Budaya Risiko merupakan istilah yang menggambarkan nilai-nilai, keyakinan, pengetahuan dan pemahaman tentang risiko secara bersama oleh sekelompok orang dengan tujuan yang sama. Ini berlaku bagi seluruh sektor perusahaan, baik swasta , BUMN, maupun perusahaan nirlaba. Budaya risiko ini penting bagi manajemen untuk menciptakan dan menerapkan manajemen risiko dengan benar dan tepat di seluruh perusahaan. Perusahaan dengan budaya risiko yang kuat memiliki pendekatan yang konsisten dan berulang ketika membuat keputusan bisnis yang penting, termasuk membahas tentang risiko dan mengkaji ulang dari skenario risiko yang dapat membantu manajemen dalam mengukur dampak risiko yang ada.
Yang menjadi langkah awal untuk menanamkan budaya risiko adalah tindakan manajemen yang konsisten dan etika berkomunikasi dalam menerapkan manajemen risiko. Hal ini menggambarkan bahwa budaya risiko merupakan bagian dari budaya perusahaan dimana akan memudahkan dalam menerapkan manajemen risiko di perusahaan secara efisien dan efektif.
Budaya risiko yang baik akan meningkatkan kinerja perusahaan, sedangkan budaya risiko yang buruk akan menyebabkan kerugian reputasi yang berdampak terhadap keuangan perusahaan. Jadi, budaya risiko sangatlah penting karena semua organisasi perlu mengambil risiko untuk mencapai tujuannya. Yang artinya semakin kuat budaya risiko maka semakin tinggi kemajuan yang akan diraih oleh organisasi/perusahaan.
Oleh karena itu, ketentuan tata kelola perusahaan di seluruh dunia semakin menuntut manajemen harus memahami dan mengkomunikasikan budaya risiko. Hal ini dikarenakan adanya dinamika perubahan yang sedang terjadi secara global yang menegaskan penting nya dan mendesak nya budaya risiko itu untuk diimplementasikan.
Budaya risiko yang diterapkan di Indonesia masih tergolong cukup rendah dan lemah, sehingga seringkali menyebabkan kejadian seperti bencana alam yaitu banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan lain-lain. Hal ini tentu harus diperbaiki sesegera mungkin yaitu dengan menerapkan budaya risiko menjadi suatu tuntutan, dan bukan lagi sekedar kebutuhan semata. Tujuannya untuk menekan jumlah korban dan kerugian yang terjadi seminimal mungkin, karena kemajuan yang akan dicapai tidak akan menjadi lebih baik saat budaya risiko itu lemah.
Maka dari itu penting untuk diketahui bahwa tidaklah mudah membangun sebuah budaya risiko, terutama bagi sebuah organisasi atau bahkan Negara besar dengan keanekaragaman yang tinggi. Karena kini budaya risiko telah menjadi suatu tuntutan, yang artinya budaya tersebut menuntun semua orang berada dalam tingkat pemahaman dan implementasi yang sama terkait risiko yang ada.
Adapun urutan langkah yang harus di ambil untuk membangun budaya risiko, yaitu :
- Tahu = langkah awal dalam membangun budaya risiko adalah dimulai dari mengetahui / mengenali risiko yang ada, dimana semua orang dituntut untuk memiliki pengetahuan yang sama tentang risiko yang akan terjadi
- Sadar =Â setelah tahu tentang risiko yang ada, maka langkah kedua yang harus diambil untuk membangun budaya risiko adalah memiliki kesadaran tentang bahaya risiko yang akan terjadi, juga manfaat dari risiko apabila risiko itu bisa dikendalikan dengan baik. Singkatnya, ada keuntungan dan manfaat di dalamnya tapi juga ada kerugian dan bahaya, sehingga kedua hal ini mendorong seseorang untuk memiliki kesadaran yang tinggi.
- Mampu = setelah tahu dan sadar akan bahaya dan manfaat yang akan terjadi , selanjutnya perlu ada motivasi / dorongan bagi seseorang untuk mampu melakukannya. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan pelatihan tentang cara mengelola risiko yang akan terjadi.
