Mohon tunggu...
STARLA HONEY SIRAIT
STARLA HONEY SIRAIT Mohon Tunggu... Security - S1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Hobby Mendengarkan Music, Bernyanyi, Menonton Film.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Stop Asusila Seksual

25 November 2024   22:01 Diperbarui: 26 November 2024   07:30 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

kekerasan seksual merupakan masalah serius yang harus diatasi dalam masyarakat kita. namun, upaya pencegahan sering kali terfokus pada pelindungan anak perempuan saja, bukan mengedukasi anak-laki-laki.  

sejak dini, anak perempuan diajarkan aturan-aturan untuk melindungi diri mereka di ruang publik. mereka diajarkan untuk tidak keluar sendirian, memperhatikan pakaian, dan menghindari situasi yang berpotensi berbahaya. namun, meskipun telah menerapkan semua langkah pencegahan dengan benar, perempuan tetap rentan menjadi korban kekerasan seksual. statistik menunjukkan bahwa perempuan memiliki risiko mengalami pelecehan di ruang publik 13 kali lebih besar daripada laki-laki. korban pelecehan tersebut hampir semuanya menggunakan pakaian tertutup dan/atau berhijab.

data di atas menegaskan bahwa pencegahan dengan melindungi anak perempuan saja tidak cukup untuk mengatasi masalah kekerasan seksual. oleh karena itu, edukasi anak laki-laki tentang pentingnya menghormati dan melindungi sesama harus menjadi prioritas.  

selain mengedukasi kesehatan reproduksi, berikut adalah enam panduan bagi orang tua dalam mendidik anak laki-laki mereka menjadi bagian dari solusi untuk mengatasi kekerasan seksual:

mulai sejak dini: pendidikan pencegahan kekerasan seksual harus dimulai sejak anak laki-laki usia dini (usia 5 tahun ke bawah). dorong mereka untuk saling menghormati dan menghargai sesama melalui tindakan dan kata-kata.  
ajarkan kesetaraan: hindari memberlakukan peran gender tradisional atau stereotip pada anak-anak dalam kehidupan sehari-hari. biarkan anak laki-laki menjadi empati dan sensitif tanpa memberikan pesan bahwa laki-laki harus kuat dan tangguh.
bahas tentang persetujuan: ketika anak berusia 5-12 tahun, mulailah berbicara tentang konsep persetujuan. jelaskan apa itu persetujuan, bagaimana cara meminta persetujuan, dan pentingnya menghormati persetujuan orang lain.
ajarkan berpikir kritis tentang kekerasan seksual: latih anak untuk berpikir kritis terhadap topik-topik yang berkaitan dengan kekerasan seksual. ajukan pertanyaan kritis tentang komentar atau lelucon seksis dan diskusikan dampak negatifnya serta cara merespons dengan bijaksana.
diskusikan tentang pornografi: saat anak mendekati masa remaja, mereka mungkin menjadi penasaran tentang pornografi. jelaskan bahwa rasa ingin tahu seksual adalah hal yang normal, tetapi berikan pemahaman tentang dampak negatif dari pornografi, seperti berpotensi memunculkan perilaku tidak pantas.
diskusikan tentang intimasi: bicarakan tentang hubungan intim dan seksualitas yang sehat seiring dengan perkembangan anak menjadi remaja. jelaskan pentingnya komunikasi yang jujur dan saling menghormati dalam hubungan yang sehat.
mengajarkan anak laki-laki untuk menghargai dan melindungi sesama adalah tugas penting yang bukan hanya menjadi tanggung jawab individu atau keluarga, tapi juga tanggung jawab sosial. Mulai edukasi anak laki-laki bahwa nilai diri tidak hanya terletak pada kemampuan untuk melindungi atau menguasai, melainkan juga pada kemampuan untuk membangun hubungan yang baik, berkomunikasi dengan empati, menciptakan komunitas yang inklusif, dan memberikan kontribusi positif.

selain itu, perlu juga mengedukasi anak laki-laki bahwa kebutuhan mereka terletak pada menciptakan kehidupan yang bermakna. dengan melibatkan mereka dalam upaya pencegahan kekerasan seksual, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan adil bagi semua orang

dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan seorang guru terhadap muridnya di sekolah menengah agama di gorontalo mencerminkan bahwa:
 "dunia pendidikan sedang darurat kekerasan seksual".

merujuk pada kasus yang terjadi di gorontalo, pelaku harusnya dijerat dengan pasal berlapis, mulai dari uu kuhp, uu tindak pidana kekerasan seksual, uu perlindungan anak, uu asn, hingga uu guru dan dosen, menurut satriwan.

federasi serikat guru indonesia (fsgi) mencatat sedikitnya 101 korban kekerasan seksual yang terjadi di satuan pendidikan pada januari hingga agustus 2024. adapun sepanjang 2023, jumlahnya tercatat dua kali lipat, yakni 202 anak.

"sekolah hanya mengacu kepada aturan tata tertib yang mereka buat bahwa siswa yang mencemarkan nama baik sekolah harus dikeluarkan. padahal ini adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. hak anak anak harus dilindungi,"

tersangka pelaku dijerat dengan pasal 81 ayat 3 undang-undang perlindungan anak, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.

untuk mencegah dan mengatasi asusila di lingkungan sekolah, berikut beberapa hal yang dapat dilakukan:
pendidikan dan sosialisasi: memberikan pendidikan kesehatan reproduksi, sosialisasi tentang penyakit menular seksual, dan pendidikan perlindungan diri dari kekerasan seksual.
menanamkan budaya toleransi: menumbuhkan sikap empati antar warga sekolah.
mengajarkan batasan: mengajarkan batasan aktivitas seksual yang dilakukan pada masa perkembangan anak.
mengawasi: melakukan pengawasan terhadap peserta didik yang memiliki ciri-ciri akan melakukan tindak kekerasan.
berkoordinasi dengan pihak berwenang: Berkoordinasi dengan pihak yang berwenang.
memberikan sanksi: memberikan sanksi yang tegas.
menindaklanjuti masalah: menindaklanjuti masalah bersama kepala sekolah dan guru bk (bimbingan konseling)

kasus kekerasan seksual (ks) di lingkungan satuan pendidikan makin marak terungkap. peran satuan tugas yang sudah dibentuk dan guru yang semakin pro-aktif mengungkap pasca berlakunya Permendikbudristek nomor 46 tahun 2023 (permendikbudristek ppksp) menjadikan semakin banyaknya siswa yang berani berbicara. dalam kebanyakan kasus, korban ks mengalami trauma yang mendalam. Namun di luar ks berat, terkadang marak juga terjadi ks dengan versi 'lebih ringan' yang seringkali pelaku tidak menyadari telah melakukannya.

ks tidak hanya sebatas pada sentuhan fisik yang merendahkan. ada berbagai tindakan yang masuk dalam kategori ks, dan beberapa di antaranya sering tidak disadari oleh banyak orang. berikut adalah beberapa bentuk ks yang juga perlu menjadi perhatian, dan harus jadi perhatian segenap orang yang ada di lingkungan satuan pendidikan.

menatap atau melihat tubuh dari atas ke bawah

tatapan tajam atau menatap sambil tersenyum/tertawa, yang memerhatikan penampilan dari atas ke bawah dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan dianggap sebagai ks, terutama jika tatapannya merendahkan.

menceritakan lelucon cabul
ini adalah bentuk ks ringan yang paling sering terjadi di masyarakat, dan sedihnya lagi terjadi pula di lingkungan satuan pendidikan. cerita lelucon atau candaan bernada cabul, terutama yang erat asosiasinya dengan hubungan seksual dengan nada bercanda, adalah bentuk nyata ks.

contoh dari hal ini di antaranya melontarkan candaan tentang 'memegang ular', melihat siswi atau perempuan cantik lalu mengatakan setelah ini mandi besar, dan berbagai candaan melecehkan lainnya.

berdiri/menghalangi siswa lawan jenis lewat
tindakan berdiri di depan siswa lawan jenis dan menghalangi jalan, meskipun mungkin dianggap sebagai candaan, dapat menjadi tindak pelecehan seksual jika sengaja mengganggu dan membuat takut.

melontarkan candaan tentang identitas gender atau orientasi seksual:
candaan yang tidak sadar terkait identitas gender atau orientasi seksual dapat menjadi bentuk pelecehan seksual, menciptakan lingkungan yang tidak mendukung.

mengirim obrolan/chat, email, surat, atau gambar yang bersifat seksual
menerima pesan atau gambar berbau seksual tanpa konsen/izin merupakan bentuk ks yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan kecemasan.

memberikan siulan dan godaan
siulan/godaan atau cat calling, terutama jika disertai dengan tatapan atau senyuman nakal, dapat dianggap sebagai ks yang menciptakan rasa tidak aman.

meminta kiriman foto dengan paksa
permintaan kiriman foto yang dipaksakan dan mengakibatkan rasa tidak nyaman dan terancam bagi siswa/siswi juga merupakan bentuk ks.

melakukan candaan yang mengekspos tubuh korban
termasuk dari hal ini di antaranya memeloroti celana olahraga siswa, atau menarik rok dan mengangkat hijab siswi, walau dilakukan dalam konteks bercanda.

hal ini lebih sering terjadi kepada siswa laki-laki, yang menganggap memeloroti celana hanya untuk menciptakan suasana lucu namun tidak memperhatikan perasaan siswa yang mengalaminya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun