Empat puluh tahun lalu, 1977, saat masih kinyis-kinyis alias muda banget, Bioskop Majestic - Bandung adalah surganya para mahasiswa. Maklumlah, ajang hiburan penetral penat setelah kuliah enam hari berjibaku.
Kini, bersama kawan-kawan komunitas pecinta sejarah, mencoba dan merunut kembali, seperti apa nasib Majestic.
Decak kagum, simbolistis gerak bibir dan mata terungkap jelas, dari puluhan peserta, namun berbeda makna.
Bisa jadi, pemaknaan dari kawan-kawan remaja, dewasa dan tetua sangat berbeda. Dewasa, mungkin ada plus rasa bersyukur bahwa ternyata bangunan bersejarah yang merupakan bioskop elit di masa kolonial itu masih terawat dan bisa dinikmati. Tetuanya, senang bernostalgia, bahkan salah satu kawan berucap tak sengaja, ada bonus kenangan, saat dulu, berkencan di Majestic bersama sang pacar.
Hati kembali berasa muda, memperhatikan detail bangunan Bioskop Majestic, karya Wolf Schoemaker, 1924, yang antik dan bergaya Indo -- Eropa.
Apalagi terlibat dan hanyut dalam canda manja kawan-kawan muda yang cantik-cantik dan energik!
Hati pun harus dirawat, jangan biarkan terlantar, menjadi tua dan mati sia-sia. Bioskop Majestic -- Bandung contohnya, meski tua tetap terawat dan berfungsi, sebagai bioskop dan olah seni.
Bandung, 26 Sept 2017.
Penulis : Johanes Krisnomo
Catatan : Inspirasi Hasil Kunjungan bersama kawan-kawan komunitas pecinta sejarah, Bandung, Sabtu, 23 Sept 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H