- Mau =Â langkah berikutnya adalah perlu adanya jaminan dari seseorang yang terkait dengan risiko untuk mau melakukannya. Karena jika tidak, budaya risiko tidak bisa menjadi kenyataan akibat pola pikir dan perilaku yang tidak berubah. Sebab inti dari budaya risiko terletak pada diri setiap orang yang mau merubah pola pikir (mindset) dan perilakunya dalam menghadapi risiko yang ada di depan.Â
- Pola pikir dan perilaku berubah = Dalam hal ini, pihak yang terkait dengan risiko bukan lagi mementingkan diri sendiri, tetapi kepentingan bersama, keselamatan bersama, dan kesejahteraan bersama.
- Budaya risikoÂ
Dinamika perubahan yang sedang terjadi secara global seperti pandemi Covid-19 saat ini menegaskan penting nya dan mendesak nya budaya risiko itu untuk diimplementasikan. Dimana setiap orang memiliki budaya risiko yang sama terkait pandemi Covid-19 tersebut. Oleh karena itu, untuk mengendalikan dampak Covid-19 secara efektif, perlu adanya budaya risiko yang baik diterapkan oleh perusahaan yaitu dengan :
- Menganalisis dampak langsung dari pandemi covid 19, misalnya dampak dari kebijakan-kebijakan yang ditetapkan pemerintah & Negara seperti kebijakan WFH, social distancing, dan PSBB.
- Mengidentifikasi potensi risiko berkelanjutan (dalam jangka panjang) untuk memastikan ketahanan perusahaan terhadap situasi yang akan datang.
Dalam kasus Covid-19, budaya sadar risiko harus ditumbuhkembangkan pada pengelolaan risiko di pemerintah, masyarakat, dan tenaga kesehatan. Orang yang memiliki kesadaran terhadap risiko cenderung selalu berhati-hati dan senantiasa mengumpulkan data dan informasi untuk membuat prediksi atau harapan masa depan yang berguna dalam menghadapi situasi seperti Covid-19 ini. Â
Sadar risiko dapat disebut sebagai budaya ketika semua pihak yang terlibat dalam sebuah hal atau kegiatan memiliki keselarasan dalam memahami dan melaksanakan nilai, kepercayaan, serta pengetahuan tentang risiko. Ada empat alasan mengapa kita membutuhkan budaya sadar risiko :Â
- Pertama, pandemi Covid-19 disebut risiko karena terjadi secara tak terduga serta memberikan efek tidak menyenangkan seperti kerugian perusahaan, ketidakstabilan ekonomi, bahkan kematian.
- Kedua, budaya sadar risiko akan membuat masyarakat lebih sadar dengan segala risiko di balik tindakannya. Dalam hal ini, orang yang memiliki budaya sadar risiko akan mengikuti peraturan pemerintah mengenai penerapan protokol kesehatan secara sukarela. Sebab, mereka menyadari dengan mengikuti protokol kesehatan, mereka akan aman dan pandemi dapat dikalahkan.
- Ketiga, orang dengan budaya sadar risiko akan menjadi lebih sadar dengan situasi volatile, uncertain, complex, dan ambigu (VUCA).
- Keempat, orang dengan budaya sadar risiko siap menghadapi berbagai risiko, termasuk risiko yang berulang. Mereka tidak akan terkejut karena selalu belajar dari risiko yang telah terjadi sebelumnya, dan mereka memiliki rencana mitigasi untuk mengatasinya.
Ketika budaya sadar risiko sudah dapat ditumbuhkembangkan dengan baik di lingkungan pemerintah, masyarakat, tenaga medis dan pihak terkait lainnya, kita akan menjadi lebih siap dalam menghadapi segala risiko yang akan terjadi di masa mendatang.
Perlu dipahami juga bahwa budaya risiko dapat diterapkan untuk menghadapi kemungkinan risiko lainnya. Ke depannya, diharapkan budaya sadar risiko dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di Indonesia sehingga kasus seperti Covid-19 ini dapat dimitigasi lebih awal dan dampaknya dapat dikendalikan. Hal ini menjadi penjelas bahwa budaya risiko menjadi suatu tuntutan (kewajiban yang harus dipenuhi), dan bukan sekedar kebutuhan biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H