Mohon tunggu...
Johanes Krisnomo
Johanes Krisnomo Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Penulis, YouTuber : Sketsa JoKris Jo, Photografer, dan Pekerja. Alumnus Kimia ITB dan praktisi di Industri Pangan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kujual Selimut demi Penghangat Perut

23 Oktober 2018   23:22 Diperbarui: 23 Oktober 2018   23:18 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : https://www.ebay.co.uk

Bukan cerpen! Hanya curhat bahwa kisah ini pernah terjadi. Ketika parkir di pelataran roda empat, mal niaga di kawasan Jalan Tamansari Bandung. Di situlah, di sudut perempatan jalan pernah ada transaksi.

Manusia tak mungkin hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Demikian pula kita, tak langsung menjadi tua. Prosesnya jelas, lahir, berstatus bayi, anak-anak, remaja, setengah tua dan akhirnya menjadi tua.

Curhat saat kuliah dulu. Jelang tengah malam, baru tersadar bahwa dompet di kantong belakang celana telah menipis. Pasalnya, pantat berasa panas, dan mengganjal, setelah duduk berjam-jam menyelesaikan tugas kuliah sedari sore. Ketika di check, hanya menyisakan beberapa lembar catatan dan kartu mahasiswa.

Seringnya kiriman uang yang terlambat, pernah juga di selang-seling dengan mengajar privat, meski belum cukup.

Beruntung, beberapa keluarga, kakak beradik dari ibu memberikan dukungan moril dan materil. Khusus yang satu kota, di Bandung, paling tidak sering menjamin makan dan kasih uang ongkos bila berkunjung, yang meski tak besar tapi bermanfaat.

Demikian pula, keluarga yang di luar  kota, sering berbagi rejeki bila suatu saat berjumpa.

Mereka-merekalah, orang-orang berjasa yang membesarkan hati dan punya andil mengaktualkan cita-cita menyadi nyata. Seperti saat ini, di mal niaga, di antara orang-orang sukses yang lalu-lalang tak berkekurangan.

Kembali ke tersadarnya saat dompet menipis waktu belajar tengah malam. Tak ada jalan lain, harus berpikir keras!

Dua pilihan harus diputuskan, badan tetap hangat dengan selimut, ataukah perut hangat selimut amblas.

Pilihan kedua nampaknya lebih realistis. Bergegas-gegas pada akhirnya, membawa selimut yang diikat, dan menawarkannya pada pedagang mi instan di sudut jalan tak jauh dari mal sekarang.

Akhir kata, dengan wajah asli memelas dan kuyu, berhasil meluluhkan belas kasih pedagang mi instan dengan penggantian uang yang cukup untuk makan beberapa hari.

Balada kisah selimut, telah menjadi pengingat dan pemicu, saat mereka-mereka yang telah memuluskan cita-cita, menjadi tua dan tak berdaya.

Tak harus menunggu kaya untuk berbagi, mereka-mereka yang telah berjasa, disempatkan harus diberi perhatian moril maupun materil terlebih setelahnya.

Bahagianya hati, berbagi dan membalas budi dengan tulus, selagi mereka masih ada. Gegara ini, tak mungkin berakibat fisik dan psikis  kita dimiskinkan, tetapi justru sebaliknya.

Berbagilah, selagi kita masih mampu dan berniat, agar kita diberikan kesehatan dan umur panjang!

Bandung, 23 Okt 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun