dia tetap melakukan apa yang aku perintahkan. Urusan orang lain biarlah menjadi urusan orang lain.

Untuk sebagian orang mendapat hidup normal sudah seperti anugerah. Tapi aku tak menyukainya, keadaan ekonomi pada dasarnya pas-pasan, nilai biasa saja, bakat paling bernyanyi, itu pun standar orang-orang pada umumnya. Sebentar lagi aku akan masuk jenjang SMA, sementara aku tak benar-benar tau apa yang ingin kulakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun