Setidaknya dua hari sekali terlahir sebuah tulisan, di Kompasiana. Itu dulu, sebelum malas yang disengaja berlalu sebulan. Sibuk kerja, sebuah alasan pembenaran diri, padahal kalau niat hampir pasti bisa.
Bangkit kembali, ingin mengalami sensasi pertemanan yang telah terbangun dan sempat terhenti. Beratnya keinginan menekan huruf-huruf dan merangkainya jadi sebuah tulisan tak mungkin terlaksana bila tak ingat untuk apa sebuah tulisan dibuat.
Niatnya menulis adalah ingin dikenal, dan bermanfaat, bahkan ketika kita telah tiada, sebagai penulis. Lama tak menulis, berdampak kegamangan bila menyebut diri penulis, karena penulis sudah seharusnya ya menulis.
Utamanya menjadi penulis, sebenar-benarnya adalah ingin mendapatkan bonus kesehatan dan kebahagiaan. Jujur dari lubuk hati yang paling dalam, berkaca pada apa yang telah dirasakan selama ini.
Tak rela kehilangan kawan-kawan yang selama ini, bahkan bertahun-tahun telah saling berbagi dan mengenal sebagai sesama penulis Kompasiana, kembali menguatkan tekad untuk memulai menulis.
Niatnya bulat, awal bulan belum mulai menulis, masih sekadar baca-baca dan memberi komentar beberapa tulisan kawan-kawan Kompasianer, sebutan penulis Kompasiana, sambil menyimak situasi.
Beberapa kawan yang tulisannya diberi komentar, membalas dengan ungkapan terimakasih dan menguatkan niat agar segera membuat tulisan baru. Di antaranya ada yang bilang, kangen dengan tulisan-tulisannya dan bertanya kemana saja lama menghilang.
Sejatinya, tak bisa mengandalkan balasan komentar dan ada yang menanyakan tentang diri kita, karena bisa jadi kawan-kawan Kompasianer pun lupa karena kesibukannya masing-masing. Bila demikian, yang rugi pastinya kita sendiri, tak bisa mendapatkan bonus kesehatan dan kebahagian sebagai penulis.
Kurang sopan nampaknya bila kita tak punya tulisan baru di akun, karena kawan-kawan Kompasianer yang kita kunjungi biasanya ingin berbalas kunjung. Jangan bikin mereka kecewa, karena hanya mendapatkan tulisan-tulisan usang.
Jangan bilang kehabisan ide, dipakai sebagai alasan lama tak menulis. Pengalaman kerja, dan apa saja yang teralami, termasuk yang terlihat, layaklah dibagikan sebagai pembelajaran dan pemanfaatan dari apa yang kita miliki.
Perjuangan meramu bahan hingga menjadi tulisan, bahagia pertama ada pada penulisnya karena sukses mencipta, belum lagi bahagia kedua bila ternyata memberikan kemanfaatan bagi pembacanya.
Layaklah dikatakan bahwa penulis itu telah mampu menciptakan bahagianya sendiri, dan bahagia itu biang-nya sehat.
Menyandang predikat sebagai penulis, sehat dan bahagianya akan memampukan semangat beraktifitas lainnya berlipat-lipat. Terus terang saja, bila tulisan kita sukses ditayangkan, dampaknya bikin semangat kerja dimulai dari pagi hingga saatnya pulang petang.
Kurang apa lagi atau adakah alasan lainnya yang mampu menghambat  kita yang telah lama tak menulis untuk bangkit. Perhatikan, celoteh ringan yang saat ini dibaca, meski semacam curhat, nyatanya telah menjadi sebuah tulisan.
Pembelajaran buat kita-kita, yang merasa buntu kehilangan ide, tak punya waktu menulis, dan malas, saatnya mengingat niat masing-masing. Niat yang baik, tak seharusnya dipendam, nyatakan segera dalam sebuah tulisan perdana secara bertahap dan berkelanjutan.
Salam Penulis Sehat Bahagia!
Bandung, 04 Sept 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H