Belum makan, begitu katanya bila tak jumpa nasi. Temuan rice cooker sebagai alat penanak nasi pengganti dandang atau panci, sangatlah praktis. Namun, membiarkan nasi pada suhu ruang, akan berisiko tercemar bakteri Baccillus cereus penghasil racun.
Pangan, termasuk juga nasi, memiliki suhu aman yang tetap harus dijaga, sesuai prinsip-prinsip : Lima Kunci Keamanan Pangan, Standard Kesehatan Dunia -- WHO.
Suhu Aman dimaksud adalah di bawah 5 derajat Celcius dan di atas 60 derajat Celcius, yang mampu memperlambat atau menghentikan pertumbuhan bakteri. Di antara kedua-nya, disebut Suhu Tak Aman, bakteri atau mikroba akan berkembang biak dengan lebih cepat.
Bacillus cereus, merupakan bakteri yang biasa ditemui pada beras yang belum dimasak. Bahkan setelah dicuci dan dimasak pun, bakteri tetap bertahan hidup.
Bila nasi dibiarkan mendingin pada suhu ruang, suhu tak aman (danger zone), antara 5 sampai 60 derajat Celcius, bakteri masih dapat berkembang biak dan menghasilkan racun, dengan gejala diare, muntah-muntah, dan kram.
Ahli mikrobiologi dan profesor klinis Philip Tierno di New York University Langone Health menyatakan bahwa Bacillus cereus secara alami membentuk koloni pada nasi yang tidak dimasak sempurna. Bakteri mampu bertahan hidup selama proses pemasakan dan tumbuh dengan baik pada lingkungan bersuhu kamar sekitar 25 derajat Celcius.
Dipanaskan berkali-kali pun, bakteri dalam nasi tidak akan mati semuanya, karena sporanya yang berfungsi sebagai pelindung, cukup kuat bertahan pada proses memasak bersuhu tinggi.
Terlanjur sudah, bila nasi yang sempat didinginkan lebih dari 2 jam, ingin dipanaskan atau di hangatkan dengan Rice Cooker (70 -- 80 derajat Celcius), ternyata sudah mengandung bakteri, Bacillus cereus, dalam jumlah cukup.
Spora dari Bacillus cereus dapat tumbuh bahkan jumlahnya berlipat ganda menghasilkan racun ketika nasi ditinggalkan pada suhu kamar setelah dimasak. Bisa jadi, bakterinya ada yang mati atau sekadar pingsan saat penghangatan kembali, tapi racunnya tidak.
National Health Service Amerika, Mei 2018 telah mengingatkan bahaya potensial makan nasi yang dipanaskan ulang. Laporan itu memiliki fakta bahwa bakteri yang disebut Bacillus cereus umumnya ditemukan dalam beras, dan banyak pula spora yang bertahan hidup di nasi yang dimasak.
Namun, tak perlu khawatir berlebihan, keracunan nasi telah teratasi dengan adanya Rice Cooker, asalkan memahami dan mematuhi aturan-aturannya.
Kehebatan utama dari Rice Cooker, selain menanak nasi juga menghangatkan nasi. Perangkat thermostat-nya ternyata mampu mempertahankan agar suhu tetap terjaga antara 70 sampai 80 derajat Celcius.
Maknanya, selama proses penghangatan, suhunya telah memenuhi kaidah suhu aman, sesuai Lima Kunci Keamanan Pangan, di atas 60 derajat Celcius. Suhu aman akan memperlambat atau menghentikan pertumbuhan bakteri penghasil racun.
Menghangatkan nasi di Rice Cooker ada batasnya, bila melebihi 12 jam, nasi akan kering dan berwarna kekuningan. Namun, masih tetap aman untuk dikonsumsi.
Hal lain yang perlu diperhatikan saat akan menghangatkan nasi setelah nasi masak, diamkan beberapa saat dan aduk-aduklah merata, agar uap-nya tidak terperangkap, yang bisa menyebabkan nasi lembek dan tak awet.
Idealnya, menanak nasi secukupnya dan tidak berlebihan. Dalam keadaan hangat, suhu 70 -- 80 derajat Celcius, bila ada nasi tersisa, masih dapat disimpan di kulkas, yang bersuhu kurang dari 5 derajat Celcius. Biarkan agak dingin beberapa saat, sebelum dimasukkan kulkas, dalam keadaan tertutup rapat dengan wadah yang bersih.
Jangan lupa, untuk tidak menyimpan nasi lebih dari sehari di dalam kulkas. Setelahnya, masih boleh dihangatkan lagi pakai rice cooker sekali lagi.
Tak perlu berpikir ribet, nasi akan tetap aman di konsumsi, dengan alat penanak nasi, Rice Cooker, asalkan tetap hangat. Bila listrik padam, dan penghangat suhu tak lagi berfungsi, lebih dari dua jam, simpanlah segera nasi dalam kulkas.
Bijak merawat nasi, dan memahami apa yang terjadi, akan mampu menjauhkan racun yang sangat membahayakan kesehatan.
Bandung, 07 Juni 2020
Catatan Penulis:
Pemerhati pangan, kesehatan, dan praktisi di Industri Pangan. Alumnus Kimia ITB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H