Mohon tunggu...
fanky christian
fanky christian Mohon Tunggu... Full Time Blogger - IT Specialist, DCMSolusi, DCMGroup, EventCerdas, StartSMEup, JesusMyCEO, IndoBitubi, 521Indonesia

IT Specialist, khususnya infrastruktur, aktif di beberapa Asosiasi IT, suka mengajar dan menulis, fokus kepada IT , enterpreneurship, content marketing. Mengembangkan Daya Cipta Mandiri Group, EventCerdas, 521Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Jurus Kesatu, Tetaplah Tenang

9 September 2015   04:27 Diperbarui: 9 September 2015   05:47 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Dalam beberapa hari ini, semakin nampak bahwa kita adalah bangsa yang gaduh. Bukan cuma urusan politik , sosial hingga urusan ekonomi, semua muncul kegaduhannya masing-masing.

Juga dalam urusan ekonomi (baca: perut). Selama perut masih belum kenyang, kepala akan pusing dan sulit berpikir. Maka muncullah protes dan ocehan disana-sini terkait ekonomi kita. 

Akhirnya kita sadar juga, bahwa selama ini kita dibuai kemalasan dan kesantaian. Seolah kita sangat kaya dan berlimpah, maka semua pengolahan sumber daya alam kita diberikan keluar , ke negara lain, hingga kita tidak bisa hidup tanpanya.

Otak saya masih tidak bisa menerima , bahwa negara kita ini, butuh 80juta USD per hari hanya untuk mengimpor minyak BBM , yang mungkin dan sangat mungkin berasal dari perut bumi kita sendiri.

Dalam waktu singkat, cadangan devisa menurut hingga 2M USD, hanya karena urusan impor ini. Dan katanya lagi, cadangannya cukup hingga 7 bulan kedepan. Akh, entahlah ,  semakin mendengarkannya, semakin kita pusing.

Saya jadi ingat, sewaktu saya kecil. Saya harus menempuh jalan pinggir jalan Bukitduri untuk mencapai sekolah saya yang jaraknya mungkin sekitar 1.5km. Hanya saja, sepanjang jalan itu, ada banyak tukang kayu, yang setiap kali saya lewat, kami selalu dicemooh karena kami berbeda. Tidak terhitung juga sering kali dihina, hingga dicegat dan diganggu secara fisik. Tapi, anyway, yang kami lakukan hanya TETAP TENANG. Tetap berjalan fokus ke depan, dan tidak menghiraukan mereka yang usil dan mengganggu kami. Beberapa orang kami sapa secara khusus , mungkin hanya dengan mengatakan 'permisi' hingga 'numpang lewat, pak. '. Dan tahun-tahun tidak nyaman itu dapat kami lalui.

Setelah kami besar, dengan menggunakan kendaraan kami lewat dan masih orang yang sama ada disana. Tidak banyak perubahan atas apa yang mereka pakai, mereka masih menjadi tukang kayu dan supir truk harian. Tidak banyak berubah. Saya merasakan hal yang berbeda dengan saya dan keluarga. 

Dari sanalah juga, saya belajar. Belajar untuk menguasai diri, emosi dan perasaan. Tiap hari kala itu harus kami hadapi, tapi kami tetap tenang. Doa kecil dan singkat tetap menyertai langkah kami. Dan ketenangan itulah yang kami dapat.

hal yang sama juga yang sedang kami, dan saya mengajak kita semua lakukan. Untuk melakukan jurus kesatu menghadapi krisis, atau apapun ketidaknyamanan kita, yaitu TETAP TENANG. Bahasa kerennya KEEP CALM.

selamat mencoba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun