Mohon tunggu...
Statistisi Berbagi
Statistisi Berbagi Mohon Tunggu... -

Berbagi dengan statistik

Selanjutnya

Tutup

Money

"Menghitung Ulang" Produksi Beras Kita

6 Juni 2016   13:54 Diperbarui: 6 Juni 2016   14:07 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika diakumulasikan, surplus produksi beras nasional sepanjang 2005-2015 mencapai lebih dari 80 juta ton. Itu artinya, Indonesia mestinya telah menjadi negara eksportir neto beras seperti halnya Vietnam dan Thailand dalam sepuluh tahun terakhir. 

Namun faktanya, data menunjukkan sebaliknya. Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia selalu mengimpor beras yang kuantitasnya juah lebih tinggi dibanding beras yang diekspor ke luar negeri. Dengan kata lain, selama ini Indonesia adalah negara importir neto beras. Pada 2011, misalnya, impor beras kita mencapai 2,75 juta ton meski pada saat yang sama surplus produksi beras nasional diperkirakan mencapai 6,75 juta ton dan akumulasi surplus beras dari tahun 2005 nyaris mencapai 37 juta ton.

Koreksi data

Indikasi kelebihan estimasi pada data produksi padi/beras nasional juga terkonfirmasi oleh hasil Survei Kajian Cadangan Beras (KCB) yang dilakukan BPS bekerjasama Badan Ketahanan Pangan-Kementertian Pertanian pada tahun lalu. Hasil survei memperlihatkan bahwa stok beras nasional, yang tersebar di rumah tangga, pedagang, penggilingan padi, industri dan horeka, dan Bulog, mencapai 8,85 juta ton pada 30 September 2015.

Angka tersebut sebetulnya secara tidak langsung menunjukkan bahwa surplus produksi beras nasional sebesar 13 juta ton pada 2015 terlalu tinggi. Hasil perhitungan dengan menggunakan angka konsumsi beras per kapita sebesar 114,8 kg/tahun dan stok beras pada 30 September sebagai patokan memperlihatkan bahwa surplus produksi beras nasional pada tahun lalu hanya sekitar 5-6 juta ton.

Karena itu, koreksi terhadap data produksi padi/beras nasional merupakan sebuah keniscayaan yang tak bisa ditawar lagi. Dan terkait hal ini, potensi munculnya resistensi dari pihak-pihak yang selama ini kinerjanya dievaluasi berdasarkan perkembangan data produksi padi/beras nasional harus menjadi fokus perhatian pemerintah. Konflik kepentingan harus disisihkan oleh mereka yang selama ini berkepentingan dengan besaran angka produksi padi/beras nasional.

Kepercayaan penuh juga harus diberikan kepada BPS dalam melakukan koreksi data produksi padi/beras nasional. Dalam sambutannya pada Pencanangan Sensus Ekonomi 2016 dan Pembukaan Rapat Koordinasi Teknis Sensus Ekonomi 2016, Presiden Joko Widodo juga menegaskan bahwa semua statistik resmi untuk penentuan kebijakan di negeri ini harus berasal dari satu sumber: BPS. "Kementerian ini ada proyek survei, kementerian ini ada proyek cari data, kementerian ini ada proyek cari informasi. Enggak. Stop! Stop! Stop! Satu data yang sekarang kita pakai, BPS," ujarnya.

Karena itu, apa pun angka yang dihasilkan oleh BPS dalam melakukan koreksi data produksi/beras nasional harus diterima oleh semua pihak sebagai rujukan dan pegangan bersama, meskipun secara politik bakal menyakitkan. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun