Mohon tunggu...
Tomson Sabungan Silalahi
Tomson Sabungan Silalahi Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pembelajar!

Penikmat film dan buku!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sukses Terbesar dalam Hidupku

14 Juni 2016   23:31 Diperbarui: 15 Juni 2016   12:42 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi sukses adalah dambaan setiap manusia. Namun sukses tentu berbeda pengertiannya jika ditanyakan kepada setiap orang. Karena berbicara tentang sukses bukanlah sederhana, seperti membicarakan cita-cita ketika masih kanak-kanak yang jika ditanya akan menjawab akan menjadi Presiden, Guru, atau Dokter, atau yang lain semacamnya.

Dari kanak-kanak sampai sudah dewasa pun jika ditanya apa cita-cita saya, akan selalu berubah. Dari ingin menjadi Guru ketika SD, jadi Pastor ketika SMP, jadi Accountingketika SMK, dan akhirnya menjadi Guru, dan sekarang menjadi Dosen. Bukan hendak men-generalisasikan semua orang, tapi kebanyakan memang akan berubah dari waktu ke waktu walau ada yang memang selalu sama setiap kali ditanyakan.

Pengalaman saya yang selalu berubah itu, tidak lain karena lingkungan yang mempengaruhi mindset saya. Menjadi Guru ketika masih SD adalah karena saya ingin meneladani guru saya yang baik dan sabar dalam mengajarkan kami, muridnya. Berubah menjadi Pastor di satu sisi karena guru di SMP saya ada yang baik dan ada yang tidak baik, yang mempengaruhi paling besar adalah lingkungan Gereja saya, di mana setiap hari Minggu saya berjumpa dengan Pastor yang berbeda namun mempunyai karisma yang sama, kekaguman itulah yang mendorong saya hendak menjadi Pastor. Berubah lagi hendak menjadi Accountingketika duduk di bangku SMK bukan karena Guru yang tidak baik dan Pastor yang sudah berubah karismanya, tapi lebih karena membayangkan kalau menjadi seorang Accounting akan selalu rapi dan pastinya mempunyai banyak uang.

Tamat SMK angan-angan bisa melanjut kuliah untuk mengambil jurusan akuntansi harus kandas di tengah jalan, karena perekonomian orangtua yang tidak memungkinkan hingga diputuskan untuk merantau saja. Selama lima tahun melanglang buana di dunia kerja, dengan berbagai pengalaman yang sudah dialami, saya memutuskan untuk melanjut kuliah dengan uang tabungan yang pas-pasan.

Keputusan untuk melanjut kuliah semakin mantap karena mendapat dukungan dari orangtua khususnya ibu saya, karena menyanggupi akan membantu dalam pembiayaan kuliah saya. Saya putuskan untuk melanjut di salah satu universitas swasta di dalam kota. Setelah ditimbang-timbang, maka pilihan jatuh pada universitas yang biaya kuliahnya paling murah dan bisa menunggak tanpa ada denda administrasi; Universitas Simalungun. Dalam memilih jurusan ada pergolakan dalam diri saya, saya senang Bahasa Indonesia namun kalau saya ambil jurusan Bahasa Indonesia maka peminat untuk les private akan sedikit bahkan nyaris tidak ada, maka saya putuskan masuk ke jurusan Bahasa Inggris, selain memang sudah menjadi kebutuhan juga boleh mengajar les private,itu yang terpenting, agar biaya kuliah bisa tertutupi.

Kuliah tahun pertama berjalan. Sambil kuliah saya mengajar les private bagi siapa yang mau saya ajar. Ada Sekolah Dasar yang kekurangan guru Bahasa Inggris saya masuki, semua demi memenuhi kebutuhan kuliah. Selain itu saya juga bergabung di Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Hari-hari jarang ada yang kosong namun semua saya jalani dengan senang hati. Akhirnya saya lulus dari bangku kuliah bersamaan dengan saya putuskan untuk berhenti bekerja sebagai Tata Usaha di salah satu SMP Swasta di Siantar.

Saya putuskan untuk hijrah sementara di Bali, tempat di mana akan mendorong saya untuk menggunakan Bahasa Inggris yang sudah saya pelajari. Selain itu berharap boleh melanjutkan study ke jenjang yang lebih tinggi. Pada saat kuliah di Pematangsiantar-lah keinginan saya untuk menjadi dosen semakin tertantang. 

Ketika masih SD saya ingin menjadi guru karena guru saya mengajar dengan baik, maka tidak sama alasannya mengapa saya tertantang menjadi dosen. Karena saya merasa rata-rata dosen saya kurang baik dalam hal menyampaikan materi kepada mahasiswanya. Dengan harapan setelah menyelesaikan study di program magister saya boleh menjadi dosen yang baik bagi mahasiswa saya nantinya.

Setiap ada hal baru yang saya ketahui membuat saya merasa semakin bodoh, Merasa semakin bodoh membuat saya terus haus akan ilmu yang saya dapat. Setelah sampai di Bali sempat harapan untuk melanjutkan studysaya pupus. Sampai saya ketahui bahwa ada beasiswa LPDP yang memungkinkan saya untuk melanjutkan cita-cita saya menjadi dosen yang baik. 

Tentu saja tidak sekedar menjadi dosen, namun dosen yang memberikan kontribusi positif bagi mahasiswa. Ketika saya bisa menjadi dosen dan bisa membimbing mahasiswa/i saya nantinya untuk menggapai cita-cita mereka, untuk saat ini, itulah bayangan sukses terbesar dalam hidup saya.  Bukan hendak menyepelekan apa yang sudah saya perbuat bagi kehidupan di sekeliling saya sebelumnya, namun jika memungkinkan untuk berbuat yang lebih besar lagi, kenapa tidak? Selama kita masih bisa memberikan kontribusi positif bagi sekeliling kita itulah sukses bagi saya.

NB: Tulisan ini saya tulis  untuk memenuhi syarat pengajuan beasiswa Pascasarjana di LPDP - Menteri Keuangan RI, semoga bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun