Kebijakan pemprov DKI Jakarta yang mengganti nama jalan tidak dapat ditolak, dan semua warganya harus mengikuti kebijakan tersebut. Tapi apakah itu benar sebuah kebijakan yang sesuai ?
Setidaknya inilah yang harus diganti akibat penggantian nama jalan bagi seorang pengusaha terdampak yang ada di lokasi jalan tersebut.Â
Karena penggantian nama jalan mengakibatkan surat utama dari penduduk harus diganti, maka jelas pertama yang akan diganti adalah Kartu Keluarga dan KTP.Â
Setelah itu tentu apa yang dimiliki sang pengusaha, mulai dari kendaraan bermotor (Surat Tanda Nomor Kendaraan). Dan Passport yang jelas biasanya dimiliki harus diganti juga.Â
Setelah itu yang hubungannya dengan BANK. Mulai dari buku rekening bank, buku cek dan giro. Dan semua dokumen lain yang berhubungan dengan bank, misalnya Pinjaman Bank, Deposito dll.
Berikutnya yang berhubungan dengan Pajak, dimulai dari NPWP pribadi terlebih dahulu.Â
Dan berikutnya adalah yang berhubungan dengan Surat Tanah, Surat Rumah. Karena perlu NPWP disini.
Setelah itu, surat perusahaan yang ada menggunakan nama jalan itu dalam Aktenya. Merembet ke SIUP atau NIB sekarang. Setelah itu surat SK HUM HAM. Dan berikutnya Surat PKP karena pasti perusahaan kena pajak.Â
Yang berhubungan dengan surat perusahaan, seperti Surat Kontrak, SPK, PO dll, juga harus diganti.Â
Lalu yang berhubungan dengan Kartu Kredit. Juga harus diganti semua.
Setelah No rekening + NPWP diganti, barulah bisa mengurus penggantian alamat di semua marketplace, bagi yang berjualan di marketplace.Â
Tidak lupa juga, penggantian terkait BPJS Jamsostek dan BPJS Kesehatan. Ini tidak bisa dihindarkan juga.
Kemudian penggantian yang terkait marketing perusahaan, mulai dari kartunama (bila pakai alamat kantor di lokasi terdampak), dan juga penggantian alamat di brosur, hingga reklame.
Tidak pusing juga tentunya semua penggantian informasi di website, sosial media dll yang menggunakan alamat tersebut.Â
Nah, sudah terbayangkan kerumitan, waktu, tenaga dan biaya yang harus dikeluarkan oleh seorang pengusaha yang selama ini membayar pajak, memberikan sumber pendapatan bagi DKI JAKARTA. Sekarang harus mengikuti kebijakan pemprov yang mengakibatkan kerumitan ini semua.Â
Semua ini bisa selesai dalam waktu singkat? Adakah biaya mau ditanggung pemprov ? Tentu tidak jawabnya. Di masa pandemi, kebijakan ini justru memperumit pengusaha yang mulai bangkit.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H