"Hanya melalui punggung itu, diri ini dapat menatapmu lebih lama." Kalimat itu terus terngiang setiap kali aku hendak memejamkan mata.Â
Terkadang, aku benci menjadi peka. Karena dapat berujung pada kandasnya harapan akibat kesalahpahaman.Â
Aku tidak yakin "mu" di kalimat itu adalah aku. Tapi aku ingin "mu" di kalimat itu adalah aku.
Serangkaian bahasa tubuh yang semakin menumpuk tanda tanya, tanpa pernah bisa ditanya.Â
Kau tetap bisu dengan sikap semaumu.
Aku semakin kaku bahkan untuk sekedar melihat matamu.
Situasi macam apa ini?
 Timbul hanya karena keinginan sebuah rasa yang ntah memiliki makna atau tidak.
Diorama kali ini bukan tentang miniatur yang menggambarkan sesuatu.Â
Melainkan tentang kamu dalam irama tanya yang akan kucari tahu.
.