Mohon tunggu...
Stanley Lucius
Stanley Lucius Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Terasa Ditarik

18 November 2015   20:01 Diperbarui: 19 November 2015   07:02 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Salah satu karya pada pameran Jogja Street Sculpture Project buatan Yusuf Dilogo yang diletakan di Jl. Mangkubumi, Yogyakarta"][/caption]

"Semakin meningkatnya suhu kota karena faktor pencemaran udara yang semakin hari semakin mengkhawatirkan ditambah dengan menyempitnya lahan terbuka hijau, maka dari itu saya membuat sebuah visual karya dari rumput yang seolah-olah ditarik karena ingin diganti dengan sesuatu yang baru." - Yusuf Dilogo

Karya buatan Yusuf Dilogo ini terletak di jalan mangkubumi yogyakarta, jika berjalan dari arah tugu yogyakarta maka karya dapat dijumpai disebelah kanan jalan. Karya berukuran 1400 x 80 x 180 cm. Bahan dasar dalam membuat karya visual ini adalah Rumput, Besi, Sabut Kelapa, Media tanam Pakis.

Karya dibuat dalam rangka Jogja Street Sculpture Project, dengan judul acara ANTAWACANA. Judul karya adalah "Terasa Ditarik" dibuat pada tahun 2015 dengan konsep karya "Semakin meningkatnya suhu kota karena faktor pencemaran udara yang semakin hari semakin mengkhawatirkan ditambah dengan menyempitnya lahan terbuka hijau, maka dari itu saya membuat sebuah visual karya dari rumput yang seolah-olah ditarik karena ingin diganti dengan sesuatu yang baru".

Karya terletak di tepi jalan tepat di pot tempat tanaman kota, bersebelahan dengan jalur pedestrian. Sisi sebelah utara karya terdapat tiang lampu berwarna hijau, sementara sisi sebalah selatan karya sedikit renggang digunakan untuk berlalu lalang kendaraan.

Karya berbentuk tanaman rumput yang berbentuk seperti karpet, rumbut dibuat atas besi yang dibuat menyerupai gelombang pada karpet atau seperti pada penjelasan pada papan karya yaitu terasa ditarik, gelombang pertama setinggi 180 cm dengan panjangnya kurang lebih 150 cm, sementara gelombang kedua tingginya sekitar 50 cm dengan panjang 70cm, pada sisi utara atau di depan karya dekat papan keterangan karya terdapat tanaman pakis.

Terdapat satu buah pohon pada karya yang terletak pada gelombang yang paling tinggi, pohon diletakan menghadap pada sisi selatan dengan posisi batang horizontal. Daunnya rindang, berwarna hijau tua dengan batang berwarna coklat muda.

Rumput berwarna hijau muda, tidak begitu lebat, masih dapat terlihat tanah pada karya, karya terdiri dari beberapa lapisan, lapisan paling atas berupa rumput hijau dengan tanah, lapisan kedua berupa besi penyangga, dan lapisan ketiga ialah sabut kelapa, terakhir dilapisi dengan semen.

Tata ruang kota

Dalam tata ruang kota alokasi ruang hijau yang sangat berguna untuk menjamin keberlanjutan paru-paru kota, namun sekarang hal itu sepertinya diabaikan melihat banyaknya proyek-proyek pembangunan yang lebih gencar dari pada penghijauan kota Yogyakarta. Padahal penurunan jumlah ruang hijau di kota dapat mempengaruhi sistem sosial masyarakat dimana nantinya akan berpengaruh pada aspek sosial juga ekonomi. Semakin besar lahan ekonomi disuatu kota, semakin tinggi pula daya saing tiap individu, menjadikan persaingan sosial ekonomi menjadi lebih ketat.

Umumnya masyarakat datang ke kota Yogyakarta untuk menikmati sesuatu yang berbeda dari kota sebelumnya tempat mereka tinggal. Ekspektasi terhadap udara sejuk, pemandangan hijau serta kebebasan menikmati pemandangan akan terbangun sendirinya jika kita berkunjung ke kota Yogyakarta. Namun apa yan terjadi pada kenyataanya, kawasan ruang hijau sulit dijumpai di kota yogyakarta, hanya sebagian kecil yang bisa dilihat, tidak untuk dinikmati. Contoh kawasan sepanjang tugu hingga malioboro sebagai salah satu pusat objek wisata juga sebagai tempat peletakan karya pameran jogja street sculpture project, kawasan ruang hijau tidak dapat dijumpai, hanya sekedar tanaman penghias kota yang diletakan dalam pot permanen di pinggir jalan, kehadiran ruang hijau disini hanya sebagai penghias kota, bukan sebagai sarana untuk menikmati udara sejuk serta penghasil oksigen atau udara bersih di pusat kota.

Isu lingkungan lain yang sedang terjadi ialah ketersediaan air tanah di beberapa tempat di kota yogyakarta yang habis akibat pengalihan penggunaan air tanah yang tidak merata, salah satunya akibat pembangunan hotel yang menjamur disetiap sudut kota yogyakarta yang mengakibatkan sumur-sumur disekitar hotel menjadi berkurang persediaanya bahkan kering. Semuanya itu tercermin dalam sabut kelapa yang terdapat pada lapisan karya yakni dibawah besi penyangga karya. kehadiran sabut kelap disini ialah sebagai penyaring air bersih bagi masyarakat.

Rumput serta tanaman sebagai media penghasil karya visual menampilkan enigma mengenai isu lingkungan yang sedang marak terjadi dimana media tersebut kemudian menjadi teka teki, masih adakah lahan terbuka hijau di kota yogyakarta untuk dinikmati?, disebalah mana kah lahan tersebut?

Narasi pada karya ini terletak pada keterangan karya yang berbunyi "Semakin meningkatnya suhu kota karena faktor pencemaran udara yang semakin hari semakin mengkhawatirkan ditambah dengan menyempitnya lahan terbuka hijau, maka dari itu saya membuat sebuah visual karya dari rumput yang seolah-olah ditarik karena ingin diganti dengan sesuatu yang baru" dimana perupa ingin menceritakan kondisi kota yogyakarta yang mengkhawatirkan dari segi polusi udara serta lahan terbuka hijau.

Ruang kota hijau?

Jika dilihat secara denotasi rumput merupakan enigma dari isu-isu lingkungan yang sedang terjadi di kota Yogyakarta akibat maraknya pembangunan disetiap sudut kota. Berkuranganya lahan hijau serta udara bersih di kota yang merupakan bagian penting malah diabaikan dan digantikan dengan gedung-gedung tinggi yang ironisnya malah tidak menghasilkan polusi ketimbang udara bersih.

Rumput yang dipilih sebagai media utama dari karya utama visual adalah jenis rumput yang biasa digunakan pada taman-taman yakni rumput gajah mini, karena meskipun terinjak-injak rumput tersebut dapat tetap tumbuh normal. Rumput disini ingin mewakili tempat bagi masyarakat untuk berjalan-jalan, melakukan aktivitas yang bisa dilakukan dengan keluarga, tempat bagi anak-anak untuk bermain, berlarian bebas tanpa memikirkan akan lalu lalang kendaraan. Juga mewakili tempat bagi masyarakat untuk menikmati sejuknya kota Yogyakarta. Rumput merupakan bentuk dekonstruksi dari lahan masyarakat yang seharusnya dapat dinikmati bersama tetapi keberadaanya malah sulit untuk diupayakan.

Tumbuhan pakis yang terdapat dalam instalasi sculpture ingin melambangkan sebagai alat penyaring udara yang dihasilkan dari knalpot-knalpot kendaraan kota yang semakin lama semakin menyiksa paru-paru. Selain sebagai penyaring udara, tumbuhan pakis mewakili kerinduan akan sosok kota yang bersih dari polusi. Tanaman pakis hadir sebagai vakum cleaner bagi lantai kota yang dikotori oleh polusi udara.

Bentuk melengkung yang terdapat pada karya memiliki bentuk pengulangan atau repetisi, yang jika dilihat dari samping maka akan membentuk huruf M yang bisa kita artikan sebagai mangkubumi karena diletakan pada jalan mangkubumi maka karya bisa jadi ingin mewakili situasi atau keadaan dari jalan mangkubumi dimana hotel-hotel bertebaran hanya dalam jarak ratusan bahkan belasan meter, sementara lahan hijau tidak ada sama sekali.

Bentuk melengkung pada karya juga bisa dilihat sebagai huruf A yang tidak sempurna, dimana A dapat menggambarkan kota Yogyakarta yang aman, ramah, dan menyenangkan kini ingin dihilangkan dari kota yogyakarta karena ingin digantikan dengan megah dan mewah. hal tersebut ditunjukan dengan posisi rumput yang sebagian terlepas, atau terangkat dari tempat ia berpijak yakni tanah.

Lokasi instalasi sculpture yang berada pada salah satu pot tanaman kota juga ingin menggambarkan bahwa ruang hijau kota seakan ingin ditelanjangi atau perlahan disingkirkan, media sculpture yang terdiri dari besi, rumput serta tanaman pakis yang berbentuk bergelombang repitisi juga bisa diartikan sebagai bentuk kain yang semula sebagai ruang hijau kota serta pelindung kota dari udara kotor kemudian ditarik sehingga menelanjangi bagian bawah kain yang diwakili sebagai kota yogyakarta.

Dengan demikian dekonstruksi hadir pada karya ini berupa dekonstruksi yang hadir secara terus-menerus karena persoalan mengenai isu lingkungan pada jaman ini merupakan persoalan utama yang hampir tidak menemui titik temu pemecahan masalah, karya visual akan terus dibuat guna mendekontruksi kondisi ruang publik yang terus ditarik dari wujud yang seharusnya.

Tulisan ini dibuat dengan dasar analisis pada karya  dengan disarikan dari berbagai sumber oleh S.L. - masih jauh dari sempurna

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun