Sepintas tak ada yang istimewa. Hanya dua pasang sandal jepit, di teras samping rumah. Warna hijau untuk area dalam dan warna ungu untuk luar rumah.
Sempat berdebat, mulanya anak termuda yang lulusan S1-Gizi, sibuk ingin menerapkan sistem. Aturan harus ganti sandal jepit, bila kembali masuk rumah, bahasa gaulnya agar tak menularkan kotoran atau kuman dari luar.
Padahal, bila sandal tak berganti, cuci di keran air samping rumah, setelah pakai di luar, cukuplah tak perlu bertukar sandal. Mengurangi sedikit kerepotan rutinitas gonta-ganti.
Tak jauhlah beda, penerapan ganti sandal di rumah, semirip dengan ketatnya aturan kebersihan di kantor bapaknya. Ya, industri pengolahan pangan, yang telah menerapkan ketat standar keamanan pangan, mudahlah dipahami kalau hal ini cocok diterapkan di rumah.
Sepintas cerita, situasi di kantor memang menerapkan aturan bahwa setiap pekerja harus berganti sepatu saat masuk area pabrik. Bahkan, setelah ganti sepatu, masih harus melewati eskalator yang dilengkapi sikat pembersih debu sepatu. Plus harus cuci tangan pakai sabun, melengkapi sepatu dan pakaian khusus yang bersih.
Pembedaan sandal jepit area luar dan dalam rumah, sebenarnya dimaksudkan untuk mengurangi cemaran kotoran, atau kuman. Lagipula, sandal luar rumah kurang layak bila dipakai di dalam rumah, dari etikanya.
Bedakan warna, hijau untuk dalam dan ungu untuk luar rumah, sementara cukup. Kekurangannya adalah penyediaan rak sandal, dan penulisan label bertuliskan: Sandal Luar dan Sandal Dalam, di setiap rak.
Sekilas pintas, pemisahan fungsi sandal jepit di rumah telah usai, pun kebiasaan telah dilakukan rutin.Â
Penerapan kebersihan dan antisipasi cemaran kuman, di industri pengolahan pangan, rupanya berlaku juga di rumah dengan beberapa penyesuaiannya. Targetnya rumah jadi lebih sehat, bersih dan bebas dari kuman jalanan!
Bandung, 07 Maret 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H