Ada secuil kesan, saat gelaran Historical Trips 2017, di Bandung, Minggu (29/10/17). Kegiatan jalan-jalan yang rutin diadakan satu kali satu bulan ini, memang bekutat mengambil simpul kemanfaatan sejarah tempo doeloe.
Dikisahnyatakan, sosok asing yang rendah hati, namun tinggi prestasi, yang pada mulanya biasa-biasa saja layaknya peserta tur lainnya.
Rutenya, dimulai dari dari Pabrik Es Saripetojo, yang didirikan pada tahun 1930. Saat itu es batu masih merupakan sesuatu yang mengherankan dan membingungkan. Dilanjutkan ke Gedung Pakuan, sekitar dua ratus meter setelahnya, dibangun tahun 1864, dan merupakan kediaman Residen yang bernama Van Deer Moore. Saat ini Gedung Pakuan merupakan kediaman resmi Gubernur Jawa Barat.
Kemudian, jalan kaki menuju Gedung PT KAI -- Kereta Api Indonesia, sekitar sepuluh menit jalan santai. Di depan Gedung KAI terdapat sebuah lokomotif, Tedi sebutannya, yang diproduksi tahun 1926, dan terakhir beroperasi  pada tahun 1970.
Perjalanan terakhir, sekitar lima menit, ke Gedung Indonesia Menggugat, tempat Soekarno, Presiden RI, dan beberapa tokoh pejuang lainnya Gatot Mangkoepradja, Maskoen Soemadiredja, dan Soepriadinata diadili di gedung ini. Mereka dijebloskan di Penjara Banceuy -- Bandung, selama delapan bulan, dan di sanalah Soekarno menuliskan pembelaannya dalam tulisan berjudul -- Indonesia Menggugat.
Bila menyorot kisah perjalanannya, cukup singkat, namun ada secuil yang belum disebut. Sosok asing, Olivier Johannes Raap, pria Belanda kelahiran tahun 1966, tokohnya.
Olivier pun tak pelit membagikan pengetahuannya, pada kawan-kawan yang bertanya. Nach, di sinilah kehebatannya mulai tampak. Detail arsitektur di Gedung Pakuan pun dia tahu persis. Bahkan sewaktu di Gedung KAI, saat pemandu, Pak Hasan Sobirin meminta penjelasan tambahan berkenaan dengan seluk beluk kereta api, lancar terkendali.
Dari penuturannya, disebutkan bahwa sejak 1998 sudah mondar-mandir mengunjungi Indonesia khususnya Pulau Jawa, untuk belajar bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan mendalami sejarahnya. Tentang buku, Olivier yang lulusan Arsitektur di Delft -- Belanda, telah menghasilkan empat buah. Buku pertamanya di tahun 2013, Pekerdja di Djawa Tempo Doeloe, yang diikuti Soeka Doeka di Djawa Tempo Doeloe dan Kota di Djawa Tempo Doeloe. Buku keempatnya, Sepoer Oeap di Djawa Tempo Doeloe, terbit pada 2017 (Penerbit KPG).
Kunci makna tercatat, saat pemandu bertanya pada Olivier, "Mengapa tak membawa buku-bukunya, sekalian promosi buat kawan-kawan?"
Ampuh, dia menjawab, bahwa pada saat acara ini berlangsung, bersama 36 peserta lainnya dan 3 panitia, hanya mendaftar sebagai peserta untuk melihat langsung dan belajar tentang bangunan-bangunan bersejarah yang sesuai skedul Historical Trips. Bukan untuk promosi buku.
Tepuk jidat, bertanya-tanya dalam hati, sekaligus kagum. Olivier tak mau sambil menyelam minum air, memanfaatkan kepentingan. Saatnya, bukan promosi buku, kecuali kalau memang direncanakan.
Singkat padat dan bermanfaat, itulah keteladanan kawan baru yang luar biasa, namun tetap rendah hati dan tegas menggunakan kesempatannya. Salut!
Bandung, 29 Okt 2017
Penulis : Johanes Krisnomo
Catatan : Inspirasi Kisah saat ikut Historical Trips 2017, Minggu (29/10/17). Olivier, bisa dihubungi lewat facebook dan email : oli4raap@ziggo.nl -- Historical Trips dipandu oleh Hasan Sobirin dan Malia Nur Alifa. Kisah detail jalannya tur akan dilaporkan terpisah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H