Hasil survei dari UCLA (University of California, Los Angeles) menyatakan bahwa lebih dari 60% pendidik meninjau bahwa adanya penurunan kualitas akademik pada siswa akibat kebijakan imigrasi Donald Trump.
Bahkan banyak siswa, terutama yang berasal dari keluarga campuran dan tidak berwenang, memilih untuk tidak pergi ke sekolah akibat rasa takut akan ditangkap dan kemudian dideportasi.
Rasisme Trump paling terlihat jelas pada perintah eksekutif (executive order) “Perlindungan Bangsa dari Teroris Asing Masuk ke Amerika Serikat” yang dikeluarkan pada 27 Januari 2017.
Ia melarang warga negara yang berasal dari 7 negara mayoritas muslim untuk masuk ke Amerika Serikat, yaitu Iran, Suriah, Yaman, Sudan, Irak, Libya, dan Somalia. Hal ini tentunya berdampak bagi mahasiswa asing yang tengah menempuh pendidikan di Amerika Serikat.
Salah satu contohnya adalah Mohammad Shahab Dehghani Hossein Abadi (24 tahun) yang merupakan seorang mahasiswa dari Northeastern University.
Ia dideportasi setelah Bea Cukai Perlindungan Perbatasan AS (CBP) mengumumkan peningkatan keamanan di tengah adanya ketegangan antara Amerika Serikat dengan Iran. Ia menggunakan visa pelajar yang valid tetapi sesampainya di Boston Logan International visa tersebut dibatalkan.
Efek negatif dari kebijakan ini dalam jangka panjang bukan tidak mungkin dapat menghilangkan citra Amerika Serikat sebagai melting pot. Meskipun presiden saat ini, Joe Biden, sudah membuat perubahan kebijakan yang cukup besar di bidang imigrasi, masih terdapat banyak hal terkait kebijakan imigrasi yang perlu diperbaiki agar sesuai dengan deklarasi kemerdekaan yang terbit lebih dari 200 tahun lalu.
Referensi:
https://www.americanprogress.org/article/countering-effects-trumps-immigration-policies-schools/
https://www.unidosus.org/blog/2018/11/07/trump-immigration-policy-education-students/
Penulis:
1. Mayvira Rista Afridha
2. Sekar Ayu Salsabila
3. Balgiz Khairun Nisa'
4. Siti Nurrohmah
5. Estepani Junita Parhusip