Kita mau, karena pendidikan yang kita lakukan pada anak-anak kita, akhirnya kita mampu berkata seperti Montessori, "The children are now working as if I did not exist," anak-anak yang sudah kita ajarkan sekarang sudah (mau) belajar seolah saya tidak ada. Bagi Montessori, ketika anak-anak sudah mau dan bisa belajar sendiri, itulah tanda terbesar bahwa kita sudah berhasil sebagai seorang guru, bahwa guru telah mengajar dengan (sepenuh) hati.
Mengajar dengan hati sangat penting dalam mewujudkan pendidikan yang berkelanjutan dan kesadaran lingkungan karena akan mampu membangun koneksi emosional, meningkatkan empati, membentuk karakter, mendorong partisipasi aktif, menciptakan pembelajaran yang bermakna, dan membangun komunitas yang suportif.
Di sisi lain, orang tua juga memiliki peran yang tidak kalah penting dalam membentuk kesadaran lingkungan pada anak. Kebiasaan kecil seperti menghemat air, mengurangi penggunaan plastik, atau mematikan lampu yang tidak terpakai dapat diajarkan di rumah. Bagi bapak, mungkin mulai mengurangi kebiasaan merokok, agar anak juga tahu bahwa merokok selain tidak baik bagi kesehatan diri sendiri dan sekitar, juga menyumbang polusi yang bisa merugikan alam kita. Atau seperti pengalaman penulis di atas, orang tua seharusnya mengingatkan anaknya untuk membuang sampah pada tempatnya. Dengan adanya kolaborasi antara sekolah dan orang tua, nilai-nilai lingkungan dapat lebih mudah ditanamkan kepada anak-anak sejak dini.
Contoh Keberhasilan Pendidikan Lingkungan di Sekolah
Salah satu contoh sukses dari pendidikan lingkungan di Indonesia adalah program "Sekolah Adiwiyata," sebuah inisiatif dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Program ini mendorong sekolah-sekolah untuk mengembangkan kebijakan, kurikulum, dan kegiatan yang mendukung kesadaran lingkungan. Sekolah yang berpartisipasi dalam program Adiwiyata diajak untuk menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam kegiatan sehari-hari, seperti pengelolaan sampah, penggunaan energi terbarukan, dan penghijauan sekolah.
Banyak sekolah yang berhasil menciptakan perubahan positif melalui program ini. Misalnya, beberapa sekolah berhasil mengurangi volume sampah hingga 50% dengan menerapkan program pemilahan sampah, daur ulang, dan kompos. Ada juga sekolah yang berhasil menciptakan taman vertikal dan kebun organik di halaman sekolah, yang tidak hanya berfungsi sebagai ruang hijau, tetapi juga sebagai media pembelajaran bagi anak.
Salah satu sekolah di Pematangsiantar, misalnya, SMP Cinta Rakyat 3 dinobatkan sebagai sekolah Adiwiyata Tingkat Nasional pada tahun 2022 karena memang sudah mendorong kesadaran lingkungan pada semua warga sekolah.
Mengukur Dampak Pendidikan Lingkungan
Dampak dari pendidikan lingkungan memang tidak bisa diukur secara instan, karena membutuhkan waktu untuk melihat perubahan perilaku yang signifikan. Namun, indikator-indikator seperti penurunan penggunaan plastik sekali pakai, peningkatan partisipasi anak dalam kegiatan lingkungan, dan perubahan perilaku anak terhadap pengelolaan sampah dapat menjadi tanda awal keberhasilan program pendidikan lingkungan.
Pemerintah juga perlu berperan dalam mengukur dan mendukung keberhasilan pendidikan lingkungan ini, misalnya dengan memberikan penghargaan atau insentif kepada sekolah-sekolah yang berhasil menerapkan program lingkungan yang berkelanjutan. Lalu mengembangkan program-program pelatihan untuk guru, agar memiliki kapasitas dan pengetahuan yang memadai dalam mengajarkan materi lingkungan kepada anak.
Kesimpulan