Indonesia, negara kepulauan dengan kekayaan alam melimpah, menyimpan potensi besar untuk pembangunan dan kesejahteraan.
Namun, permasalahan pertanahan yang kompleks seringkali menjadi penghambat utama.Â
Bayangkan sebuah simpul Gordius---benang kusut yang melambangkan birokrasi berbelit, regulasi tumpang tindih, dan akses tanah yang tidak merata.Â
Simpul ini mengikat erat pembangunan, memperlebar kesenjangan ekonomi, dan menghambat impian kesejahteraan masyarakat.
Selama ini, berbagai regulasi telah diterbitkan, seperti UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Perpres Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penataan Tanah Sistematis, Lengkap, dan Terpadu (PTSL), dan UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pertanahan.Â
Namun, regulasi-regulasi tersebut belum mampu sepenuhnya mengatasi kompleksitas permasalahan pertanahan.Â
Proses pengadaan tanah masih panjang dan berbelit, biaya tinggi, serta rentan terhadap praktik korupsi dan konflik kepentingan.Â
Akibatnya, proyek pembangunan strategis seringkali terhambat, investasi menjadi kurang menarik, dan masyarakat, terutama yang kurang mampu, kesulitan mengakses tanah.
Di sinilah Badan Bank Tanah hadir sebagai sebuah terobosan strategis.Â
Bukan sekadar lembaga baru, Badan Bank Tanah dirancang sebagai solusi komprehensif untuk mengurai simpul Gordius pertanahan.Â
Bayangkan sebuah bank, tetapi bukan bank uang, melainkan bank tanah!Â