Mohon tunggu...
Scholastica Nakaisha
Scholastica Nakaisha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sistem Informasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingnya Mendengar dan Percaya Suara-suara Penyintas Kekerasan Seksual

17 Mei 2023   20:38 Diperbarui: 17 Mei 2023   20:47 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekerasan seksual nampak tidak ada habisnya. Semakin hari kita semakin sering mendengar suara-suara dari penyintas kekerasan seksual. Kekerasan seksual tentu meninggalkan luka yang sangat mendalam bagi penyintas. Penyintas, dalam KBBI, diartikan sebagai orang yang mampu bertahan hidup. Penyintas kekerasan seksual adalah mereka yang telah berjuang dari kekerasan dengan berani berbicara dan ingin menjalani pemulihan.

Hampir setiap hari kita mendengar suara-suara baru terlebih lewat media sosial. Media sosial menjadi salah satu wadah bagi para penyintas untuk mulai bersuara karena mereka dapat melakukannya secara anonim, dengan harapan tidak ada yang mengetahui identitas penyintas terlebih dahulu dan fokus pada kasus kekerasan yang terjadi. Meskipun jumlah penyintas yang bersuara meningkat, banyak yang tidak percaya bahkan memberi stigma buruk pada mereka. Hal ini menunjukkan masih minimnya empati terhadap para penyintas. Menceritakan pengalamannya bukan menjadi suatu hal yang mudah dilakukan oleh penyintas bahkan seringkali memicu trauma. Inilah alasan mengapa penting untuk mendengar dan percaya penyintas kekerasan seksual terlebih dahulu.

  • Rasa takut yang besar sebelum bersuara

Kejadian yang menimpa penyintas tentu meninggalkan perasaan takut, malu, dan cemas. Bahkan untuk menceritakan kejadian saja mereka seringkali harus mengalami trauma untuk kedua kalinya. Sehingga timbullah ketakutan yang mampu mempengaruhi penyintas sebelum berbicara. Ketakutan yang muncul bukan hanya dari peristiwa tersebut, namun juga dari stigma-stigma buruk yang mungkin akan dilemparkan kepada penyintas. Kurangnya empati dalam respon publik akan menimbulkan reaksi klinis ganda bagi penyintas. Reaksi klinis ganda terjadi ketika penyintas kekerasan seksual menjadi korban lagi dan pelakunya adalah sistem atau masyarakat sosial. Terdapat ketakutan besar yang mereka lawan sebelum mengambil keputusan untuk berbicara. Sebagai orang awam, sangat bijak apabila mau mendengar dan percaya suara-suara penyintas sebagai bentuk apresiasi atas keberanian mereka. Bersuara tidak hanya untuk penyintas sendiri tetapi juga mendorong penyintas lain untuk berani berbicara dan meminta pertolongan untuk pemulihan.

  • Sangat berhak mendapat pendampingan

Mungkin penyintas tidak langsung melaporkan setelah peristiwa terjadi. Biasanya, mereka akan mencari tempat aman terlebih dahulu dari orang terdekatnya. Selang beberapa waktu baru korban akan mencari layanan professional. Namun beberapa penyintas merasa takut untuk datang dan melaporkan. Oleh karena itu, mendengarkan dan percaya suara mereka mampu memberikan validasi dan keberanian bagi para penyintas dalam mencari pendampingan. Memperoleh pendampingan merupakan hak setiap penyintas. Peristiwa yang mereka hadapi tidak dapat dipandang sebelah mata. Untuk berdiri di kakinya sendiri saja terkadang mereka merasa tidak layak sehingga sangat diperlukan pendampingan berupa pemulihan serta pengawalan kasus hingga tuntas.

  • Dampak bagi psikis penyintas

Bukan hanya fisik, kekerasan seksual seringkali berdampak bagi psikis korbannya. Peristiwa kekerasan seksual dapat menimbulkan ketakutan, membuat korban merasa lemah, rasa untuk menyalahkan diri sendiri, perasaan malu, hingga gangguan kecemasan berlebihan. Seseorang yang mengalami ancaman kekerasan seksual dapat menyebabkan perubahan perilaku. Apabila tidak segera ditangani dapat memberikan efek jangka panjang yang buruk bagi para penyintas. Dampak psikis yang timbul tidak dapat disepelekan dan mereka berhak untuk pulih.

  • Bentuk empati kita terhadap mereka

Peristiwa kekerasaan seksual pasti meninggalkan luka mendalam bagi penyintas. Rasa takut, malu, dan cemas akan selalu menghantui mereka. Bukan karena luka yang dialami tidak terlihat dari luar kemudian publik berhak menghakimi penyintas. Oleh karena luka yang dialami tidak terlihat, kita seharusnya menghargai dan berusaha mengerti apa yang telah mereka lalui. Apabila dirasa sulit, kita bisa diam dan mendengarkan suara mereka tanpa perlu menghakimi. Dampak yang dirasakan setiap penyintas tentu berbeda. Mendengarkan dan percaya suara-suara penyintas merupakan bentuk nyata empati yang dapat kita lakukan sebagai sesama manusia.

Percaya yang dimaksud bukan semerta-merta percaya 100% bahwa terduga pelaku pasti salah kemudian kita langsung main hakim sendiri. Percaya dengan penyintas dapat berupa menunjukan simpati, tidak langsung menyerang dengan pernyataan yang menyudutkan, dan ikut mengawal perkembangan kasusnya.

Kekerasan seksual terjadi karena pelaku yang bertindak. Untuk apa terus menyudutkan dan menyalahkan korban? Apabila kamu adalah penyintas kekerasan seksual, jangan pernah merasa sendiri. Suaramu terdengar, suaramu kami dengar. Silakan laporkan kepada hotline berikut:

  • Hotline Layanan SAPA dibawah naungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) 021-129 atau 0821-1129-129 (Whatsapp)
  • Hotline Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) 021-148 atau 0857-7001-0048 (Whatsapp)
  • LBH APIK Jakarta 0813-8882-2669 (Whatsapp)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun