Pelarangan penggunaan kantong plastik per 1 Juli 2020 oleh Pemprov DKI Jakarta, dan kota-kota lainnya di Indonesia, menyisakan keraguan. Belum terbiasa, masih berlimpahnya ketersediaan kantong plastik, melemahkan pemahaman cemaran limbah plastik. Â Â
Sejatinya bukan hanya sebatas kantong, tapi pengemas bahan pangan lainnya, masih banyak yang menggunakan plastik. Semisal sayuran segar dan buah-buahan  yang dikemas plastik di etalase swalayan. Belum lagi jajanan pasar dan gorengan, yang juga pakai kemasan plastik atau kantong.
Kalau kita amati, tempe contohnya, dahulu kala menggunakan daun pisang sebagai pembungkusnya, sebelum plastik seperti sekarang ini. Entahlah apa sebabnya, mungkin daun pisang sulit ditemui karena tak banyak lagi yang membudidayakan  pohon pisang.
Solusi pengurangan kantong plastik, selama ini telah dilakukan dengan  kantong berbayar dari kain atau plastik ramah lingkungan. Murah dan mudah didapat, masih banyak toko-toko dan pasar tradisional yang menggunakan kantong plastik.
Kebiasaan dulu, sebelum kantong plastik merajalela, para pedagang menggunakan daun pisang atau daun jati sebagai pengemas makanan dan sejenisnya. Kini, boros polusi bisa dibilang begitu, hampir semuanya pakai kantong plastik, meski sebenarnya cukup dijinjing atau disimpan di saku celana.
Dalam sebuah publikasi, Journal of Food Science and Technology, dinyatakan bahwa daun pisang mengandung senyawa antibakteri dan antioksidan tinggi. Dalam hal ini, antioksidan-nya adalah polifenol, seperti yang terdapat pada daun teh hijau.
Adanya kandungan antibakteri dan lilin yang terdapat di permukaan daun pisang, menjadikan daun tetap bersih dan tak perlu dicuci dengan sabun, cukup hanya dibilas air dan diseka.
Kelebihan lainnya, senyawa-senyawa yang terdapat pada daun pisang menyebabkan makanan berasa lebih lezat, ber-aroma daun, dan lebih awet karena antibakteri.
Kreativitas yang jeli, dapat dibuatkan kantong-kantong besar dari daun pisang, dalam rupa anyaman atau sesuatu yang lain, selain sebagai kemasan pertama pada sayuran, bumbu-bumbu dapur, buah-buahan dan lain-lain.
Terpulang pada kesadaran massal, dan sosialisasinya akan bahaya plastik bagi kesuburan dan daya dukung tanah, karena tak mampu menyerap dan menyimpan air. Belum lagi tersumbatnya aliran sungai akibat sampah plastik dan juga polusi tanah karena tak bisa jadi kompos.
Akhirnya ke laut, perjalanan sampah-sampah plastik berakhir. Penyebab mengapa banyak ikan mati karena ternyata diperutnya banyak ditemukan sampah plastik. Bahkan ada butiran-butiran plastik berukuran mikro yang menurut penelitian, terkonsumsi oleh manusia melalui konsumsi hewan-hewan laut.
Tak hanya diedarkan di daerah asalnya Kulon Progo, Jawa-Tengah, tapi juga merambah pasar luar, seperti Spanyol, Hongkong, dan Jepang.
Gregetnya kurang, begitulah situasinya, yang seharusnya disegerakan agar menjadi demam pemanfaatan daun, dan pelepah pisang. Sosialisasi harus terus menerus, tentang bahayanya bagi bumi sebagai dampak polusi limbah plastik dan kantongnya yang merusak lingkungan.
Bandung, 10 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H