Mohon tunggu...
Humaniora

Environtment and Participation

19 Juni 2016   11:44 Diperbarui: 19 Juni 2016   12:06 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

The shifting significance of a double concept

Pieter Leroy and Jan P.M. van Tatenhove

Sejak meningkatnya kesadaran lingkungan pada akhir 1960-an dan awal1970-an memunculkan anggapan bahwa lingkungan dan partisipasi  adalah dua aspek yang terkait erat dengan'ketidakpuasan hijau' atau ‘thegreen discontent’. Dalam tulisan Pieter dan Van Tatenhove sejak sekitar tahun 1970  ketidakpuasan tentang lingkungan hijau secarabertahap meningkat, yang didukung oleh kepedulian lingkungan tumbuh, dandiperkuat oleh konflik lingkungan berturut-turut. Selalu ada dua aspek yang berkaitanerat dengan itu, dua aspek tersebut adalah: protes selalu bersangkutan bebanlingkungan dari keputusan direncanakan dan cara di mana keputusan-keputusanyang diambil.

  • The political message behind ‘the green discontent’

Isu lingkungan bukan satu-satunya aspek yang berpartisipasi disebut dalam akhir 1960-an dan awal 1970-an. Ketidakpuasan hijau di tahun-tahun tersebut adalah bagian dari kritik publik yang lebih luas; kritik berfokus pada sistem kapitalis dan peran negara yang mempertahankan ketidaksetaraan. Panggilan ini ditujukan pada politisasi institusi kapitalis, untuk demokratisasi negara, dan untuk emansipasi kelompok tertindas ditafsirkan dalam argumen radikal untuk partisipasi yang lebih di hampir semua bagian masyarakat. Panggilan ini ditujukan untuk membuat perubahan dalam struktur sosial dan untuk keterlibatan lebih aktif dari warga, Awal 1970-an tersebut dapat dicirikan sebagai periode radikalisasi politik. Radikalisasi ini merupakan tanda untuk legitimasi, yang terbukti berkurang dari berbagai lembaga tradisional, seperti gereja, universitas, gerakan serikat buruh, dll.

Sedangkan permintaan untuk tingkat yang lebih tinggi dari partisipasi di antara masyarakat muncul di berbagai sektor dengan hanya dengan (permintaan) partisipasi politik saja. Hal ini mengacu pada partisipasi masyarakat sosial dalam proses pembuatan keputusan politim dan  realisasi kebijakan pemerintah. Di sisni dijelaskan dalam partisipasi politik dengan cara ini bukanlah hal yang baru, juga bukanlah hal baru pada 1970-an, lagipula masyarakat di negara demokratis telah terbiasa dengan hak untuk memilih, berpendapat, dan hak untuk menolak keputusan pemerintah. Partisipasi yang dilakukan masyarakat ini menjadi kunci untuk mengatasi ketidakpuasan dengan adanya pengambilan keputusan yang hanya didasarkan pada kepentingan kelompok elit tertentu.

  • Participation enforced and gradually institutionalized

Sekitar tahun 1970 banyak negara-negara barat menghadapi serangkaian konflik lingkungan. Hampir setiap negara Eropa memiliki daftar sendiri, dan kadang-kadang menyangkut masalah internasional. Dari permasalahan lingkungan yang ada tersebut terdapat dua aspek yang umum dari green discontentyaitu, protes yang dilakukan oleh masyarakat dan pihak yang meremehkan dampak lingkungan dari aksi sengketa yang dilakukan masyarakat serta pengambilan keputusan atau kebijakan yang tidak demokratis.

Keluhan tersebut menghasilkan partisipasi yang dilembagakan guna memenuhi keluhan yang ada. Dalam buku Pieter dan Van Tatenhove in memberikan dua contoh partisipasi yang dilembagakan versi internasional. Pertama adalah, Nuisance Act sebagai lembaga yang mengatur persoalan ijin yang mengatur keberadaan sejumlah kegiatan yang berdampak pada lingkungan khususnya persoalan bisnis. Kedua, pelaksanaan EIA (Environmental Impact Assessment) di USA dan Kanada. Yang kemudia menyebar hingga negara-negara Skandinavia, Belanda, dan Jerman. Bahkan berawal dari ketiga negara tersebut, EIA telah terinstitusionalisasikan menjadi komponen kebijakan lingkungan di semua negara anggota Uni Eropa. Yang berguna untuk menganalisis dampak lingkungan dari kebijakan yang menyangkut lingkungan.

  • Nuclear energy: test case and an obstacle in the way of more participation

Meningkatnya kemungkinan partisipasi politik belum tentu menghilangkan green discontent. Ada gagasan bahwa kebijakan yang diambil di dalam aspek industri masih berdasar pada kepentingan bisnis individual dan, bukan karena perhitungan dampak lingkungan, dalam hal ini membicarakan dampak dari penggunaan energy nuklir. Pada tahun-tahun antara 1973 dan 1986, topik yang paling kontroversial di hampir setiap negara barat mengenai lingkungan adalah penggunaan energi nuklir. Yang kemudian memunculkan oposisi yang besar yang tidak hanya terkait dengan bom atom dan perlombaan senjata, tetapi dilihat juga sebagai yang didominasi oleh teknokrat yang berbahaya dan tidak demokratis.

Guna menciptakan demokrasi yang lebih luas dan membangun rasa percaya dari masyarakat, pemerintah dari beberapa negara Eropa merancang skenario partisipasi yang baru, yaitu dengan mengadakan debat publik mengengai topik energi nuklir yang dihadiri oleh masyarakat dari beberapa negara Eropa.

  • The effects of the new forms of participation

Sejak sejauh yang 1970, studi telah dilakukan ke dalam (direncanakan dan disengaja) dampak dari instrumen baru untuk lebih berpartisipasi dalam kebijakan lingkungan dan kebijakan tata ruang. Yang menyatakan bahwa, antaranya terdapat warga yang absen, tidak adanya keseimbangan dalam mekanisme partisipasi kumulatif; individu yang hadir hanya berdasarkan kepentigan mereka, status, pengetahuan, dan kedekatan. Mereka diberi kesempatan lebih untuk berpartisipasi. Intrumen partisipatif yang dilakukan dinilai telah gagal dalam memenuhi tujuanya. Kesan yang dominan di antara warga negara dan gerakan lingkungan adalah bahwa pemerintah cenderung sering mengabaikan hasil dari prosedur penyelidikan umum dan prosedur partisipasi. Di dalam buku ini menambahkan adanya paradox partisipasi yaitu semakin pengerak lingkungan menjadi tergabung dalam pemerintah atau rangkaian konsultasi, semakin sulit untuk memenuhi perannya sebagai saluran bagi partisipasi warga.

  • Participation and the societalisation of environmental policy: from 1985 to the present day

Dari catatan dalam perdebatan dan peluang untuk berpartisipasi pada 1970-an adalah bahwa mereka berhubungan hampir secara eksklusif keputusan pemerintah, atau memiliki niat memperbaiki hubungan antara pemerintah dan warga negara. Perdebatan tentang demokratisasi dilakukan terutama sebagai perdebatan tentang lembaga politik negara bangsa, dan sebagai perdebatan tentang kesenjangan antara pemerintah dan masyarakat (sipil), antara pemerintah dan warga negara. Konteks politik juga terkait dengan persoalan lingkungan, di mana meskipun isu yang terfokus mengarah pada aspek bisnis, pemerintah tetap menjadi sasaran. Hal ini disebabkan oleh peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan lingkungan.

Sejak pertengahan 1980-an, baik di Belanda dan di negara-negara Eropa lainnya, perubahan telah terjadi yang juga memiliki efek pada perdebatan dan organisasi ' partisipasi'. Di hampir semua negara strategi regulasi secara bertahap sedang dilengkapi dengan strategi yang lebih ekonomis dan komunikatif, di mana bisnis dan warga, produsen dan konsumen tertarik, daripada dipaksa untuk bertindak dengan cara yang lebih environmentallyfriendly.

Partisipasi tidak hanya tentang merombak keputusan yang telah dibuat oleh pemerintah, melainkan lebih pada diskusi dengan semua pihak yang terlibat: nasional, regional, dan pemerintah lokal, kelompok sosial dan pasar. Tidak seperti tahun 1970an,  terjadi perubahan pada tahun 1990an, bahwa kunci di dalam konsep partisipatasi sekarang adalah partisipasi pembuatan keputusan, dukungan publik, dan co-produksi.

  • Participation and the marketisation of environmental policy

Kami telah melihat proses marketisasi kebijakan lingkungan berjalan paralel dengan proses societalisation sejak sekitar tahun 1985 marketisasi ini singkatan berbagai terhubung indikator. Di tempat pertama, seperti yang telah dinyatakan, ada pergeseran dalam gaya pemerintahan, strategi manajemen dan seperangkat instrumen kebijakan yang digunakan. Kedua, marketisasi mengacu kepada pemerintah untuk meninggalkan tanggung jawab tertentu dan kompetensi kepada pasar untuk menemukan solusinya.

  • The environment, participation and power: between the ‘green polder model’ and further democratization

Ada dua jalur yang bisa ditempuh untuk merancang instrumen partisipatif baru yang  'Model green polder' atau demokratisasi, khususnya hubungan antara pasar dan masyarakat. Keberhasilan model polder sosial-ekonomi, berdasarkan pada konsensus dasar antara pemerintah, perdagangan dan industri dan gerakan serikat buruh, menginspirasi beberapa orang untuk mengajukan sejenis model kebijakan lingkungan. Secara substansial instrument tersebut akan meningkatkan kemampuan untuk memecahkan masalah dan bisa menyelesaikan konflik mengenai infrastruktur, pertanian, alam, dll

Driessen, P. J., dan Pieter Glasbergen. 2013. Greening Society: The Paradigm Shift in Dutch Environmental Politics. Springer Science & Business Media.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun