Ibu Babi keluar dari kandang.
"Sekarang mari kita gali!" Tito memberi instruksi pada Tono. Tini masih bengong. "Tini awasi ibu, kalau sudah datang berikan aba-aba!" Tito memberi instruksi pada Tini.
Tini pasrah saja, dia percaya pada kedua kakak-kakaknya itu. Tini mengawasi di pintu kandang.
"Cepat-cepat, tapi jangan berisik! Jangan sampai ketahuan," bisik Tito.
---
Malam pun tibalah. Lubang itu cukup besar untuk dilewati. Ketika dengkuran Ibu Babi  sudah terdengar ketiganya melompat keluar dan lari ke arah hutan, meninggalkan kandang mereka selamanya.
Di hutan, hidup tidaklah mudah. Mereka harus belajar mencari makanan sendiri, melarikan diri dari pemangsa, dan bertahan dari panas terik matahari. Kulit mereka yang dulu merah muda mulai menghitam karena terbakar matahari.
"Ini jauh lebih sulit daripada yang kukira," keluh Tini suatu hari.
"Tapi kita bebas," kata Tito sambil tersenyum. "Aku lebih memilih hidup seperti ini daripada menjadi makanan manusia."
Tono mengangguk. "Dan kita lebih kuat sekarang. Kita tidak lagi bergantung pada siapa pun."
Tahun-tahun berlalu, Tito, Tono, dan Tini membangun keluarga mereka sendiri di hutan. Mereka menjadi celeng---babi hutan yang kuat dan mandiri. Keturunan mereka belajar cara bertahan hidup di alam liar dan selalu waspada terhadap bahaya.