Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Menemukan Tokoh Muda dan Agamis pada Pilkada Majalengka

31 Januari 2018   00:18 Diperbarui: 31 Januari 2018   00:26 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : H. MAHPUDIN, SH. MM 

Pemilihan  Kepala Daerah (Pilkada) merupakan laboratorium demokrasi di Indonesia. Dari situ kita dapat melihat sudah sejauhmana demokrasi berjalan dan ditahap apa sebenarnya kita berada. Oleh karena itu, penyelengaraan Pilkada akan selalu hangat untuk dikaji dan diperbincangkan. (Demokrasi Lokal : Evaluasi Pemilukada di Indonesia, Konstitusi Press, 2012).

Perbincangan tentang Pilkada menghiasi menu harian media-media nasional dan lokal baik di media cetak, eloktronik maupun di media sosial dan media online. Dari hal hal yang remeh temeh sampai dengan hal hal yang terkait kebijakan Mendagri yang berencana menunjuk Penjabat Gubernur dari Institusi Kepolisian yang menuai kontroversi dan kegaduhan di kalangan  elit nasional. 

Pada tahun ini pilkada serentak di Inonesia akan  diikuti sebanyak 171 daerah yang  terdiri dari 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota yang akan memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah, tentu dengan harapan pilkada ini menghaslkan pemimpin yang amanah, krdibel dan bisa bekerja bagi rakyat di daerahnya masing-masing.

Karena pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah bukan sekedar "ajang artifisial" dalam mewujudkan kedaulatan rakyat. Pemilihan pemimpin lokal di tingkat provonsi, kabupaten dan kota merupakan bagian yang sangat penting dari transformasi politik menuju konsolidasi demokrasi lokal, yang berujung pada kemampuan membentuk pemerintahan daerah yang representatif, efektif dan pro-publik.  

Di samping itu,  pilkada sebagai wahana demokrasi, tidak hanya sebatas pada terpenuhinya  demokrasi prosedural yang kuantitatif-elektoral, tetapi demokrasi yang menyentuh sisi substantif kualitatifnya yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan ketertiban, menjamin kemerdekaan dan hak asasi manusia, mewujudkan perdamaian dan tegaknya keadilan sosial. (Asep Salahudin, Pilkada 2018 dan Politik SARA, Media Indoensia, Rabu, 24 Januari 2018). 

Dari sisi prosedural kita bisa mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dan terselenggara sudah sesuai dengan jalur dan mekanismenya sebagaimana yang diatur dalam ketentuan dan peraturan-peraturan terkait pemilu. Artinya bahwa pelaksanaan dan prosedur demokrasi telah on the track sesusia dengan rezim undang-undang Pemilu. Sedangkan dari sisi substatif-kualitatifnya rasanya kita masih perlu mempertanyakan apakah hasil dari demokrasi ini telah benar-benar dirasakan faedahnya bagi rakyat, yaitu terwujudnya kesejahteran rakyat bukan hanya kesejahteraan pejabat dan keadilan sosial bukan hanya keadilan artifisial ? 

Maka terhadap persoalan substantif-kualitatif dari demokrasi ini dapat dilihat dari figur atau tokoh yang terpilih dari mekanisme prosedural elektoral kuantitatifnya itu. Oleh karenanya  yang banyak diperbincangkan publik adalah terkait dengan figur atau ketokohan dari  para kandidat yang bertarung dalam kontestasi pilkada, dari mulai rekrutmen oleh partai politik pengusung, rekam jejak, kriteria pemimpin ideal, intigritas, kehidupan pribadinya sampai pada aspek sentimen suku, agama, ras dan antar golongannya. 

Dalam konteks Majalengka terdapat tiga psangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang telah mendaftar pada KPUD  yaitu : 1. KH. MAMAN IMANULHAQ -- JEFRY ROMDONNY , 2. KARNA SOBAHI- TARSONO  dan 3. SANWASI -- TAUFAN , dari ketiga pasangan calon ini yang menjadi perbincangan adalah sosok dan ketokohan dari masing-masing pasangan calon tersebut. Dalam konteks ini menurut berbagai hasil survey popularitas dan integritas tokoh menjadi faktor utama elektabilitas, kemudian partai pengusung menjadi faktor elektabiltas yang kedua. 

Dari ketiga paslon pilkada Majalengka ini, paslon KH. MAMAN IMANULHAQ -- JEFRY ROMDONNY  termasuk  dalam  kualifikasi sesuai jamannya, tokoh muda dan sekaligus tokoh agama. Sesuai dengan rilis lembaga survey dalam diskusi publik "Menemukan Tokoh Muda dan Islami". 

Dan berdasarkan hasil survey Etos institut yang dirilis pada 14 januari 2018 pasangan  KH. MAMAN IMANULHAQ - JEFRY ROMDONNY  yang diusung oleh koalisi partai yang terdiri dari PKB, GERINDRA, PKS, PAN DAN NASDEM yang mengusung Tagline  MAJALENGKA BARU, MAJALENGKA MAJU mengungguli pasangan petahana  KARNA SOBAHI- TARSONO  dan 3. SANWASI - TAUFAN. (Adlan Dai, Maman-Jefry, Solusi untuk Majalengka Baru, kompasiana.com. 22 Januari 2018). 

Oleh karena itu berkualitas atau tidaknya suatu pilkada ditentukan oleh dua hal, yaitu pertama kerangka hukum dan perangkat penyelenggaranya jujur dan adil,  dan yang kedua adalah keterpilihan tokoh/paslon yang terpilih yang sesuai jamannya dan yang mampu mensejahterakan rakyatnya. Rakyat Majalengka sesungguhnya sangat bersyukur karena dari tiga pasang calon tersebut kiranya telah menemukan calon pemimpinya yang memenuhi harapan publik atas kriteria -kriteria pemimpin ideal sesuai jamannya yaitu tokoh muda dan agamis. 

Penulis adalah: praktisi hukum dan akademisi, dosen pada IAI dan STIE Latifah Mubarokiyah Suryalaya- Tasikmalaya, tinggal di Indramayu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun