Gonjang-ganjing! Sering terlambat masuk kerja, maunya tepat waktu, nyatanya bertolak belakang. Rutinitas keterlambatan, tanpa disadari pelaku telah merugikan dirinya.
Pengalaman dulu, saat terlambat menyatu dalam keseharian, seolah berlalu tanpa beban. Terkadang datang sepuluh menitan dari jadual masuk, seharusnya dapat diantisipasi dengan cara berangkat lebih awal.
Ibaratnya istirahat makan siang, minimal 4 jam dari saat mulai kerja, haruslah dimulainya waktu. Bila kita masuk kerja jam 8.00 pagi, paling tidak jam 12 harus sudah makan.
Kenyataan, perut mengatur dirinya sendiri, tak harus 4 jam, sesuai perintah sang pemilik perut. Beberapa tahun belakangan ini, seting waktu makan siang ditetapkan  jam 12.00, dan itu tak masalah. Bahkan, seorang teman melakukan seting perut lapar jam 13.00, dan sukses. Asalkan  jangan lebih dari  5 jam, kasihanilah perut.
Pola waktu makan siang, baik jam 12.00 maupun 13.00 tak ada dampak perutnya jadi sakit, asalkan dibiasakan.
Kalau saja berangkat masuk kerja bisa ditata-ulang, seperti ketentuan pilihan waktu makan siang, bisa jadi merupakan solusi mudah agar tidak terlambat.
Semisal, kalau biasa dari rumah jam 07.30, dengan risiko keterlambatan sampai  tempat kerja jam 08 lebih 10 menit, mengapa tidak berangkat lebih pagi.
Solusinya, seperti ketika kita menentukan jam makan, mau jam 12.00 Oke, dan juga 12.30 pun oke. Perubahan lebih lambat atau lebih awal makan 30 menit, Â tak masalah. Cuma butuh penyesuaian perut, karena awalnya perut pasti menagih janji makan siang, jam 12.00.
Dengan demikian, agar tidak sampai terlambat masuk kerja, bisa digeser waktu jam keberangkatannya. Semula jam 07.30 menjadi 30 menit lebih awal, jam 07.00 siap!
Bangun lebih pagi, dapat mengembalikan tak bisa -- tak bisa yang hilang menjadi bisa. Hanya perlu pembiasaan dan penyesuaian saja pada awalnya.