Mengenang dana bansos yang dipotong dan jumlahnya berapa masuk ke kantong mana aku juga  ndak tahu.
---
Kefrustasian perlahan-lahan mengetuk pintu dari rumah ke rumah. Tangislah seisi rumah, kala cemas dan letih menggertak mereka di bawah harapan, yang kian semu dilumat-lumat ludah penguasa.Â
Penguasa ada kuasa untuk menahan kefrustasian hanya bertamu di ambang gerbang. Yang tak punya bergidik pasrah, tak punya gerbang untuk melawan, atau sekadar menahan untuk tak lagi digempur kecemasan.
Kali pertama usai sakit hatiku sembuh, aku tak punya alasan untuk lagi berprosa.Â
Namun, kejahatan para penguasa yang tega menggasak harapan kita, membuat nyala rokokku makin mengepul,Â
asapnya membawa gelisah yang kuharapkan merasuk di sela-sela mereka terlelap.
Aku kembali menulis,Â
karena resah terbangun;
"Aku dilukai negaraku sendiri."
Dan ternyata, Sayangku..
Dilukai negara sendiri jauh tak terhitung dukanya.
Lebih-lebih daripada saat kau bilang tak cinta
Sebab negara tak semestinya melukai kita, setitik pun tak boleh.
Luka yang tersemat kepada mulut-mulut yang lapar, jiwa-jiwa yang menjerit sebab esok tak tahu harus makan apa, harus  berhadapan dengan luka yang kian hari semakin gemar ditambah-tambahkan.
Kukira, sayangku
keresahan timbul karena menanti cinta yang tak kunjung membalas.Â
Namun, rupanya..Â
Keresahan, kecewa, dan luka justru ditimbulkan dari semangat karena mencoba percaya dan mencintai para pemimpin negara, yang (lagi) katanya, karena cinta dengan kita, ingin memperpanjang masa periodenya.
Lain kali, Pak. Tunjukkan rasa cintamu dengan UKT yang murah, akses kesehatan yang merata, dan tiap perut bisa makan dengan kenyang, tanpa harus dipotong dana bansosnya. Â
- Stefani Ditamei, Juli 2021
Puisi untuk Pak Juli yang Ganteng dan MenawanÂ
Oh iya, selamat ulang tahun, Pak . Mumpung bulan Juli nich~~~~~~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H