Baru-baru ini muncul isu mengenai rencana kebijakan mengenakan PPN 12% terhadap pembelian sembako. Betul, PPN 12% sembako yang dimaksudkan di sini adalah makanan pokok yang sering dikonsumsi masyarakat sehari-hari.
Jika rencana tersebut betulan hendak diimplementasikan, satu kata buat kebijakan pemerintah yang satu ini; sungguh terlalu...
Rencana kebijakan PPN 12% untuk sembako santer terdengar di media sosial. Isu tersebut muncul berdasarkan draft RUU Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Padahal, selama ini tidak ada pemungutan PPN bagi pembelian sembako.
Apa itu PPN 12% untuk Sembako?
PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibebankan kepada masyarakat atas transaksi jual-beli barang dan jasa. Rencananya, PPN 12% juga akan diterapkan terhadap transaksi jual-beli sembako.
Menurut data dari Lokadata, rencana sembako yang terkena PPN 12% di antaranya adalah sebagai berikut:
- Beras & gabah
- Jagung
- Sagu
- Kedelai
- Garam dapur
- Daging
- Telur
- Susu
- Buah-buahan
- Sayuran
- Umbi-umbian
- Bumbu dapur
- Gula pasir
Perkiraan jenis sembako tersebut berdasarkan rujukan Peraturan Menkeu No. 116/PMK.010/2017 tentang Barang Kebutuhan Pokok Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Bahkan penerapan PPN tidak hanya menimpa sembako saja, melainkan juga diterapkan untuk sekolah.
Baca juga: Apa Itu PPN dan Bagaimana Cara Kerjanya? Plus, Pro-Kontra Pengenaan PPN oleh W. Bintang
Saya hanya bisa menghela napas panjang, geleng-geleng kepala sudah jadi rutinitas saya acapkali membaca kabar mengejutkan yang datangnya dari kebijakan pemerintah. Entah apa yang dipikirkan para pemilik jabatan tertinggi di negara ini, saat merencanakan  RUU KUP dimana PPN dinaikan menjadi 12% untuk sembako.
Pemerintah berencana mengenakan pajak untuk sembako, termasuk di dalamnya beras, gabah, garam, hingga gula. | #Money https://t.co/mjxCjOmGoG.— Kompas.com (@kompascom) June 10, 2021
Sekali lagi perlu ditekankan, kebijakan PPN 12% untuk transaksi jual-beli sembako---, sembako, sungguhan sembako yang jadi kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat di Indonesia.
Yang jadi pertanyaan besar saat ini adalah, sudahkah ditinjau berulang kali dalam merancang RUU KUP? Sudahkah mempertimbangkan efek yang akan terjadi jika PPN 12% sembako dan sekolah dibebankan kepada masyarakat kecil?
Berikut alasan mengapa RUU KUP yang mengatur PPN 12% sembako perlu ditinjau ulang.
Angka kemiskinan di Indonesia naik, jangan persulit mereka dengan beban PPN 12%
Dilansir survei dari Badan Pusat Statistik di bps.go.id, presentase penduduk miskin pada September 2020 naik sebesar 0,41% terhadap Maret 2020. Tingkat kemiskinan yang terus bertambah haruslah jadi pertimbangan sebelum RUU KUP PPN 12% sembako disahkan.
Jika masyarakat tak punya uang untuk memenuhi kebutuhan paling dasar yaitu makan, harus hidup seperti apa lagi bagi masyarakat yang kurang mampu?
Kebutuhan dasar makan tidak terpenuhi, ancaman gizi buruk di Indonesia
Kebijakan PPN 12% bagi sembako jika diterapkan dan disasarkan kepada seluruh elemen masyarakat di Indonesia (termasuk yang kurang mampu), maka akan muncul kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum yang sehat.
Jika kebutuhan dasar makan tidak terpenuhi dengan baik, maka ada kemungkinan gizi buruk di Indonesia mengalami peningkatan. Dilansir Kompaspedia.kompas.id, Global Nutrition Report 2018 dari Unicef melaporkan  bahwa Indonesia ada di tingkat gizi buruk bersama dengan beberapa negara Asia dan Afrika lainnya.
Dalam arsip Kompas, tercatat kasus gizi buruk pernah terjadi pada tahun 2018 hingga awal 2019 di provinsi Papua dan Maluku.
Baca juga: "Rencana Bahan Kebutuhan Pokok Dikenai Pajak, Kebijakan Pemerintah yang Tidak Bijak" oleh Fery W.
Selain kemiskinan dan gizi buruk yang bisa meningkat, para pedagang sembako di pasar akan ikutan menjerit
Hal senada juga disampaikan oleh pedagang di Pasar Induk Cikurubuk, Titin, yang diwawancarai oleh Kompas.com.
"Sangat terlalu, sekarang belum ada pajak juga jualan sangat sepi di masa pandemi, apalagi kalau nanti ada pajaknya, otomatis harganya akan semakin mahal. Terus gak adil juga karena saya dapat informasi justru hasil pertambangan pajaknya malah dihilangkan,"
Tanpa dibebankan PPN 12%, para pedagang sudah mengeluh lantaran omset pendapatan sudah menurun sejak terjadinya pandemic setahun silam. Selain itu, harga bahan-bahan pokok kadang ikutan naik, jika ditambahkan PPN 12%, para pedagang sungguhan akan menjerit saking puyengnya dengan kebijakan RUU KUP.
Baca juga: Data Bansos Belum Akurat, Kenaikan PPN Sembako Bebani Warga Miskin oleh Esdi A
Sudahlah.. saya jadi ikutan puyeng padahal cuma duduk dan menulis artikel, belum lagi jika kebijakan tersebut sungguhan diterapkan. Apalagi, dengar-dengar kebijakan PPN tidak hanya untuk sembako, tapi juga sekolah. Alamak!Â
Makan nasi mau dibuat susah, untuk dapat pendidikan pun masa tega-teganya dibebankan PPN.
Sudahlah, sudah... muk hidup di Bikini Bottom saja.