Mohon tunggu...
Estepani Junita Parhusip
Estepani Junita Parhusip Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Mahasiswa UNAIR 2019

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kontroversi Kebijakan Imigrasi Donald Trump dalam Pendidikan Amerika Serikat

3 Juli 2022   12:30 Diperbarui: 21 Agustus 2022   22:11 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tak kenal dengan Donald Trump? Pemilik nama asli Donald John Trump ini lahir pada tanggal 14 Juni 1946 di New York, Amerika Serikat. Di usianya yang ke 71, ia sempat menjabat menjadi Presiden Amerika Serikat ke-45 sejak tahun 2017 hingga 2021. 

Sosoknya yang dikenal masyarakat tak pernah luput dari kontroversi ini dipicu oleh berbagai program dan kebijakannya yang kerap mengundang pro kontra di mata publik. 

Kebijakan Donald Trump yang banyak menuai reaksi penolakan, baik dalam negeri maupun luar negeri AS ini sangat bertentangan dengan isi deklarasi kemerdekaan AS. 

Inti dari deklarasi kemerdekaan yang diabadikan sebagai Hari Kemerdekaan Amerika Serikat pada 4 Juli mendatang menetapkan bahwa “Semua orang diciptakan sama, bahwa mereka oleh Tuhan dikaruniai beberapa hak tertentu yang tak dapat diganggu gugat, bahwa di antaranya ialah hidup, kemerdekaan, dan usaha mencapai kebahagiaan”. Dengan demikian, banyak anggapan bahwa kebijakan Trump bertentangan dengan konstitusi AS dan HAM.

Salah satu kontroversi dari regulasi yang diberlakukan oleh Trump adalah kebijakan imigrasinya yang mengusung tujuan untuk menciptakan kenyamanan untuk warga Amerika. Semasa jabatannya, Trump berfokus dalam mendepak para imigran ilegal karena dianggap sebagai kriminal. 

Peningkatan aksi rasisme di Amerika Serikat setelah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika menunjukan adanya dampak yang dirasakan oleh kelompok minoritas. Bagi Trump, imigran yang datang ke AS dianggap sebagai gangguan dan dapat mengambil pekerjaan yang tersedia di AS, sehingga meningkatkan jumlah penduduk asli Amerika yang menganggur. 

Kebijakan yang diterapkan Trump ini berimplikasi kepada tindakan-tindakan rasisme dan diskriminasi terhadap orang kulit hitam maupun pendatang dan perbedaan agama. 

Dalam konteks ini, kelompok kulit putih dianggap sebagai ras utama dan kelompok kulit hitam dianggap sebagai ras terendah. Dampak yang paling jelas terlihat adalah tingkat pengangguran kulit hitam lebih tinggi dikarenakan imigran yang tinggal di AS tidak akan mendapatkan prioritas fasilitas oleh pemerintah baik dari segi pendidikan maupun kesehatan.

Pada akhir Februari tahun 2017, dua petugas Imigrasi dan Bea Cukai Amerika (ICE) menangkap Romulo Avelica Gonzalez tepat setelah ia mengantar kedua putrinya pergi ke sekolah.  

Sejak terjadinya insiden tersebut, banyak siswa mengalami stres akibat tekanan dan ketakutan dideportasi yang berakibat turunnya nilai ujian dan prestasi para siswa.

picture by https://www.aljazeera.com/
picture by https://www.aljazeera.com/

Hasil survei dari UCLA (University of California, Los Angeles) menyatakan bahwa lebih dari 60% pendidik meninjau bahwa adanya penurunan kualitas akademik pada siswa akibat kebijakan imigrasi Donald Trump. 

Bahkan banyak siswa, terutama yang berasal dari keluarga campuran dan tidak berwenang, memilih untuk tidak pergi ke sekolah akibat rasa takut akan ditangkap dan kemudian dideportasi.

Rasisme Trump paling terlihat jelas pada perintah eksekutif (executive order) “Perlindungan Bangsa dari Teroris Asing Masuk ke Amerika Serikat” yang dikeluarkan pada 27 Januari 2017.  

Ia melarang warga negara yang berasal dari 7 negara mayoritas muslim untuk masuk ke Amerika Serikat, yaitu Iran, Suriah, Yaman, Sudan, Irak, Libya, dan Somalia. Hal ini tentunya berdampak bagi mahasiswa asing yang tengah menempuh pendidikan di Amerika Serikat. 

Salah satu contohnya adalah Mohammad Shahab Dehghani Hossein Abadi (24 tahun) yang merupakan seorang mahasiswa dari Northeastern University. 

Ia dideportasi setelah Bea Cukai Perlindungan Perbatasan AS (CBP) mengumumkan peningkatan keamanan di tengah adanya ketegangan antara Amerika Serikat dengan Iran. Ia menggunakan visa pelajar yang valid tetapi sesampainya di Boston Logan International visa tersebut dibatalkan. 

Efek negatif dari kebijakan ini dalam jangka panjang bukan tidak mungkin dapat menghilangkan citra Amerika Serikat sebagai melting pot. Meskipun presiden saat ini, Joe Biden, sudah membuat perubahan kebijakan yang cukup besar di bidang imigrasi, masih terdapat banyak hal terkait kebijakan imigrasi yang perlu diperbaiki agar sesuai dengan deklarasi kemerdekaan yang terbit lebih dari 200 tahun lalu.

Referensi:
https://www.americanprogress.org/article/countering-effects-trumps-immigration-policies-schools/ 

https://www.unidosus.org/blog/2018/11/07/trump-immigration-policy-education-students/

Penulis:
1. Mayvira Rista Afridha
2. Sekar Ayu Salsabila
3. Balgiz Khairun Nisa'
4. Siti Nurrohmah
5. Estepani Junita Parhusip

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun