Kasus bunuh diri banyak terjadi pada usia 15 hingga 29 tahun yang meunjukkan Generasi Z (1997-2012) mendominasi kasus tersebut. Perbedaan respon pada setiap generasi dalam menghadapi masalah juga berbeda-beda. Selama ini, Generasi Z ke bawah seperti Generasi X dan Generasi Milenial sering kali mendapatkan pola asuh dan didikan yang sangat berbeda dari orang tua maupun di lingkungannya. Generasi Z cenderung mendapatkan perlakuan yang lemah lembut dari orang tuanya, sedangkan orang tua di generasi sebelumnya sering kali lebih berorientasi pada pencapaian akademik dan kesuksesan materi yang membuat cara didik pada generasi tersebut lebih keras.
Berangkat dari perbedaan pola asuh dan didikan yang sangat kontras, tentu hal tersebut membuat pentingnya kesehatan mental menjadi kurang eksis. Sebagai contoh, seorang anak Generasi Z sedang menangis karena omelan gurunya yang membuatnya sakit hati, lalu seseorang dari generasi milenial datang untuk membicarakan didikan gurunya di masanya yang lebih kejam dari pada sebuah omelan  dan membandingkan responnya yang kuat dan tegar. Hal tersebut seakan-akan membuat emosi sedih yang dirilis dari rasa sakit hati tidak boleh divalidasi.
Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, Generasi Z atau Gen Z lebih memiliki kesadaran dan tingkat perhatian yang tinggi pada kesehatan mental. Namun, Gen Z sering dilabelkan sebagai generasi yang mentalnya lemah dibandingkan generasi sebelumnya. Hal tersebut terjadi karena Gen Z lebih vokal dalam menyuarakan tentang kesehatan mental, bahkan pada ruang lingkup pekerjaan.
Adapun beberapa alasan historis, sosial, dan budaya tentang generasi sebelumnya yang cenderung memiliki kesadaran yang rendah mengenai kesehatan mental:
- Pola pikir tradisional Bagi generasi sebelumnya, kehidupan cenderung dipandang sebagai perjuangan yang harus dihadapi dengan kesabaran tanpa menunjukkan sisi lemahnya. Masalah mental dianggap sebagai masalah pribadi yang dibungkam dan diselesaikan dengan diri sendiri tanpa bantuan orang lain bahkan professional.
- Prioritas pada kebutuhan dasar Sebelum meningkatnya gaya hidup konsumtif, generasi sebelumnya lebih fokus pada kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan karena lebih sering menghadapi tantangan ekonomi, perang, atau perubahan sosial besar-besaran, sehingga kesehatan mental dianggap tidak begitu penting.
- Pengaruh gender yang dibentuk masyarakat Alasan ini lebih berdampak pada laki-laki, di mana masyarakat akan menganggap lemah seorang laki-laki ketika ia menunjukkan kesedihannya. Faktor ini masih terjadi hingga sekarang, tetapi tidak seberat pada masa sebelumnya.
Faktor Penyebab Pengabaian Kesehatan Mental
Tak hanya perbedaan perspektif antar generasi yang menyebabkan masalah kesehatan mental masih diabaikan, berikut adalah faktor-faktor penyebab kesehatan mental yang cenderung diabaikan oleh masyarakat :
- Stigma sosial tentang mental health Masih banyak masyarakat yang melabeli kesehatan mental sebagai sesuatu yang tabu, bahkan gangguan mental apapun itu sering kali disimpulkan menjadi kegilaan. Hal tersebut membuat individu yang membutuhkan bantuan menjadi takut akan isolasi sosial.
- Minimnya layanan kesehatan mental Menurut data dari Litbang Kompas mengenai kesadaran mental health, sebanyak 27,7% responder yang memiliki tekanan mental mengaku tidak mau berkonsultasi karena jauh dan repot. Hal tersebut membuktikan bahwa akses layanan kesehatan mental masih belum merata
- Tekanan sosial dan ekonomi Kesehatan mental yang buruk dapat dipicu dari tekanan mengenai ekspektasi sosial seperti kesuksesan Pendidikan hingga karir. Terlebih lagi, ketimpangan sosial yang membuat orang-orang terpuruk karena menjadi terbatas dalam banyak hal.
- Kurangnya edukasi tentang mental health Tidak semua sekolah mengajarkan mengenai pentingnya kesehatan mental. Hal tersebut membuat minimnya pengetahuan tentang kesehatan mental hingga dewasa.
- Pengaruh media sosial Meskipun mampu menjadi media berbagi dan mencari dukungan, media sosial dapat memperburuk kondisi mental seseorang atas paparan konten negatif hingga tekanan untuk menjadi sempurna.
Langkah Pencegahan Kesehatan Mental yang Buruk
Untuk mencegah kasus bunuh diri yang disebabkan oleh masalah kesehatan mental, perlu peningkatan kesadaran mental health terlebih dahulu agar masyarakat di Indonesia bisa menjaga kesehatan mentalnya. Berikut adalah beberapa Langkah yang dapat diambil:
- Meningkatkan edukasi tentang kesehatan mental Edukasi mengenai mental health perlu diajarkan di sekolah untuk meminimalisasi stigma buruk sejak dini.
- Meningkatkan akses layanan kesehatan mental Kementrian Kesehatan menyatakan bahwa hanya terdapat sekitar satu psikiater untuk setiap 300.000 penduduk. Penyediaan psikiater, psikolog, dan konseler perlu ditingkatkan.
- Memberi dukungan sosial orang-orang terdekat seperti keluarga dan teman memiliki peranan yang penting dalam mendukung individu yang sedang mengalami masalah. Memberi dukungan kepada seseorang yang sedang berjuang akan sangat membantu.
Â
Pesan: Hargailah Perasaanmu!
Di bangku sekolah, kita diajarkan untuk menghargai orang lain. Namun, kita juga perlu menghargai diri kita sendiri, terutama perasaan kita. Ketika sedang dihadapkan dengan suatu masalah yang dirasa cukup berat, kita bisa menceritakan masalah tersebut ke orang terdekat, sehingga emosi kita dapat terilis dan mendapatkan solusi dari orang lain. Memang, tidak semua masalah bisa diceritakan, tetapi terlalu sering menyimpan masalah dapat mengganggu kesehatan mental kita. Jadi, hargailah perasaanmu dengan tidak berlarut-larut memendam emosimu sendiri.